Pengemis

Pengemis merupakan sebuah fenomena dalam kehidupan kita. Orang2 tua, muda bahkan anak balita menggelandang di pinggir jalan dan mengacungkan tangan meminta belas kasihan. Kata ngemis sendiri berasal dari kata kemis (kamis: dalam bahasa jawa). Ketika itu Raja dan bangsawan Solo kerap memberikan sedekah kepada warganya setiap hari kamis, dan orang2 berdatangan untuk mengharapkan sedekah rajanya.

Kegiatan yang berharap belas kasihan dan sedekah dari orang lain inilah yang kemudian disebut ngemis, dan para pelakunya disebut pengemis. Terjadi perubahan makna dari ngemis yang artinya mengharapkan sedekah raja menjadi mengharapkan sedekah dari siapa saja.

Walang mungkin salah satu contoh pengemis yang sukses meraih simpati orang2 sekitarnya di Jakarta sehingga ia dan temannya bisa mendapatkan duit puluhan juta dari hasil perjuangannya mengemis. 25 Juta sob, mantep ra?

Dulu kita beranggapan mengemis merupakan pekerjaan terpaksa dan hina, tetapi stereotipe itu telah berubah beberapa tahun belakangan. Pengemis sudah menjadi semacam profesi tersendiri. Banyak dari pengemis itu memiliki rumah yang cukup layak, motor baru, dan perabot rumah tangga yang tidak kalah dari para tetangga yang bekerja cukup mapan. Beberapa kali ketemu orang2 yang familiar di sebuah kampung di selatan Jogja, rumah gedongan, jam tangannya keren, tumpakane motor anyar, tapi ya itu klo di kampus bajunya compang camping, jalannya dipincang2in, cara ngomongnya disusah2in, sambil nyadongin tangan, paring mas paring.

Sebagian dari mereka memang memobilisasi diri bersama rekan2nya, ngemis berjamaah. Banyak pengemis berangkat dari rumah dengan pakaian layaknya karyawan/masyarakat biasa. Sesampai di tempat tujuan mereka segera berganti kostum, sebagian mendramatisir penampilan dengan menambahkan luka bohongan kemudian bersiap mangkal mencari perhatian dan simpati.

Aneh tapi nyata, tapi begitulah adanya, dulu jaman jualan pulsa di pinggir jalan aku juga sering nukerin recehan sama pengemis, penghasilan mereka sehari bisa mencapai 50ribuan, jika dikalikan 30 hari sudah mencapai 1,5 juta, lebih besar dari UMK di Jogja sendiri. Mereka juga mengakui klo mengemis ini lebih menguntungkan dari segi finansial biarpun dipandang remeh oleh orang2 lain. Ya aku mau bilang apa klo mindset mereka udah kek gitu.

Pengemis anak flickr ppinantes 1Tapi yang paling bikin ngenes buatku bukan masalah mereka yang tidak lagi peduli dengan harga dirinya sendiri, yang paling bikin aku sebel sama mereka klo ada pengemis yang ngajak bayinya buat ngemis. Apa salah bayi itu sampai harus dibawa berpanas2 kehujanan cuma buat mencari belas kasihan untuk keuntungan si pengemis? Mereka butuh perlindungan yang layak sebagaimana bayi2 lainnya.

Please dong dinas sosial dan dinas trantib, klo memang pengemis mau ditegasi dengan pemberian sanksi, tolong khusus pengemis yang membawa bayi diberi sanksi yang lebih berat, karena mereka sudah melakukan eksploitasi terhadap anak untuk kepentingan mereka sendiri

2 pemikiran pada “Pengemis”

  1. Selamat hari jumat, hari kemisnya udah lewat mas… 😀
    nek bayi akeh sing disewo… kasih obat turu, beres…. bayine ra rewel

    Balas

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini