Beberapa hari kemarin santer berita tentang pemblokiran 22 situs islam oleh pemerintah. Dalih pemblokiran tersebut adalah untuk menanggulangi terorisme. Toh ini bukan zaman Siti Nurbaya, dimana informasi tidak lah mudah didapatkan.
Alibi tersebut terasa sangat dangkal ketika salah satu yang diblokir adalah sebuah website lembaga organisasi Islam yang sudah cukup lama ada di Indonesia, sumbangsihnya menurutku pun tidak kalah dengan organisasi nasional lainnya.
Hidayatullah.com adalah salah satu situs yang diblokir tersebut, setahuku, website yang juga dimiliki ormas penerbit majalah Hidayatullah ini punya banyak program pro rakyat dan turut meningkatkan kecerdasan bangsa. Punya rumah sakit, sekolah dan pondok pesantren, dan entah program apa lagi yang digulirkan ditengah masyarakat. Apa iya sebuah organisasi sebesar itu akan mencoreng mukanya sendiri dengan mendukung tindakan terorisme maupun parasitisme? Sementara disisi lain, mereka berdiri tegak untuk mendukung kemajuan bangsa agar menjadi lebih baik.
Bukan isapan jempol bahwa mereka yang berdiri di belakang Yang Mulia Presiden adalah orang2 yang memiliki latar belakang berseberangan dengan pemahaman keislaman dengan website2 tersebut. Maka aku sendiri pun akhirnya merasa bahwa ada permainan akal bulus yang telah dilancarkan setelah dukungan mereka menjadi penguasa negeri ini.
Betapa mudah, murah dan cepat proses pemblokiran tersebut, seolah tidak mengindahkan norma hukum yang berlaku di negeri ini. Jika pelakunya adalah oknum, mungkin bisa saja hal tersebut segera dilaksanakan, efek sampingnya mungkin minim, meskipun tetap tidak dapat dibenarkan secara hukum, tetapi karena ini menyangkut nama baik organisasi masyarakat yang telah lama berjuang mengisi kemerdekaan kok ya ketoke setupid banget cara perlakuannya.
Aku berharap, pemerintah dan presiden lebih berhati2 dalam bertindak, lebih bijaksana mengambil keputusan karena keputusan njenengan semua akan berdampak pada perjalanan bangsa ini selama 5 tahun ini.
Apa yang terjadi dengan negeriku. entahlah. Semoga kebijakan yang diambil melalu proses “pemikiran” terlebih dahulu
sepertinya semua serba pesanan mbak