Konon dalam dunia orang ekonomi sekarang ada perubahan paradigma dari kepuasan terhadap produk menjadi kepuasan terhadap layanan. Jika dulu untuk mengukur kepuasan pengguna dengan kualitas produk maka saat ini mengandalkan kualitas produk saja tidak cukup tanpa memberikan kepuasan pelayanan.
Persaingan antar produk dan perusahaan sudah jamak terjadi di berbagai industri, tetapi bagi orang2 sepertiku, nama Honda dan Sony adalah dua nama yang susah dipisahkan dari kualitas sepeda motor dan televisi. Lalu bagaimana dengan produk2 baru???
Di masa reformasi mulai muncullah segala jenis merk KW mulai dari sepatu sampai sepeda motor, sayangnya perkembangbiakan merk KW tidak diimbangi dengan diversifikasi produk yang ada, atau minimal diversifikasi layanan. Hasilnya, silahkan mampir ke phone market anda akan berkenyit setiap mendengar nama merk gak jelas darimana asalnya, meski kita sama2 tahu hulu industrinya berasal dari Cina. Yah, dibanding Mongol yang ngaku juragan KW yang KW12 a.k.a palsu, Cina lebih tepat disebut juragan KW yang original, KW yang sebenar2nya!
Air Asia, dengan berani mengubah paradigma ticketing dengan mempersilahkan user menyiapkan sendiri tiket mereka, justru laris dipasaran, user menganggap hal ini mempermudah perjalanan mereka, padahal sih ya diitung2 Air Asia sakjane membebankan biaya ngeprint tiketnya kepada user, dan herannya usernya jingkrak2 kesenengen. Nah disini berarti ada nilai tambah yang diberikan Air Asia sehingga usernya seneng dapet tambahan gawean ini.
Jaman orde baru kita sangat kantor pos minded, iyalah satu2nya jasa kurir yang kita kenal emang perusahaan plat merah ini, tetapi begitu reformasi muncul Tiki dan JNE yang menggunakan IT yang bisa digunakan user untuk melacak posisi paketnya dah sampe mana, meski aplikasi pelacakan ini lebih banyak ngaconya juga tapi user merasakan nilai tambah yang tidak diberikan oleh PT Pos, hasilnya???? PT Pos kehilangan banyak pelanggan.
Banyak perusahaan mulai memikirkan nilai tambah untuk mendongkrak penjualan dan loyalitas konsumen. Beberapa perusahaan makanan menerapkan standar ketat ketika ditemui ada sampel produk tidak layak, mereka bergerak cepat mencegah jangan sampai ada produk tidak layak sampai ke tangan konsumen, karena mereka menyadari benar pentingnya kepuasaan konsumen.
Beberapa perusahaan menggunakan pendekatan personal untuk menarik loyalitas konsumen, memberikan kado, ucapan selamat ulang tahun dan sebagainya. Konsumen akan merasakan bukan hanya kualitas produk tetapi nilai tambah yang diberikan perusahaan tidak hanya berbicara tentang kualitas produk melainkan juga berusaha menjadi bagian pendukung kehidupan konsumen tersebut. Adalah hal bodoh ketika sebuah perusahaan tidak memberikan nilai tambah bahkan cenderung mempersulit konsumennya sendiri seperti yang dilakukan Multiply Indonesia terhadap para usernya.
Yah, nilai tambah, sesuatu yang enggak secara langsung ada hubungannya dengan kualitas produk utama, tetapi berdampak besar pada kepuasan pelanggan, pesawat Air Asia sama seperti pesawat2 maskapai lainnya, Tiki, JNE dan PT Pos sama2 menggunakan moda transportasi yang sama untuk menyampaikan pesanan. Tetapi konsumen bisa mendapat kepuasan dari nilai tambah yang diberikan.
Pelayanan pos juga bagus koq 🙂
http://goo.gl/1xuHO
http://goo.gl/9n0Mn
http://goo.gl/4MQ8w
iya tapi dulu sering sensi sama pt pos lha suratnya g dikirim ke rumah tp dititipin ke kelurahan wah malah bisa kadaluarsa suratnya