Creatify

Pada jaman dahulu kala ketika aku masih sering mendengarkan dongeng pengantar tidur dari almarhumah ibuku, ada satu dongeng yang membuatku tetap tertawa ketika mengingatnya, dan tentu saja dibalik setiap dongeng selalu ada maknanya, hmmm baiklah apakah kalian ingin mendengarkannya juga?

Cerita ini bermuara pada kisah negeri 1001 malam dimana didalamnya tinggallah sosok manusia tercerdik di dunia, Abu Nawas. Ya kita bisa bilang Einstein adalah manusia tercerdas di dunia, tapi klo tercerdik di dunia tentu aku pilih Abu Nawas terlepas apakah ia adalah tokoh dongeng semata atau benar adanya.

——————–

Pada suatu hari Sultan berencana ingin menguji kecerdikan Abu Nawas, Sultan telah memikirkan sebuah rencana untuk mengalahkan kecerdikan Abu Nawas selama beberapa malam, dan setelah ia merasa rencananya cukup matang kemudian ia memanggil pengawal.

“Hai pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas, dan suruh dia menghadapku ke istana”

“Sendhika dawuh kanjeng sultan” sang penjaga kemudian bergegas menuju rumah Abu Nawas dan menyampaikan pesan sultan.

“Pulanglah engkau ke istana, dan katakan pada sultan Abu Nawas yang cerdik ini akan datang menghadapnya siang ini”

Sang sultan merasa senang mendengar laporan pengawalnya bahwa Abu Nawas akan datang siang ini, sultan meminta juru masak kerajaan menyiapkan sebuah hidangan spesial untuk Abu Nawas.

Tidak lama berselang Abu Nawas datang menghadap sang sultan

“Ampun paduka yang mulia, Abu Nawas datang menghadap, apakah gerangan yang membuat paduka memanggil hamba kemari?”

“Wahai Abu Nawas, sebenarnya aku ingin menjamumu untuk makan di istana, ah mari sekarang kita mulai saja perjamuannya, pelayan tolong bawakan masakan untuk Abu Nawas”

Seorang pelayan kemudian membawa sebuah nampan makanan yang tertutup, Abu Nawas menatapnya dengan pasti, “aku yakin sultan hendak mengujiku” ujar Abu Nawas dalam hati. Si pelayan meletakkan nampan tertutup di meja Abu Nawas kemudian bergegas meninggalkan ruangan, hanya ada satu nampan di meja Abu Nawas, sementara tidak ada pelayan membawakan makanan ke meja sultan.

BACA JUGA:   Perlengkapan Lengkap Bayi Baru Lahir Berupa Alat Mandi

“Nah Abu Nawas, silahkan dibuka makananmu”

“Baik yang mulia”

Abu Nawas pun membuka tutup makanannya, asap yang wangi keluar dari balik tutup tersebut, aromanya mengundang selera dan dihadapan Abu Nawas tersedia seekor ayam panggang yang utuh, Abu Nawas kemudian bersiap untuk mencongkel sayap ayam tersebut.

“Jangan terburu2 Abu Nawas, aku punya peraturan, silahkan kamu habiskan ayam itu, tetapi aku akan mengikuti langkahmu, jika kamu menggigit paha ayam itu aku akan menggigit pahamu, jika kamu mematahkan kepalanya dulu, akupun akan mematahkan kepalamu, jika kamu mengiris sayapnya dengan pisau akupun akan mengiris tanganmu dengan pisau, nah Abu Nawas jika kamu gagal maka aku akan menghukummu dengan berat”

Abu Nawas mencoba berfikir, dia mengambil pisau untuk membelah ayam panggangnya, namun dilihatnya sang sultan pun telah mengeluarkan pedangnya siap membelah Abu Nawas, Abu Nawas pun mengurungkan niatnya.

Kemudian dia bersiap menggigit kepala ayam itu, tiba2 sultan sudah berdiri disampingnya dan memegang kepala Abu Nawas seolah2 hendak memangsanya. Abu Nawas kembali meletakkan ayam itu. Mata Abu Nawas terpejam, otaknya terus berfikir keras bagaimana caranya menghabiskan ayam lezat itu dan terhindar dari hukuman sultan.

Sang sultan tersenyum senang merasa dia berhasil membuat Abu Nawas kehabisan akal, dan setelah beberapa lama kemudian Abu Nawas membuka matanya dengan berbinar. Kemudian ia berkata.

“Yang mulia, jika saya menggigit ayam ini maka yang mulia juga akan menggigitku kan?”

“Benar Abu Nawas, aku akan mengikuti apapun yang kamu lakukan terhadap ayam itu, jika kamu bisa membuatku tidak mengikutimu maka kamu akan menang”

“Baiklah kalau begitu yang mulia” Abu Nawas tersenyum dengan senang, kemudian ia bangkit dan meraih ayam itu, sang sultan ikut bangkit dan siap memegang Abu Nawas, tapi kemudian Abu Nawas segera memasukan jarinya ke dalam anus ayam panggang itu, dan ia menunggu reaksi sang sultan.

Sang sultan pun terbengong2 melihat tingkah Abu Nawas, sultan bermaksud mengikuti setiap gerakan Abu Nawas tapi sultan merasa jijik jika harus membenamkan jarinya ke lubang pantat milik Abu Nawas, sultan pun hanya bisa diam memandang Abu Nawas.

BACA JUGA:   Seeing insight

Setelah Abu Nawas merasa aman karena sultan tidak berani mengusik pantatnya diapun segera memakan ayam tersebut dengan lahap. Akhir cerita, Abu Nawas berhasil melewati ujian sang sultan, sang sultan kemudian  memberikan hadiah kepada Abu Nawas atas kecerdikannya.

————————–

Moral story

creatifyDalam dunia kita baik dunia nyata atau dunia maya kita seringkali berhadapan dengan orang2 seperti sultan, mereka memiliki kekuasaan, kekuatan dan pengaruh yang lebih besar dari kita, pada akhirnya seringkali mereka hanya menjadi seorang penjiplak dari karya2 kita.

Yah berapa banyak karya2 yang telah dibajak di internet? musik? cerita? lagu? jokes? film? banyak, mungkin jumlahnya jutaan biji bahkan mbah google sekalipun gak akan mampu menghitung secara tepat jumlahnya.

Baiklah, apapun itu semua karya yang dibajak adalah hasil, seorang plagiat bisa dengan mudah membajak hasil karya kita, karena setiap karya diwujudkan dalam sesuatu yang bisa diindera, bisa didokumentasi dan bisa direproduksi, kita membuat lagu, lagu itu bisa direkam baik via software maupun tape recorder, kita membuat dalam format audio CD, baru launching satu jam bajakan mp3nya sudah tersedia di 4shared.

Mungkin kita lupa satu hal, kecerdasan, kecerdikan, kreatifitas bukan sesuatu yang bisa diplagiat, seseorang bisa mengcopy hasil  pekerjaan rumah teman sebangkunya dan mengakuinya sebagai hasil kerja kerasnya pada guru, tapi ia tidak pernah bisa mengcopy proses pengerjaannya!

Seorang kreator tetaplah kreator meskipun ribuan karyanya dijiplak, orang tetap bisa mengandalkan imajinasinya untuk membuat sebuah dunia baru dalam sapuan kanvas. Seorang plagiat hanyalah benalu yang tidak akan bisa menghasilkan karya apapun selain sebuah saduran dari karya yang sudah jadi.

Lihatlah Abu Nawas, baginya sultan hanyalah seorang plagiat dirinya, apapun yang dia lakukan maka sultan akan mengikutinya, tapi sultan lupa, ia tidak bisa memplagiat kecerdikan Abu Nawas, dan pada akhirnya terjadi seleksi alam dimana mereka yang melakukan proses lah yang akan berhasil bukan mereka yang hanya ingin memanen hasil tanpa menanam.

15 Comments

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.