Double Degree Wisudawan; Sarjana dan Pengangguran

stie wisudaIndonesia memiliki ratusan ribu Universitas, Sekolah Tinggi, maupun Akademi yang tersebar di semua wilayah, tiap tiap perguruan tinggi setiap tahun rutin menggelar acara hajatan kelulusan mahasiswa yang tak pernah kalah meriah dari pameran komputer bulanan. Kampusku sendiri rata2 melaksanakan 4 kali wisuda dalam setahun, para wisudawan dan tamu undangan tampak sangat menikmati acaranya, selalu mengumbar senyum lebar dan menampakkan kebahagiaan atas selesainya tugas studi mereka, atau keluarganya.Mungkin sedikit orang ketika itu yang tampak pusing memikirkan kelanjutan masa depan mereka pasca pesta kelulusan ini.

Yah Universitas selalu getol mengeluarkan ratusan mahasiswa setiap kali wisuda, para rektor selalu berbangga hati dalam pidato kelulusan anak2 didiknya, namun sayangnya hanya sedikit dari mereka yang mendapat kesempatan bekerja di dunia nyata.Para rektor bisa berbangga karena Universitasnya mampu meluluskan ratusan mahasiswanya kembali ke masyarakat untuk memulai babak baru pengabdian mereka sebagai sarjana2 dan agent of change di masyarakat, namun sayang bagi masyarakat title sarjana tidak lebih dari embel2 tambahan dari title pengangguran di lingkungan mereka, dari hari kehari semakin banyak anak muda yang menyandang doble degree antara sarjana dan pengangguran sekaligus.Bagi sebagian lulusan yang sudah bekerja mereka rata2 menganggap pendidikan yang mereka dapatkan di perguruan maupun sekolah2 selama mereka mengenyam pendidikan kurang berperan dalam profesi mereka sehari2, mereka menganggap banyak mata kuliah yang mereka pelajari sama sekali tidak dibutuhkan oleh lingkungan kerja mereka.

Sistem pendidikan kita masih banyak mementingkan aspek teoritis dan pemasukan mata2 pelajaran non produktif, sehingga siswa dijejali mata pelajaran dan mata kuliah yang kurang berguna di masa depan, yang penting tahu semua masalah pendalaman ga terlalu dipikirkan sehingga memboroskan waktu para pelajar untuk mempelajari hal2 yang tidak berkaitan dengan cita2 mereka.Setidaknya itulah gambaran dari setiap acara Job Fair maupun Career Days yang dilaksanakan di berbagai universitas, hampir semua kompetensi yang dibutuhkan oleh industri sebagian besar tidak terdaftar dalam daftar mata kuliah yang diambil.

Pun demikian stigma di masyarakat bahwa bekerja berarti menghamba pada suatu instansi atau perusahaan adalah peran besar yang harus dikritisi bersama2, orang dianggap memiliki pekerjaan dan bekerja hanya jika telah menjadi karyawan atau PNS, bukan ketika orang menjadi freelancer, part timer, tentor kursus, atau berwirausaha kecil2an. Stigma ini menjadi nyata ketika para sarjana hanya berharap untuk bisa dipekerjakan bukan mempekerjakan dirinya sendiri dan orang lain.

Dunia pengangguran kini tak hanya didominasi kalangan marjinal yang tidak mampu mengenyam pendiikan tapi juga mulai dikuasai oleh pengangguran bertitel. Permasalahan ini adalah permasalahan kita bersama sebagai sebuah keluarga besar bangsa Indonesia, bukan semata permasalahan pemerintah atau individu2 yang terpaksa menganggur, kita dituntut berperan aktif untuk meminimalisir angka pengangguran ini. Entah sebagai produsen pendidikan, akademisi maupun konsumen dari pendidikan itu sendiri.

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini