Think as Rubik Cube

Rubik, bagi sebagian orang merupakan mainan yang menantang dan mengasyikkan, merusak, mengacak kemudian menyusunnya kembali sesuai warnanya. Sejarah rubik berawal di tahun 1974 ketika seorang warga negara Hungaria menciptakannya, nama Rubik sendiri diambil dari nama pembuatnya Erno Rubik.

Kebanyakan rubik untuk pemula adalah 3×3 dimana satu sisi terdiri dari 9kotak, untuk yang lebih advanced biasanya menggunakan rubik geometris dengan jumlah kotak lebih banyak atau menggunakan rubik  lingkaran, segitiga, hexagonal dan lain sebagainya.

Oke cukup sejarah rubik dan jenis2nya, gw gak minat buat ngebahas lebih jauh lagi, aku cuma pengen ngebahas tentang rubik sebagai obyek dalam perspektif otak kita. Sebenernya pernah aku tulis beberapa tahun lalu di blog yang lama, tapi daripada aku copas mentah kesini, alangkah baiknya klo gw kata2in pake bahasa gw saat ini.

Apa yang kalian lihat pertama kali dari rubik???

Sebuah bujur sangkar dengan 6 warna sisi yang masing2 terdiri dari 9 kotak yang bisa diputar2 ke segala arah, mudah untuk diacak tapi susah untuk dirapikan kembali. Super sekali! Klo pandangannya seperti itu sama deh ma aku #caritemen

magic cube rubikJika anda seorang ahli rubik abaikan postingan ini, mending skip aja deh, tapi jika anda sama2 gak pernah beres ngebenerin rubik kek aku hahahaha sok atuh dibaca terus sampe selesai. 😀

Fine, marilah kita lihat magic cube itu sebagai sebuah masalah, ya anggaplah rubik tersebut adalah masalah yang sedang kita hadapi dan belum mampu kita pecahkan sampai saat ini. Setelah mencoba berjam2 mengutak atik, mengacak2nya, tetep saja paling banter cuma dua tiga sisi yang beres, sisanya tetep acak adut, feels so exhausted? retired?

Masalah sebesar apapun, pada dasarnya sama seperti kotak rubik, sesulit apapun rubik itu, masalahnya tidak akan lebih besar dari kotaknya.

Yep, pada prinsipnya kita sadar, rubik itu sebelum kita acak setiap sisinya berwarna sama, ketika kita acak sampai berjam2 tidak kembali, otak kita meyakini bahwa sebenarnya rubik itu masih bisa kembali ke bentuk semula, kenapa? ya karena tidak ada satu warnapun yang menghilang dari rubiknya, semua masih ada, hanya berpindah satu sama lain.

BACA JUGA:   Menggali ide

Masalah kita, pada prinsipnya memiliki beberapa persamaan seperti kotak rubik, semua bisa diselesaikan, hanya saja mungkin kita belum memiliki pengetahuan untuk menyelesaikannya dengan baik.

Terkadang kita dalam melihat masalah cenderung berlebihan, sehingga terkadang merasa panik, padahal kita tau, masalah kotak rubik itu, tidak akan lebih besar dari kotak rubik itu sendiri. Ya sebuah masalah tidak akan menjadi lebih besar dari dirinya sendiri, jika masalah rubik itu menjadi lebih besar dari kotak rubiknya, sudah pasti karena jauh di dalam otak kita sudah terintimidasi oleh faktor eksternal, misalnya teman2 kita semua adalah jago rubik, nah jadi kita terbawa suasana untuk melihat masalah itu lebih besar, stigma kitalah yang menjadikannya besar, padahal dengan berfikir secara jernih masalah itu tidaklah begitu besar.

Kesimpulannya, ketika masalah kita terasa begitu berat, berfikirlah bahwa masalah itu telah tersegel dengan sangat kuat dalam sebuah kotak rubik, selesaikanlah dengan perasaan yang tenang, senang dan tidak menganggapnya sebagai sebuah beban berlebihan.

gambar dari sini dan sini

4 pemikiran pada “<span class='p-name'>Think as Rubik Cube</span>”

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini