TH yang tengah hamil lima bulan dan tidak pernah mengira bahwa kedatangannya bersama J, tantenya ke Yogyakarta dari Guangzhou, akan menjadi akhir dari kemerdekaannya sebagai seorang manusia. TH menikah dengan warga Nigeria bernama Dani, ia diminta suaminya untuk berwisata dan mengambil paket dari seorang rekan Dani bernama Jim, rencananya, setelah mereka turun di Yogyakarta, paket tersebut akan diambil oleh seorang kenalan Dani yang berada di Jawa Barat. Ia kemudian mengajak J, tantenya, untuk menemaninya ke Guangzhou dan kemudian kembali ke Indonesia lewat Yogyakarta.
Setelah mendarat di Adi Sucipto, mereka ditahan oleh pihak bandara dan diminta menunggu kedatangan tim dari BNN Sleman dan kepolisian, setelah mereka diminta membongkar isi koper mereka, mereka kaget bukan kepalang, bahwa isi paket yang dititipkan suaminya adalah metafetamine sebesar kurang lebih 3 kilogram. Keduanya terpaksa meringkuk di sel tahanan, TH kemudian divonis seumur hidup sementara J 20 tahun penjara, putusan ini lebih ringan karena TH sebenarnya dituntut hukuman mati oleh jaksa di persidangan.
Mereka terbukti menjadi perantara dalam bisnis barang haram dipersidangan, meski mungkin saja mereka memang benar tidak mengetahui isi paket yang dititipkan suaminya, mereka lah yang akhirnya harus hidup di dalam jeruji besi.
Kisah itu adalah salah satu kisah yang diceritakan oleh Kepala BNN Kabupaten Sleman, AKBP Siti Alfiah dalam pertemuan dengan rekan-rekan blogger Jogja di Innside Hotel Yogyakarta. Para bandar narkoba menjadikan Indonesia sebagai target market untuk berjualan barang haram dan mereka tidak mengenal belas kasihan, jangankan pada generasi muda yang menjadi korban, bahkan dengan istri sendiri pun dijerumuskan dalam lingkaran setan narkotika. TH sendiri dinikahi Dani tiga tahun sebelum tertangkap oleh pihak bea cukai bandara Adi Sucipto, bisa dibayangkan bagaimana para pengedar begitu sabar memanfaatkan orang-orang biasa seperti TH dan J untuk menjadi perantara transaksi narkoba tanpa mereka sadari.