hipotermia saat mendaki gunung

Ancaman Kesehatan Saat Mendaki Gunung Selain Hipotermia

Mendaki gunung selalu jadi aktivitas yang seru, menantang, dan penuh cerita. Bagi banyak orang, rasanya nggak lengkap kalau liburan tanpa sedikit “kabur” ke alam. Suasana sejuk, pemandangan keren, dan rasa puas setelah sampai puncak memang bikin ketagihan. Tapi di balik semua keindahan itu, ada risiko kesehatan yang sering banget diremehkan para pendaki, terutama yang baru mulai menekuni hobi ini.

Data dari Badan SAR Nasional (BASARNAS) sepanjang tahun 2024 mencatat, lebih dari 350 kasus evakuasi pendaki di Indonesia terjadi karena gangguan kesehatan, mulai dari dehidrasi berat, hipotermia, sampai cedera serius. Ini bukti nyata bahwa mendaki itu bukan cuma soal kekuatan fisik atau mental, tapi juga soal menjaga kesehatan dengan cerdas.

Banyak pendaki pemula berpikir bahwa yang penting bawa bekal banyak, pakai sepatu gunung, dan siapin fisik. Padahal kenyataannya, gunung punya cara unik buat “menguji” tubuh kita. Tanpa persiapan matang, risiko kesehatan yang muncul bisa berbahaya, bahkan mengancam jiwa. Nah, di artikel ini kita bakal bahas tuntas: apa aja ancaman kesehatan saat mendaki, kenapa itu bisa terjadi, dan gimana cara mengantisipasinya dari sudut pandang yang mungkin jarang kamu dengar.


1. Hipotermia: Bahaya Senyap di Tengah Kabut

Hipotermia itu bukan cuma tentang kedinginan biasa. Ini kondisi darurat medis saat suhu tubuh turun drastis di bawah 35°C, dan organ-organ vital mulai melambat kerjanya. Bayangin, tubuh kita sebenarnya dirancang buat berfungsi optimal di suhu normal. Begitu suhu drop drastis karena angin dingin, hujan, atau pakaian basah, kita bisa “mati perlahan” tanpa sadar.

Kasus hipotermia paling sering terjadi di gunung-gunung Indonesia yang sebenarnya nggak terlalu tinggi, kayak Gunung Prau atau Andong. Alasannya? Banyak pendaki meremehkan cuaca malam hari, nggak bawa jaket tahan angin, atau tetap lanjut naik walau hujan deras.

Gejala awal yang harus diwaspadai:

  • Menggigil hebat

  • Bicara mulai pelo

  • Gerakan tubuh melambat

  • Kebingungan atau ngelantur

Kalau udah muncul tanda-tanda ini, segera cari tempat berteduh, ganti pakaian kering, dan cari sumber panas secepat mungkin.


2. Dehidrasi: Musuh Dalam Diam

Banyak orang mikir, karena udara gunung dingin, berarti tubuh nggak butuh banyak cairan. Ini salah besar. Udara dingin justru membuat tubuh lebih cepat kehilangan cairan lewat pernapasan dan keringat yang “nggak kelihatan.”

Menurut penelitian terbaru dari Journal of Wilderness Medicine 2024, dehidrasi saat aktivitas di ketinggian bisa terjadi lebih cepat 20–25% dibandingkan aktivitas di dataran rendah. Padahal, dehidrasi bisa mengganggu fungsi otak, memperlambat refleks, dan meningkatkan risiko cedera.

Tanda-tanda dehidrasi ringan:

  • Mulut kering

  • Pusing

  • Lelah berlebihan

  • Warna urine lebih pekat dari biasanya

Tips sederhana: minum sedikit-sedikit tapi sering, minimal 250 ml setiap satu jam pendakian, bahkan kalau kamu nggak merasa haus.


3. Acute Mountain Sickness (AMS): Sindrom Ketinggian yang Bikin Tak Berdaya

Kalau kamu pernah merasa pusing, mual, bahkan muntah saat mendaki, bisa jadi itu bukan sekadar kecapekan biasa, tapi AMS alias penyakit ketinggian. Ini terjadi karena tubuh belum sempat beradaptasi dengan tekanan oksigen yang menurun di ketinggian.

Meskipun gunung di Indonesia jarang yang setinggi Himalaya, beberapa seperti Gunung Semeru (3.676 mdpl) atau Rinjani (3.726 mdpl) cukup tinggi untuk memicu AMS, terutama buat pendaki yang langsung ngebut tanpa aklimatisasi.

Gejala umum AMS:

  • Sakit kepala berat

  • Mual dan muntah

  • Insomnia

  • Kehilangan nafsu makan

Cara paling efektif buat mencegahnya adalah mendaki secara bertahap, memberi tubuh waktu beradaptasi, dan nggak memaksakan diri kalau mulai merasa aneh.


4. Cedera Otot dan Sendi: Risiko yang Sering Diremehkan

Saat adrenalin terpacu, kadang orang lupa memperhatikan teknik berjalan yang benar. Jalanan gunung yang terjal, licin, berbatu, bisa jadi mimpi buruk kalau salah langkah. Data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memperkirakan bahwa 40% evakuasi pendaki tahun ini melibatkan cedera pergelangan kaki, lutut, atau punggung.

Beberapa faktor penyebab utama:

  • Sepatu yang tidak cocok

  • Kurangnya pemanasan sebelum mendaki

  • Terlalu cepat atau terburu-buru saat menurun

Pencegahannya? Selalu lakukan pemanasan ringan sebelum mulai jalan, gunakan sepatu gunung yang pas, dan jaga kecepatan jalan tetap stabil.


5. Infeksi Luka: Ancaman Kecil yang Bisa Jadi Serius

Goresan kecil di jalan setapak berbatu, ranting tajam, atau terjatuh di tanah bisa membuka pintu masuk bagi bakteri. Di lingkungan gunung yang kotor, infeksi luka bisa berkembang cepat.

Tanda infeksi yang perlu diwaspadai:

  • Luka kemerahan dan bengkak

  • Nyeri bertambah

  • Muncul nanah

  • Demam

Makanya, wajib banget bawa P3K pribadi berisi antiseptik, perban steril, dan obat luka. Jangan pernah sepelekan luka kecil, segera bersihkan dan balut sebersih mungkin.


Kenapa Kita Harus Peduli Dengan Semua Ini?

Pendakian bukan cuma soal menggapai puncak, foto-foto keren, terus pulang. Mendaki adalah soal perjalanan menjaga keseimbangan tubuh, pikiran, dan alam. Ancaman kesehatan itu nyata, tapi bisa diminimalisir asal kita punya kesadaran dan persiapan matang.

Seringkali, para pendaki yang terlalu fokus sama target “harus sampai puncak” lupa bahwa keselamatan adalah prioritas utama. Yang keren itu bukan cuma yang sampai ke puncak, tapi yang pulang dengan selamat, sehat, dan masih bisa cerita ke banyak orang tentang pengalaman serunya.


Call to Action:

Kalau kamu berencana mendaki, jangan cuma siapin tenaga dan semangat. Mulai dari sekarang, lengkapi dirimu dengan pengetahuan tentang ancaman kesehatan di gunung. Bawa peralatan yang memadai, belajar mendeteksi gejala-gejala darurat, dan jangan malu buat memprioritaskan keselamatan. Karena di dunia pendakian, perjalanan pulang itu jauh lebih penting dari sekadar mencapai puncak. Yuk, jadi pendaki cerdas dan bertanggung jawab!

referensi: pafikepanambas.org

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini