Baru bilangan hari kemarin sejak foto Pak Maman diunggah di FB pada peringatan hari guru yang kemudian di respon oleh Anies Baswedan selaku Mendikdasmen dengan mendatangi beliau.
Sejak terpilih untuk menakhodai pendidikan di Indonesia beberapa program Pak Menteri aku rasa cukup memberikan penyegaran terhadap keberadaan guru yang seolah sudah terlupakan oleh masyarakat dewasa ini.
Sudah bukan sebuah rahasia jika kebanyakan pahlawan tanpa tanda jasa yang memiliki penghasilan jauh dibawah UMR, mereka adalah guru2 honorer yang mengabdikan diri pada pendidikan kita. Jika ditelaah dengan kewajiban harus berpendidikan S1, linier, wajib ikut sertifikat pendidik, dibandingkan dengan buruh maka kondisi keuangan guru sangat memprihatinkan.
Bukankah sudah ada sertifikasi? tunjangan daerah? inpassing?
Betul, tapi perlu dicatat, ketiga program penyejahteraan guru tersebut juga tidak bisa begitu saja didapatkan oleh guru honorer, terutama yang baru mengabdi dan berstatus GTT. Sertifikasi & inpassing harus terlebih dahulu memenuhi kuota 24 jam mengajar, sehingga yang terjadi banyak guru yang lompat sana sini mengajar antar sekolah untuk memenuhi beban mengajar. Tunjangan daerah, mungkin ada beberapa yang cukup longgar, tapi di tempatku sendiri butuh beberapa tahun mengabdi sebelum mendapatkan tunjangan sebesar 200ribu per bulan asalkan memenuhi 6 jam tatap muka per minggu.
Kebanyakan sistem penggajian guru honorer sesuai jam mengajarnya, itupun dihitung minggu pertamanya saja, 3 minggu sisanya biasanya statusnya relawan mengajar, beberapa sekolah menambahkan variable uang kehadiran, pengabdian dll, sehingga pendapatan guru tidak kecil2 amat.
Sebagai seorang yang dituntut profesionalisme nya, guru harus membuat RPP, program harian, program semester, program tahunan, dan masih banyak administrasi guru yang harus diselesaikan, belum ditambah jika mendapat tugas tambahan dari sekolah. Dan jangan lupa, guru dibayar untuk mendidik siswa siswinya.
Tapi yang terjadi, guru dibayar per jam mengajar
Wajar lah, paling guru honorer, mengajar cuma 2-3 hari sekali, masak minta gaji penuh seperti buruh? Ada yang salah disini, guru adalah seorang arsitek yang merancang masa depan anak agar lebih baik, proses merancang itu melekat pada tindak tanduk, ucapan, perbuatan, pembuatan administrasi dan mempersiapkan materi / metode pengajaran di kelas. Disini peran guru adalah sebagai sistem analis, pendidik, implementator, evaluator, bukan hanya sebatas mengajar. Ada proses yang tidak terpisahkan sebelum dan pasca jam mengajar yang harus diselesaikan guru berkaitan dengan transfer ilmunya di dalam kelas. Dan guru, tidak hanya dinilai oleh masyarakat dari saat ia berada di dalam kelas dengan siswa siswinya, tetapi mulai dari sejak bangun pagi sampai kembali ke tempat tidurnya. Guru dituntut menjadi teladan, bukan hanya di dalam pagar sekolah tetapi juga di lingkungan manapun ia berada.
Pendidikan itu harusnya gratis dan bisa dinikmati siapa saja
Betul sekali, dan biaya pendidikan seharusnya menjadi tanggungan pemerintah, pun dengan kemampuan pemerintah, tetap saja selalu ada biaya yang dibebankan pada rakyat selaku konsumen pendidikan, karena biasanya dana pemerintah digunakan untuk keberlangsungan proses belajar mengajar. Mem-PNS-kan semua guru honorer untuk menjamin kesejahteraan? bisa terkuras habis APBN negeri ini. Sementara sekolah karena bukanlah sebuah institusi bisnis yang mendatangkan keuntungan finansial hanya mampu membayar gaji guru honorer per jam mengajarnya. Akhirnya guru hanya datang kalau ada jam mengajar, selesai mengajar kembali mencari sesuap nasi di tempat lainnya. Lalu pendidikan anak didiknya?
Mari kita sama2 berpikir, saat kita membeli barang, dengan harga mahal dan murah, maka kita punya pilihan, membeli yang mahal dengan jaminan kualitas, atau membeli yang murah dengan kualitas seadanya, yang terjadi guru dibayar murah untuk mencerdaskan & memperbaiki akhlak anak2 kita, sedangkan artis dibayar mahal untuk merusak akhlaknya. Jika memang kualitas pendidikan yang diharapkan, tentu saja harus diimbangi dengan harga yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan tersebut.
Jika buruh saja minta jatah biaya bersolek dan nonton bioskop, kenapa guru honorer bahkan tidak memiliki jatah biaya pengembangan diri maupun mengembangkan metode mengajarnya. Tetap stagnan dengan honor sesuai jam mengajar.
Pada akhirnya kemudian banyak yang tidak tahan dengan menjadi guru honorer itu sah2 saja, jika pendidikan kita tidak sesuai yang diharapkan mau bagaimana lagi? Karena memang kenyataannya guru2 honorer digaji hanya untuk mengajar, bukan mendidik. Semoga Menteri Pendidikan yang baru sekarang bisa menyelesaikan persoalan yang melilit pendidikan di negeri ini.
all of us
:v
:v
Aku pun termasuk di dalamnya.. 😀
bapak curhat =D