Pernah dengar istilah “cacar api”? Mungkin sebagian dari kita lebih familiar dengan nama medisnya: herpes zoster. Tapi karena sensasi panas, nyeri, dan munculnya ruam melepuh yang khas, masyarakat lebih sering menyebutnya sebagai cacar api. Penyakit ini sering bikin salah kaprah karena mirip dengan cacar air biasa, padahal penyebab dan dampaknya bisa sangat berbeda. Yang paling bikin tidak nyaman adalah rasa nyeri terbakar yang menyertai—bahkan bisa berlangsung lama setelah ruamnya hilang.
Kondisi ini paling sering menyerang orang dewasa atau lansia, apalagi yang pernah kena cacar air sebelumnya. Jadi meskipun sudah sembuh dari cacar air bertahun-tahun lalu, bukan berarti kita benar-benar bebas dari virusnya. Virus yang sama, varicella-zoster, bisa “tertidur” di sistem saraf dan aktif kembali sebagai cacar api ketika daya tahan tubuh menurun. Inilah kenapa banyak orang yang sedang stres berat, kurang tidur, atau punya penyakit kronis lebih rentan terkena cacar api.
Bicara soal cacar api, bukan hanya soal ruam dan rasa panas di kulit. Penyakit ini bisa berdampak pada kualitas hidup, pekerjaan, bahkan kesehatan mental. Nggak sedikit penderitanya merasa frustasi karena nyerinya bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Untuk itu, penting banget buat kita memahami cacar api secara utuh—bukan cuma dari gejalanya, tapi juga cara pencegahan, penanganan, dan bagaimana penyakit ini bisa jadi sinyal penting tentang kondisi tubuh kita.
Apa Itu Cacar Api dan Kenapa Bisa Terjadi?
Cacar api terjadi karena reaktivasi virus varicella-zoster, virus yang juga menyebabkan cacar air. Setelah sembuh dari cacar air, virus ini nggak hilang begitu saja, tapi bersembunyi di dalam sistem saraf tubuh. Dalam kondisi tertentu—terutama saat sistem kekebalan tubuh melemah—virus ini bisa aktif kembali dan menyerang jalur saraf tertentu, memunculkan gejala cacar api.
Berbeda dari cacar air yang muncul menyebar di seluruh tubuh, cacar api biasanya terbatas di satu sisi tubuh dan mengikuti pola saraf, seperti garis di punggung, dada, atau wajah. Inilah yang bikin namanya dikenal sebagai “api”—karena rasanya benar-benar panas dan menyengat, seolah terbakar dari dalam.
Data Kementerian Kesehatan RI pada 2023 mencatat bahwa kasus herpes zoster meningkat signifikan di kalangan usia 40 tahun ke atas. Sekitar 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia berisiko mengalami cacar api dalam hidupnya, terutama jika memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, kanker, atau sedang menjalani kemoterapi.
Gejala Cacar Api: Bukan Sekadar Ruam
Cacar api dimulai dengan rasa nyeri, kesemutan, atau sensasi terbakar di satu area tubuh, beberapa hari sebelum ruam muncul. Ini sering membuat orang salah paham—disangka sakit otot atau nyeri punggung biasa. Setelah itu, barulah muncul bintil-bintil berisi cairan yang berkelompok dan menyebar mengikuti jalur saraf.
Gejala lain yang sering menyertai antara lain:
-
Demam ringan
-
Sakit kepala
-
Kelelahan
-
Kulit menjadi sangat sensitif bahkan terhadap sentuhan ringan
Yang jadi masalah utama bukan hanya ruamnya, tapi komplikasi setelah ruam hilang. Salah satu yang paling menyebalkan adalah postherpetic neuralgia—nyeri saraf yang bisa bertahan selama berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Ini terjadi karena saraf yang rusak akibat infeksi virus sulit pulih sempurna.
Siapa yang Rentan Terkena Cacar Api?
Cacar api tidak menular seperti cacar air, tapi bisa terjadi pada siapa saja yang pernah terkena cacar air. Namun risikonya meningkat pada kelompok tertentu:
-
Usia di atas 50 tahun
-
Orang dengan sistem imun lemah (pasien kanker, HIV, atau pengguna obat imunosupresif)
-
Orang yang mengalami stres berat atau kelelahan kronis
-
Pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes atau gagal ginjal
Bahkan orang muda bisa terkena jika daya tahan tubuhnya sedang drop, seperti saat habis begadang terus-menerus atau pola makan buruk. Di sinilah pentingnya menjaga gaya hidup sehat sebagai bentuk pencegahan alami.
Apakah Cacar Api Bisa Menular?
Secara teknis, virus varicella-zoster bisa menular, tapi bukan dalam bentuk cacar api ke cacar api. Yang terjadi adalah: jika seseorang yang belum pernah kena cacar air atau belum vaksin cacar air terpapar cairan dari bintil cacar api, mereka bisa kena cacar air, bukan cacar api.
Oleh karena itu, penderita cacar api tetap harus menjaga kebersihan luka dan menghindari kontak langsung dengan bayi, ibu hamil, atau orang dengan imun lemah. Penularan ini biasanya terjadi lewat sentuhan langsung atau barang yang terkontaminasi cairan dari luka melepuh.
Penanganan: Jangan Tunggu Sampai Terlambat
Penanganan cacar api sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Semakin cepat diobati, semakin kecil risiko komplikasinya. Dokter biasanya akan meresepkan:
-
Antivirus (seperti acyclovir) untuk menekan perkembangan virus
-
Obat nyeri seperti parasetamol atau gabapentin
-
Krim atau lotion untuk meredakan gatal
-
Kompres dingin untuk mengurangi rasa panas
Penting juga untuk istirahat total, konsumsi makanan bergizi, dan menghindari stres selama masa pemulihan. Jangan nekat memecahkan bintil karena bisa menimbulkan infeksi sekunder dan bekas luka permanen.
Pencegahan Terbaik: Vaksinasi dan Gaya Hidup Sehat
Di beberapa negara maju, vaksin herpes zoster menjadi standar untuk lansia. Di Indonesia, vaksin ini sudah tersedia di beberapa rumah sakit besar dan klinik imunisasi, walau belum masuk dalam program vaksinasi gratis. Vaksin direkomendasikan untuk usia 50 tahun ke atas atau orang yang memiliki risiko tinggi terkena komplikasi.
Namun selain vaksin, menjaga sistem kekebalan tubuh tetap prima adalah bentuk pencegahan paling murah dan realistis. Ini bisa dilakukan dengan:
-
Tidur cukup minimal 7 jam
-
Konsumsi makanan tinggi antioksidan (sayur, buah, kacang-kacangan)
-
Rutin berolahraga ringan
-
Mengelola stres melalui meditasi atau hobi
Ketika Nyeri Bukan Sekadar Sakit Biasa
Cacar api sering disepelekan karena orang menganggap itu cuma “cacar versi dewasa”. Padahal dalam kasus tertentu, bisa menyebabkan komplikasi serius seperti gangguan penglihatan jika menyerang area mata, infeksi sekunder pada kulit, bahkan kelumpuhan lokal. Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 1 juta kasus cacar api terjadi setiap tahun dan sebagian besar membutuhkan perawatan medis intensif.
Maka penting bagi kita untuk peka terhadap gejala awal dan segera mencari pertolongan medis jika mencurigai terkena cacar api. Jangan tunggu ruam menyebar atau nyeri makin parah, karena waktu sangat berpengaruh pada efektivitas pengobatan.
Dengarkan Sinyal Tubuhmu, Jangan Abaikan Nyeri
Cacar api bukan cuma soal ruam dan rasa terbakar—ia adalah sinyal bahwa tubuh sedang dalam kondisi tidak optimal. Bisa jadi karena kelelahan, stres, atau daya tahan tubuh yang melemah diam-diam. Lewat penyakit ini, tubuh sebenarnya sedang “berteriak” untuk istirahat dan diperhatikan.
Kalau kamu atau orang terdekatmu menunjukkan gejala seperti yang disebutkan tadi, jangan anggap enteng. Konsultasikan ke dokter, jaga pola hidup, dan pertimbangkan vaksinasi jika berada dalam kelompok risiko. Cacar api memang menyakitkan, tapi bukan sesuatu yang tak bisa dicegah atau ditangani dengan tepat.
🔥 Yuk, lebih peduli dengan kesehatan tubuh sendiri! Kenali gejala cacar api sejak awal, dan ubah gaya hidup menjadi lebih sehat sebelum terlambat.