Ngayomi Ngayemi, Pekan Budaya Difabel 2022 Bakal Digelar di Imogiri

pekan budaya difabel 2022

Jika kita mengenal Paralimpiade Nasional sebagai Pekan Olahraga Nasional untuk kawan-kawan difabel, maka Jogja punya Pekan Budaya Difabel. Pekan Budaya Difabel sendiri merupakan sebuah budaya kepedulian untuk mewujudkan masyarakat inklusi yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan rekan-rekan penyandang difabilitas.

Tahun 2022 merupakan tahun keempat penyelenggaraan Pekan Budaya Difabel setelah sebelumnya digelar berturut-turut dari tahun 2019 hingga 2021. Yang membedakan PBD tahun ini adalah lokasi acara yang akan digelar di pemukiman warga, jauh dari hiruk pikuk kota Jogja.

Baca Selengkapnya

Keberpihakan Pendidikan Diperlukan OYPMK

webinar oypmk hindari diskriminasi difabel

Kawan-kawan pernahkah mendengar istilah OYPMK atau Orang Yang Pernah Mengalami Kusta? Nah mungkin kawan-kawan mempunyai kenalan atau kerabat yang pernah menderita kusta. Nah kita sedikit cerita yuk mengenai Kusta dan OYPMK ini.

Kusta itu Apa Sih?

Kusta atau lepra merupakan penyakit yang menyerang jaringan kulit, saluran pernafasan serta saraf tepi. Kusta dapat menyebabkan mati rasa pada tungkai dan kaki serta menimbulkan lesi pada kulit. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri melalui percikan ludah atau dahak yang keluar saat penderita kusta batuk atau bersin.

Baca Selengkapnya

Barista Inklusif, Karena Kopi Kita Setara

barista inklusif

Barista inklusif, mendengar kata barista maka kita akan segera mengingat mas-mas yang berdiri di belakang bar mempersiapkan kopi pesanan kita. Kata barista sendiri berasal dari bahasa Italia yang artinya pelayan pelanggan. Dan kata inklusif, apa yang menarik dari kata ini?

Sebagai seorang pendidik, kata inklusif tidak terlalu asing buatku, kebetulan juga sekolah tempatku mengajar juga memiliki program inklusi. Inklusif sendiri artinya kurang lebih adalah memberikan perlakuan yang sama, akses yang sama pada orang difabel. Rasa penasaran ini yang membuatku bergerak ke arah Besi, Jalan Kaliurang. Tepatnya di halaman Parkir Panti Rehabilitasi Yakkum. 

Baca Selengkapnya

Belajar Optimisme dari Nanda Mei Sholihah, Atlet Difabel Peraih 6 Medali Emas Asian Para Games

Nanda Mei Sholihah membawa torch Asian Games XVIII (copyright Media Buffet)

Pagi itu, aku dan Disma, salah satu rekan blogger bergerak ke arah kota Jogja. Jalan menuju kota Jogja dari arah Sleman sudah penuh sesak, beberapa jalan utama nampak telah dibarikade oleh kepolisian. Ya, hari itu, tanggal 19 Juli 2018 kami bermaksud untuk menyaksikan salah satu pra event olahraga terbesar di Asia, yakni Torch Relay Asian Games XVIII. Sebagai warga Jogja, kami berbangga hati karena kota ini mendapat kehormatan sebagai kota pembuka dari perjalanan obor Asian Games yang akan melewati 53 kota dan kabupaten di 18 provinsi di seluruh Indonesia.

Pesta olahraga terbesar di Asia ini akan menghadirkan 45 cabang olahraga, 10 ribu atlit, 5,5 ribu official, dua ribu undangan VVIP, 20 ribu relawan dan 5 ribu media dalam dan luar negeri serta 45 broadcaster dari seluruh dunia yang akan meliput Asian Games XVIII.

Suasana Tugu Golong Gilig atau lebih dikenal sebagai Tugu Jogja, pusat kota Jogja sudah nampak dipenuhi warga masyarakat yang terlarut dalam kegembiraan menyambut torch relay. Kami pun memarkirkan kendaraan di salah satu hotel di area tersebut dan membaurkan diri dengan masyarakat Jogja. Dari kabar yang kami terima semalam, rute torch tersebut tadinya akan bermula dari Tugu Jogja dan berakhir di Kraton rupanya berubah. Mengingat Api abadi dari India dan Mrapen, Grobogan diinapkan di Kraton Jogja, maka rutenya pun dibalik, dari Kraton, diarak secara estafet mengelilingi kota Jogja dan berakhir di kawasan Tugu.

Baca Selengkapnya