Foodbank of Indonesia, menyelenggarakan kampanye berjudul Bikin Dapur Ngebul bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, serta didukung oleh JNE, Superindo dan MasakTV. Acara yang digelar di Kebun Pangan Komunitas Kembangan, Jakarta Barat ini dilakukan secara hybrid, selain dihadiri oleh Direktur Pemasaran Produk Kelautan dan Perikanan KKP, acara ini juga dihadiri secara virtual oleh Dekan FTP UGM, Presiden Direktur JNE, serta GM Superindo.
Data Kelaparan Balita Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa riset FOI di tahun 2020 kemarin menunjukkan 27% anak balita di Indonesia berangkat sekolah dalam keadaan perut lapar karena tidak sarapan. Angka ini melonjak tajam di wilayah perkotaan dimana 4-5 dari 10 balita tidak mendapatkan sarapan di pagi hari. Pada data Kementerian Kesehatan tahun 2018, 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting, atau masalah gizi. Nah masalah gizi ini tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi orang tua dalam menyediakan makanan tetapi juga keterbatasan orang tua untuk menyiapkan makanan bergizi. Orang tua seringkali lupa bahwa di masa pertumbuhan anak sangat membutuhkan asupan nutrisi dan gizi yang baik untuk mendukung tumbuh kembangnya. Oleh karena itu FOI, menggandeng berbagai pihak yang memiliki perhatian terhadap masalah gizi anak di Indonesia untuk bekerjasama dalam memerangi kelaparan balita dan gizi buruk.
Indonesia Kaya Akan Sumber Omega 3
Dalam kesempatan tersebut, Direkut Pemasaran Produk Kelautan dan Perikanan, Machmud, SP, M.Sc melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Ketua Yayasan Lumbung Pangan Indonesia, Wida Septarini. Dirjen PDSPKP KKP yang diwakili Pak Machmud menyebutkan, “Kampanye Bikin Dapur Ngebul menjadi sebuah contoh sebuah aksi untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dengan sehat. Salah satunya dengan pemberian olahan ikan bagi anak karena ikan memiliki banyak manfaat seperti untuk perkembangan otak anak. Selain itu, ikan mudah didapatkan dengan harga terjangkau”
Sebagai informasi, Indonesia memiliki kandungan ikan ber-omega 3 lebih tinggi dari ikan Salmon. Tepatnya adalah ikan kembung, ikan lokal Indonesia ini memiliki gizi yang jauh lebih tinggi di banding ikan salmon, selain itu, kandungan omega 3 dalam ikan salmon bisa digantikan oleh ikan Tuna dan Sarden yang juga banyak hidup di perairan Indonesia. Mungkin ada yang belum tahu, Indonesia adalah pengekspor ikan tuna terbesar di dunia lho Selain itu, semua jenis ikan memiliki kandungan omega 3 yang lebih baik dibanding jenis hewan lain, ikan laut memiliki kandungan omega 3 paling tidak 20% sedangkan ikan air tawar memiliki kandungan omega 3 sekurang-kurangnya 15%. Ini lebih tinggi dibanding produk hewani dari hewan ternak dan unggas, sebagai contoh kandungan omega tiga pada daging berkisar 8%. Oleh karenanya, Indonesia sebagai negara maritim, diberkahi dengan kekayaan alam melimpah dengan lebih dari 3000 jenis ikan laut dan 1000 jenis ikan air tawar, tentu sangat tepat jika menggelorakan kembali gerakan makan ikan, sebagaimana telah menjadi bagian dari gerakan Gemarikan (gerakan gemar makan ikan)
Bikin Dapur Ngebul
Sementara itu, Prof Eni Hermayani selaku dosen FTP UGM menyebutkan, perubahan makanan dalam sejarah manusia berkembang begitu pesat, pada awal sejarah manusia, makanan dibutuhkan untuk kebutuhan survival dan pemenuhan kalori. Seiring berjalan waktu, orang mulai memikirkan kebersihan, keamanan dan rasa makanan, lebih jauh lagi orang mulai peduli terhadap nutrisi dan kebutuhan kalori harian. Dan saat ini makanan digunakan untuk mengoptimalkan kebutuhan harian kita beraktifitas atau istilahnya Nutrigenomics. Orang tua perlu memperhatikan kebutuhan nutrisi anak, dan kampanye Bikin Dapur Ngebul ini sangat baik, karena tidak sekedar memberikan perhatian pada gizi anak tetapi juga bagaimana anak bisa berinteraksi dengan orang tua yang sedang memasak makanannya. Sehingga menjalin kedekatan antara orang tua dan anak Prof Eni menyoroti masalah gizi anak di Indonesia, bukan hanya gizi buruk, tetapi juga gizi kurang. Berbeda dengan gizi buruk yang umumnya terjadi karena ketidaktersediaan makanan bergizi, gizi kurang lebih banyak terjadi karena salah pola asuh orang tua dalam memilihkan makanan untuk anak.
Orang tua lebih suka menggunakan makanan instan untuk memenuhi kebutuhan lapar anak, mereka seringkali tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi anak dalam tumbuh kembang, maka kita jamak melihat anak kecil yang jarang suka makan sayur-sayuran, karena dari kecil ditanamkan kebiasaan mengkonsumsi makanan olahan yang cepat saji oleh orang tua. Hal ini dapat menimbulkan penyakit degeneratif yaitu kekurangan mikronutrien, si anak mungkin kenyang tetapi secara nutrisi ia masih lapar karena kekurangan beberapa nutrisi tertentu yang seharusnya bisa diperoleh dari orang tua. Oleh karenanya penting bagi keluarga menghidupkan kembali budaya memasak di dapur, karena bagaimanapun proses bertahan hidup dan tumbuh kembang anak dimulai dari dapur, dari apa yang mereka konsumsi. Orang tua punya peran signifikan dalam memperkenalkan bahan pangan, jenis makanan yang baik dan sehat untuk dikonsumsi serta mengajarkan pada anak bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Tidak hanya sekedar kenyang, dan inilah mengapa kampanye Bikin Dapur Ngebul sangat perlu didukung
Fakta Pengabaian Makanan di Indonesia
Sementara itu Prof Ahmad Sulaiman selaku Duta FOI dan pakar Lumbung Pangan Indonesia menyatakan. Meski Indonesia punya potensi pangan yang luar biasa, tetapi banyak masyarakat yang abai dan terkenal dengan kebiasaan membuang makanan. FYI, Indonesia adalah negara kedua dengan tingkat membuang-buang makanan terbanyak di dunia, tahu berapa jumlah makanan yang dibuang di Indonesia per tahun? setidaknya, masyarakat Indonesia membuang 300 kg makanan perkapita per tahun, angka ini secara akumulatif berarti ada 13 juta ton makanan yang terbuang percuma di Indonesia. Dan Indonesia hanya kalah dari Arab Saudi yang membuang 400 kg per kapita pertahun. Padahal dengan angka 13 juta ton tersebut, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan makan 8 juta orang selama satu tahun penuh, bayangin gengs. Di tingkat global, 1/3 makanan terbuang percuma dengan nilai 1 triliun dolar. Memang ada masalah di bagian hulu dimana makanan terbuang sebelum sempat dihidangkan, misalnya gagal panen, bahan pangan membusuk akibat teknologi pengolahan dan penyimpanan kurang tepat, proses delivery makanan yang terhambat masalah infrastruktur. Tetapi tidak kalah penting, juga kebiasaan masyarakat Indonesia tidak menghabiskan makanan dengan baik, sehingga menyisakan makanan yang terbuang. Padahal di negara-negara Eropa sudah mulai menerapkan denda untuk makanan resto yang tidak dihabiskan pengunjung.
Berangkat dari hal-hal tersebut di atas, tepat kiranya jika FOI menyelenggarakan kampanye Bikin Dapur Ngebul, apalagi dengan didukung JNE, Superindo dan MasakTV. Masyarakat Indonesia perlu kembali memberdayakan pangan lokal, memastikan makanan untuk anak bernutrisi dan tentunya akan semakin mendekatkan hati antara anak dan ibu, bagaimanapun juga, setelah kita dewasa pun selalu ingat, tidak ada makanan yang lebih lezat selain masakan ibu di rumah.
Kalau masih dalam masa pertumbuhan, pemilihan gizi dan nutrisi makanan untuk anak-anak memang perlu diperhatikan. Walaupun lauknya sudah ikan, kadang masih ditambah juga dengan mengkonsumsi minyak ikan biar makin josss pertumbuhannya
bener mas, emang ortu punya peran penting soal pemilihan gizi dan nutrisi anak ya 😀