Bulan terakhir ini, rupiah masih tetap tertahan di level Rp. 14.000 per dollarnya. Tinggal ditambah tiga ribu rupiah biar menyamai rekor di tahun 1998 waktu terjadi krisis moneter yang menggulingkan pemerintahan orde baru.
Dengan harga per rupiah yang gak ada artinya dibanding selembar angka dollar tentu saja banyak ekonom dan masyarakat yang berteriak bahwa kita sudah diambang krisis ekonomi.
Iya kah?
Iya embuh klo menurutku sih, karena dalam pandanganku selama ini, Indonesia bisa dibilang memang belum sepenuhnya lepas dari efek krisis moneter 1998. Dan saking terbiasanya kita mengalami krisis akhirnya kita enggak lagi ngerasa kita lagi ada di dalam pusaran krisis ekonomi.
Saat ini, banyak kalangan muda yang tetap saja cuek dengan kondisi yang ada, masih tetep seneng nge-mall, nonton di bioskop, hang out di cafe, ngedugem di bar-bar terdekat, outlet dan distro baju berjamuran disana sini, anak-anak muda klo belum megang hape keluaran terbaru tetap ngerasa belum PD.
Sikap cuek kalangan muda dengan nilai tukar dollar ini sebenarnya punya dampak positif terhadap laju perekonomian, terutama yang bersumber dari industri kreatif. Industry fashion dan urusan perut misalnya tetap berlomba menampilkan ciri khas dan pelayanan prima untuk para pengunjungnya.
Butik-butik dilengkapi dengan sofa-sofa nyaman yang memungkinkan para bapak duduk menyuapi anaknya sementara ibunya penthalitan kesana sini nyari baju, tas atau sepatu model terbaru. Sementara di aneka resto casual selain menggunakan cangkir dan piring cantik juga mengkreasikan tampilan makanannya dengan sentuhan artistik.
Netpreneur cocok untuk menghadapi krisis
Jika kita sependapat bahwa sebaiknya kita lepas dari krisis, maka tidak banyak yang bisa kita lakukan sebagai rakyat biasa dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Yang bisa kita lakukan adalah terus berusaha memutar roda perekonomian kita sendiri. Salah satunya adalah dengan menceburkan diri dalam industri kreatif.
Itu artinya jadi wirausahawan?
Yap, menjadi entrepreneur klo bahasa kerennya sih, eh tapi itu kan butuh modal gede, iya bener, klo kita pengen jadi pemilik resto gaul di pinggir jalan mah. Klo hanya sekedar ingin jadi entrepreneur mah gak harus dengan modal sekian juta. Netpreneur bisa dijadikan contoh wirausaha mandiri yang minim modal.
Anak-anak muda mulai menjadikan social media sebagai wahana campaign untuk menjual produk mereka, jika mereka tidak punya produk? gampang masih ada pilihan untuk menjadi reseller maupun dropshiper. Efek viral dari social media ini cukup ampuh dalam menumbuhkan semangat wirausaha kaum muda untuk tidak lagi terpaku pada kerja itu harus ngenger pada orang lain, harus ngirim surat lamaran dan menunggu hasil interview perusahaan besar. Mereka menciptakan peluang mereka sendiri.
Dengan ekskalasi demikian ini, ada harapan bahwa anak-anak muda ini akan menantang definisi krisis ekonomi menurut para penggiat wall street / profesor ekonomi dengan cara yang mereka sukai. Nilai tukar kita mungkin hancur-hancuran, tetapi transaksi ekonomi di dalam negeri terus menerus dipacu, setiap orang bisa mengambil bagian untuk menggerakkan ekonomi rakyat ini dengan berwirausaha.
Semakin banyak entrepreneur muda baik yang berbasis lokal maupun nasional kelak akan membantu mengurangi ketergantungan negeri kita terhadap impor, kecuali tentu saja terhadap bahan mentah yang memang tidak bisa diproduksi di negeri kita sendiri.
Meski demikian dari 15 subsektor ekonomi kreatif, yakni arsitektur, desain, film, video dan fotografi, kuliner, kerajinan, mode, musik, penertiban dan percetakan, permainan interaktif, periklanan, riset dan pengembangan, seni rupa, seni pertunjukan, teknologi informasi, serta televisi dan radio. Belum ada yang berfokus pada inovasi bahan mentah, misalnya dari sektor pertanian, perikanan, perhutanan maupun tambang. Sektor tersebut masih perlu digali lagi oleh anak-anak muda. Meski tentu saja, saat diolah menjadi sajian kuliner telah memberikan nilai tambah yang lebih pada pengusaha kuliner dan pelanggannya.
Untuk produk pertanian mentah, yang mengandalkan pupuk organik mulai dilirik oleh jejaring waralaba, dan dikemas dengan cara lebih modern. Tidak tertutup kemungkinan anak-anak muda bisa ikut ambil bagian disini, membantu para petani memasarkan produknya menjadi lebih attraktif.
Aku pernah, waktu unyu unyu dulu priyo, ada lomba enterpreneur di bidang IT digawangi salah sate merk hape terkenal waktu itu. aku masuk finalis dari ribuan orang di Indonesia. Sejak itu, nggak pingin ngantor, pingin usaha sendiri atau freelance.
Banyak sekali ekonomi kreatif Indonesia yang bisa dikembangkan
nggeh mbak intinya jangan menutup mata dengan peluang yang ada dari sisi informal