Bregada Ngayogyakarta

Kraton Kasultanan Yogyakarta, seperti halnya kerajaan-kerajaan lain yang masih tersisa di dunia memiliki pasukannya sendiri. Di lingkup mataram, kesatuan pasukan ini disebut sebagai bregada. Awal mula terbentuknya bregada dipelopori oleh Kanjeng Sultan HB I, sekitar tahun 1755, akan tetapi karena kekuatan Mataram sering bentrok dengan penjajah, dan penjajah merasa perlu untuk meminimalisir kekuatan Kasultanan setelah perang Sepoy tahun 1812, ditandatangani perjanjian antara HB III dengan Gubernur Jendral Raffles bahwa Kasultanan tidak akan memiliki pasukan yang terlalu kuat.

Dari puluhan atau mungkin ratusan bregada yang pernah dimiliki Kraton Yogyakarta, saat ini hanya tersisa total 10 bregada yaitu; Prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaheng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Mantrijero, Prajurit Nyutro, Prajurit Bugis dan Prajurit Surokarso. Setiap bregada dipimpin oleh seorang perwira berpangkat Kapten, didampingi oleh seorang perwira berpangkat Panji, yang bertugas untuk mengatur dan memerintah keseluruhan prajurit dalam bregada.

Setiap Panji didampingi oleh seorang Wakil Panji. Sementara regu-regu dalam setiap bregada dipimpin oleh seorang bintara berpangkat Sersan. Keseluruhan perwira dalam semua bregada dipimpin oleh seorang Pandega. Pucuk pimpinan tertinggi keseluruhan bregada prajurit Keraton adalah seorang Manggalayudha.

Kesepuluh bregada ini tadinya berdiam di dalam kompleks kraton, namun kemudian keluar dari tembok baluwarti dan mendirikan perkampungan di sekitar kraton, kampung tersebut lalu diberi nama sesuai dengan markas para bregada antara lain Bugisan, Wirobrajan, Mantrijeron, Patangpuluhan dan seterusnya.

kirab budaya bregada kraton yogyakarta

Akan tetapi, selain 10 bregada inti kasultanan tersebut, maupun bregada Pakualaman di setiap pelosok Negara Gung (yang menjadi cikal bakal provinsi DIY) ada banyak sekali bregada yang dahulunya merupakan sisa bregada yang terpaksa dilepas akibat perjanjian dengan Inggris. Paling tidak hampir di setiap kecamatan di provinsi DIY terdapat kurang lebih tiga – sepuluh bregada.

Maka jangan heran jika anda berada di kawasan Yogyakarta suatu ketika terjebak macet karena ada iring-iringan bregada di desa-desa di luar kota Jogja, karena memang banyak sekali acara budaya di Yogyakarta yang melibatkan pawai pasukan bregada.

Aku sendiri yang sudah belasan tahun tinggal di Jogja masih sering kejebak macet gara-gara tidak tahu ada kirab budaya di kampung tertentu. Pun, jika dibandingkan dengan kemacetan Jakarta yang membosankan, kemacetan di Jogja ini lebih ramah lingkungan, enak buat ditonton dan bisa dipake buat foto-foto / berselfie ria.

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini