Nilai Sempurna

Jika kita mendengar kata nilai sempurna, nilai berapakah yang akan kita bayangkan? 10? 100? A? atau A++? Mbuh deh, tapi yang pastinya nilai sempurna itu bakal menggembirakan siapapun yang memperolehnya.

Masalahnya adalah gak semudah itu untuk mendapatkan sebuah nilai sempurna dalam sebuah bidang, jangankan semua bidang, untuk mendapat nilai sempurna pada salah satu mata pelajaran aja, susahnya amit2.

Kalau hanya itu saja masalahnya sebenernya gak masalah2 bangget, mengingat klo kita berusaha semaksimal mungkin hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kita capai.

A+Akan tetapi beda kasusnya jika nilai sempurna itu terletak pada persepsi seorang dosen/guru atau pendidik bukan terhadap kemampuan anak didiknya, tetapi pada atribut kesempurnaan itu sendiri.

Di kampus, konon ada beberapa dosen yang menolak memberikan nilai A pada semua mahasiswa di kelasnya, walhasil, sehebat apapun mahasiswanya ia hanya akan mendapat nilai B. Lalu apakah begitu tinggi standar yang diterapkan dosen tersebut bagi mahasiswanya? I don’t think so, tapi yang mungkin bikin eneg mahasiswanya adalah alasan dosen tersebut tidak pernah sekalipun memberikan nilai A bagi mahasiswanya.

A adalah nilai sempurna, dan kesempurnaan adalah milik Tuhan, maka sehebat apapun mahasiswa tidak ada yang pantas mendapatkan nilai A.

Jujur aja, aku langsung pengen bilang wow sambil koprol kesana sini mendengarnya, di satu sisi, fine I know tidak ada satupun manusia yang mampu menyamai kesempurnaan Tuhan, tetapi disisi lain tidak pula ada satupun manusia yang mampu menilai kesempurnaan Tuhan. Lha wong kenyataannya memang tidak pernah ada sebuah instrumen penilaian yang dapat dan layak digunakan untuk mengukur kesempurnaan Tuhan.

Bukan maksud untuk merendahkan prinsip yang dimiliki beliau terhadap platform nilai sempurna, tapi baiklah mari kita telaah secara logis, jika itu diperkenankan.

Manusia dan dimensi keilmuannya senantiasa akan selalu berkembang, pada zaman Yunani pernah dicetuskan bahwa lalat berkaki 5, hingga pada akhirnya berpuluh2 bahkan beratus2 tahun sesudahnya muncullah pendapat yang menganulir karena lalat berkaki 6. Demikian juga beberapa disiplin ilmu yang lain, ketika manusia kemudian menyadari adanya perbedaan massa dan berat, percepatan dan kecepatan, dan lain sebagainya. Ilmu yang kita miliki saat ini adalah benar, sesuai ukuran zaman kita, tetapi tidak menjamin pengetahuan kita saat ini tidak akan dianulir oleh para ilmuwan di masa2 yang akan datang.

Maka jika dinyatakan bahwa tidak ada manusia yang mampu mendapatkan nilai sempurna, jawabannya adalah YA! karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang. Tetapi jika nilai A adalah milik Tuhan aku rasa itu sangat sangat keterlaluan.

Nilai sempurna, atau A, atau 10 atau 100 adalah sebuah nilai yang dapat diukur menggunakan standar dan kriteria yang telah ditetapkan seorang pendidik ataupun bagian kurikulum. Seorang siswa yang mampu melewati semua standar tersebut, layak untuk mendapatkan nilai terbaik, nilai sempurna, bukan karena ilmunya telah paripurna melainkan karena ia telah memenuhi semua kriteria yang ditetapkan.

Seorang anak yang mendapat nilai UN 10 bukanlah anak yang tanpa cacat dan sangat menguasai materi yang diujikan, melainkan ia telah berhasil menjawab dengan benar semua soal yang diujikan, dan tentu saja nilai 10 itu adalah hak nya secara sah, tidak boleh dikurangi hanya karena gurunya kemudian berprinsip nilai 10 adalah nilai sempurna, dan nilai sempurna hanyalah milik Tuhan.

Jika seorang pendidik tidak memiliki kriteria penilaian terhadap pencapaian anak didiknya, tentu ia tidak akan bisa memberikan nilai bagi anak2 didiknya. Sekalipun sebuah nilai D, K atau F.

Lalu jika seorang pendidik tersebut berfikir, bahwa ilmunya sedalam teko, kemudian ia menuangkannya pada setiap mahasiswanya yang ia menganggap mahasiswanya adalah sebuah gelas2 kosong, tentu, ia akan mendapati ada gelas yang terisi penuh dan ada gelas yang setengah penuh atau bahkan kosong sama sekali. Gelas penuh tersebut adalah layak untuk mendapatkan nilai sempurna, karena ia mampu menampung semua ilmu yang diberikan berdasar kapasitasnya. Sangat tidak fair jika pendidik tersebut kemudian tidak memberikan nilai sempurna hanya karena, ia menganggap ilmu mahasiswa tersebut tidaklah seluas lautan.

Ya, seandainya nilai A adalah nilai kesempurnaan absolut, nilai pemahaman dosen tersebut hanya sebuah teko, dan mahasiswanya adalah segelas air. Maka anggaplah nilai kesempurnaan Tuhan seluas samudra, dan nuwun sewu, betapa merendahkan derajat kecerdasan Tuhan jika dengan derajat sebuah teko ia menganggap nilai lautan adalah A. Bukankah seandainya ilmu dosen tersebut ada ribuan teko tetaplah ia tidak akan mampu menampung semua ilmu Tuhan?

Kriteria penilaian A, 10 dan 100 adalah kriteria untuk mengukur kecerdasan manusia, kemampuan siswa dalam memahami sebuah pelajaran. Bukan kriteria untuk menilai kecerdasan Tuhan, jadi sangat tidak fair ketika seorang dosen tidak mau memberikan nilai A pada mahasiswanya hanya karena menganggap A adalah nilai yang pantas untuk Tuhan. Sejak kapan Tuhan menjadi mahasiswanya? sejak kapan Tuhan belajar ilmu2 eksak padanya??? dan sejak kapan Tuhan mengambil SKS di kampusnya????

Seandainya, dosen tersebut memberikan alasan bahwa nilai A tersebut tidak akan dapat dicapai karena tidak ada ilmu yang benar2 sempurna, mungkin saja buatku itu masih masuk akal, tapi jika beliau berpendapat bahwa A adalah nilai milik Tuhan maka aku rasa beliau sedang merendahkan kecerdasan Tuhan.

Dan jika benar beliau berprinsip semacam itu, beranikah beliau untuk kembali ke almamater2nya untuk merevisi transkrip2 nilainya karena aku yakin beliau pun menyadari bahwa nilai2 A pada transkrip nilainya tidaklah layak untuk disejajarkan dengan nilai kesempurnaan Tuhan.

Tapi pada akhirnya, pemberian nilai pada setiap mata pelajaran adalah hak prerogatif seorang pendidik, dan sebagai sesama pendidik, meski aku sangat tidak setuju dengan alasan beliau, toh kembali bahwa aku tidak memiliki hak untuk mencampuri cara penilaiannya untuk mahasiswanya.

21 pemikiran pada “Nilai Sempurna”

  1. untungnya di UNY nilai A itu tidak selalu perpatok dengan nilai 10(sempurna) tapi masih ada toleransi – toleransi,,,, yah nilai 9,5 aja udah nilai A tho

    Balas
  2. waktu kuliah dulu sering dapat A tapi juga pernah dapat D.. tapi saya enjoy aja tuh huehehe 😀 semua kan hanya notasi penilaian saja (cuek.com )

    Balas
    • klo di kampus saya ada batasan minimal nilai D kurang dari 10 % jumlah sks, tp klo saya sebisa mungkin gak ada D, C udah paling minim

      Balas
      • itu D karena pas ujian semua soal pake slide dan terkomputerisasi saya salah ngisi kode soal jadi gak ada nilainya alias 0 wkwkw

        Balas
        • saya pernah nilai gak keluar sampe setahun, ternyata karena dulunya ada miskomunikasi, karena jadwal bentrok, kuliah sama midnya ikutan kelas lain, ujian di kelas sendiri, makanya dosennya bingung n gak keluarin nilai hehe

  3. Nilai A itu adalah nilai absolute. di satu sisi memang benar itu bukan nilai yg diberikan tuk disamakan dengan Tuhan, namun di sisi lain, keabsolutan memang milik Tuhan

    Balas
    • bener mas, saya setuju tapi jelas memberikan nilai A untuk Tuhan kok rasanya aneh, lha wong Tuhan jelas lebih tinggi dari nilai tersebut

      Balas

Tinggalkan Balasan ke anotherorion Batalkan balasan

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini