Sebagai penduduk negara maritim yang hafal lirik lagu nenek moyangku seorang pelaut, tentunya kapal Pinisi merupakan jenis kapal yang tidak boleh dilupakan dalam sejarah maritim bangsa Indonesia. Kapal Pinisi berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Ara dan Bulukumba. Kapal ini digunakan oleh Suku Bugis dan Makasar sebagai alat transportasi antar pulau, maupun untuk menangkap ikan.
Sejarah Kapal Pinisi
Nama Kapal Pinisi berasal dari Bahasa Bugis, yaitu Panisi yang berarti sisip atau mappanisi yang berarti menyisipkan. Maksud sisip ini adalah proses pendempulan kapal yang dilakukan masyarakat Bugis saat membuat kapal.
Sumber lain menyebutkan, nama Pinisi berasal dari kata Picuru artinya adalah contoh yang baik, dan Binisi, yaitu sejenis ikan kecil yang hidup di perairan Sulawesi, ikan Binisi ini adalah jenis ikan yang lincah di permukaan air serta tidak mudah terpengaruh oleh arus ombak. Harapannya, perahu atau kapal Pinisi juga memiliki kemampuan lincah seperti ikan tersebut.
Sumber sejarah dari negeri manca menyebutkan mungkin saja asal kata Pinisi dari bahasa Frank (Prancis dan Jerman saat ini) yaitu Pinasse yang berarti kapal ukuran medium. Bahasa ini mulai dikenal bangsa Melayu di pertengahan abad ke 19. Menurut naskah lontar I Babad La Lagaligo, kapal Pinisi ini sudah ada sejak abad 14, di masa Kerajaan Luwu.
Kapal Pinisi dibuat menggunakan Pohon Welengreng yang dikenal juga sebagai pohon Dewata. Kayu pohon ini memiliki karakter yang kokoh serta tidak mudah rapuh.
Karakter Khas Kapal Pinisi
Menurut Wikipedia, istilah Pinisi atau Phinisi mengacu pada konfigurasi sistem layar, tiang dan tali yang digunakan untuk membentuk formasi dan gugusan layar. Jika kita perhatikan, layar kapal Pinisi memang sangat khas dibanding jenis perahu lain tradisional lain.
Sebuah Kapal Pinisi setidaknya memiliki 2 tiang utama yang memiliki tujuh hingga delapan layar. Layar pada kapal Pinisi, memiliki sistem sekunar keci, sekunar artinya terdapat layar depan dan belakang, sedangkan keci karena tiang layar buritan lebih kecil dibanding tiang haluan.
Jenis Kapal Pinisi
Ada dua jenis kapal Pinisi yang dikenal, keduanya dibedakan dari jenis lambung kapal yang digunakan
- Lamba atau lambo – yaitu kapal pinisi yang masih bertahan hingga saat ini, memiliki kemudi tunggal di tengah dan bisa dilengkapi motor diesel sebagai penggerak
- Palari – bentuk lambung jenis palari lebih melengkung dan lebih kecil dari Lamba, meski demikian, perlu 2 kemudi di sisi buritan untuk mengatur pergerakan kapal, kapal ini bisa bergerak dengan bantuan baling-baling di bagian belakang kapal
Kapal Pinisi tradisional hanya memiliki kabin kecil untuk kapten kapal di dek buritan, sementara awak kapal tidur di dek dan ruang kargo. Di tahun 1970an kapal Pinisi jenis Palari mulai ditinggalkan karena bentuk buritan tidak cocok dipasangi mesin diesel, sehingga hanya tipe Lamba saja yang kita jumpai saat ini.
Proses Pembuatan Kapal Pinisi
Pembuatan Kapal Pinisi masih bisa dijumpai di Ara dan Bulukumba Sulawesi Selatan. Meski Kapal Pinisi menjadi populer karena digunakan oleh orang Bugis dan Makasar, pembuat kapal Pinisi adalah orang-orang Ara, Bira, Tana Beru dan Lemo-lemo yang termasuk bagian dari Suku Konjo. Untuk membuat kapal Pinisi perlu diselenggarakan upacara ritual untuk mencari hari baik mencari kayu, yaitu pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan berjalan.
Nah setelah menemukan pohon yang cocok, para penebang juga harus meminta ijin pada roh penghuni kayu agar bersedia pindah ke pohon lain. Untuk itu para penebang menggunakan seekor ayam sebagai lambang persembahan serah terima pohon dengan roh.
Pada saat pembuatan kapal, proses peletakan lunas lambung kapal juga perlu perlakuan khusus, sebelum pemotongan kayu tersebut harus dimantrai, ada berbagai upacara adat dalam proses pembangunan kapal Pinisi, ada Kalebiseang, Anjarreki, sampai pada proses peluncuran kapal, yang harus melewati upacara adat Appasili atau ritual penolak bala. Selesai? Belum, sesi terakhir ditandai dengan upacara Ammossi yaitu pelepasan kapal Pinisi ke laut proses ini menyimbolkan proses melepas anak yang baru lahir ke dalam dunianya, yaitu dunia maritim.
Kapal Pinisi Di Masa Kini
Karena keanggunan Kapal Pinisi, UNESCO menetapkan seni pembuatan kapal Pinisi sebagai Karya Agung Warisan Manusia yang lisan dan Tak Benda pada tanggal 17 Desember 2017. Sebagaimana Batik, yang juga diakui sebagai warisan lisan dan tak benda UNESCO, proses pembuatan kapal Pinisi ini memang masih mempertahankan cara tradisional, meski nantinya tetap disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Jika di masa lalu, Kapal Pinisi digunakan sebagai alat transportasi dan alat menangkap ikan, saat ini Kapal Pinisi banyak digunakan sebagai yatch, kapal pesiar maupun untuk keperluan ekspedisi. Investornya pun bisa dari berbagai negara. Salah satu kapal pesiar mewah berjenis Pinisi ini adalah Silolona
Kapal Pinisi juga digunakan oleh WWF sebagai lambang gerakan pelestarian ikan Hiu atau #SOSharks, yaitu kepedulian terhadap habitat ikan hiu yang banyak diburu siripnya.
Kapal pinisi emang kapal legendaris dari Sulawesi Selatan. salute to Indonesia
setuju pakde, kebanggaan kita bersama