Melihat apa yang dikemukakan seorang dosen pekok tentang dana ibadah haji dan diamini oleh seorang pioner survey kok aku jadi merasa gerah yah, apalagi denger2 om presiden kok malah setuju dana haji dialokasikan buat investasi infrastruktur.
Memang dana ibadah haji saat ini jumlahnya fantastis, ratusan triliun rupiah, hal ini dikarenakan banyaknya minat umat muslim untuk beribadah di tanah suci tapi apa daya kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi tidak kunjung ditambah, akibatnya terjadi antrian pemberangkatan jemaah haji sampai hampir sepuluh tahun yang akan datang.
Lucu apabila dana haji dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, perumahan rakyat atau pembangunan lain lain di negara ini. Pertama, duit haji itu adalah duit pribadi bukan duit negara yang setiap calon jamaahnya mengumpulkannya dengan cara yang berbeda-beda, ada yang rela menjual tanahnya, ada yang menabung puluhan tahun, ada kalangan berada, ada orang-orang miskin yang ingin sekali bertamu ke rumah suci Allah di Makkah dan Madinah. Elu mau ngerampok duit penjual keliling yang menabung puluhan tahun? ngerampok duit tukang tambal ban dengan dalih untuk kesejahteraan negara? alasan banci macem apa yang bakal lu pake buat menjustifikasi perampokan kaum marginal yang elu lakukan?
Sudah cukup ada slogan orang miskin dilarang kuliah, jangan sampe ada pameo orang miskin dilarang beribadah haji!
Kedua, dana haji tersebut jelas peruntukkannya adalah untuk memenuhi hajat pribadi setiap orang yang ingin pergi haji, bukan sebagai saham, zakat atau sumbangan untuk negara. Jadi aneh jika negara tiba tiba merasa punya hak untuk menggunakan dana tersebut untuk kemakmuran bangsa. Hello, bukankah negara memiliki pendapatan sendiri, dari pajak-pajak yang dikumpulkan dari seluruh negeri, dari deviden BUMN dan BUMD, dari berbagai sektor yang menghasilkan keuntungan dan sudah legal dikelola oleh negara untuk kemaslahatan masyarakatnya.
Ketiga, konyol menyamakan nilai ibadah pergi haji dengan sedekah. Kedua hal tersebut memang merupakan ibadah yang sangat utama di mata Allah, tetapi bukan berarti kita harus merelakan duit yang kita kumpulkan untuk melakukan ibadah kepada Tuhan menjadi melakukan ibadah muamalah kepada manusia lain. Ini sama halnya dengan menyuruh orang berhenti melakukan sholat dan mengalokasikan waktunya untuk membersihkan lingkungan sekitar yang jelas kelihatan hasilnya dan bermanfaat bagi sesama.
Daripada elu jengkang jengking 5 menit sebanyak 5 x sehari mending lu bersihin sampah diseputar rumah elu selama dua puluh lima menit, toh itu juga bernilai ibadah, lebih bermanfaat pula buat orang lain.
Hanya orang orang tolol yang akan memberikan argumentasi rendahan semacam itu. Di kalangan umat beragama, apapun agamanya tentu ada yang namanya hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia, hubungan vertikal dan horizontal. Kedua hubungan ini sifatnya saling melengkapi, bukan saling meniadakan.
Orang yang setiap hari sholat belum tentu masuk surga jika hidupnya tidak memberikan manfaat sama sekali bagi orang disekitarnya, dalam islam hal itu sudah merupakan rambu-rambu yang telah dipahami umat muslim. Tapi bukan berarti bahwa orang yang selalu menolong orang lain dan melupakan rasa syukur pada Tuhannya bahwa hidupnya di dunia adalah karunia dari sang pencipta otomatis juga akan masuk surga, itu juga sama mustahilnya.
Tuhan memberikan waktu 24 jam pada setiap manusia, sama ukurannya, waktu selama itu bisa kita gunakan untuk berbagai macam hal, untuk ibadah vertikal, ibadah horizontal maupun sekedar beristirahat, mempelajari hal baru, atau apapun hal yang ingin kita kerjakan. Mau dipakai tidur terus 24 jam tidak bagus, belajar seharian penuh tidak bermanfaat, dipake sholat sehari semalam juga kecapekan, dipake kerja seharian otomatis drop.
Jadi, menurutku logikanya ngawur aja jika mempersamakan persepsi uang haji mending dialokasikan buat bantu orang lain bangun rumah, bukan berarti hal itu haram lho ya! Klo yang bersangkutan memang ikhlas dan melihat hal tersebut lebih perlu didahulukan, bahwa membantu kesusahan orang lain lebih utama dibanding keinginannya mencium Kabah ya tidak masalah, tetapi memaksa seluruh dana haji untuk alokasi pembangunan infrastruktur itu jelas masalah besar.
Hal itu hanya menandakan ketidakbecusan rezim yang ada dalam mengelola keuangan negara. Sesuatu yang selalu gagal mereka tambal kebocorannya dan memilih untuk menjadikan rakyat sebagai sasaran tembak akibat ketidakmampuan mereka sendiri.
Duh duh mau dibawa kemana negara ini, ngenesss ya uang Haji dibuat hal lain. apalagi kalau dimasukkin dalam bank kan berbunga2 trus kalau digunakan infrastruktur bearti ada “sistem” terorganisir yang mengatur. Uhuk.
iya mbak, repot tenan klo pemrentahannya kek gitu
memang banyak ngawurnya, katanya agama urusan pribadi, apalagi soal nikah beda agama, tapi kok kalo urusan uang pemerintah boleh ya ikut campur, padahal jelas itu uang pribadi. Kelihatan kan yg bicara orangnya seperti apa.
Agak ketinggalan berita…
Setuju sekali dengan tulisan ini. Si Bapak Dosen udah beberapa kali 'berulah' dengan ucapannya
Sangat setuju dengan ulasan ini…
Tapi heran ya mas, klo ada dosen bikin geger di masyarakat gitu g ada sanksi dari almamaternya
Secara keseluruhan saya sependapat dengan pandangannya Mas Priyo.
Ibadah Haji adalah bagian dari rukun Islam atau pilar-pilar Islam. Maka bagi yang meragukan soal ibadah haji ini patut dipertanyakan ke-Islam-annya.
Ibadah haji adalaah urusan private / personal, sedangkan kesejahteraan rakyat adalah urusan negara dan menjadi tanggung jawab negara, bukan dibebankan kepada masing-masing individu, apalagi kepada mereka yang mau berangkat ibadah haji / umrah.
Bodohnya pernyataan dosen koplak dan pioner survey ini dikiranya uang naik haji itu pakai dana pemerintah kali ya.. sehingga bisa dialihkan buat pembangunan jalan dan kesejahteraan rakyat miskin.
Uang milik para haji / umrah adalah hak masing-masing pemilik tersebut.. terserah mau dipake untuk apa, … eh lha kok ada yang bikin opini koplak menganjurkan untuk ‘merampok’ uang mereka (para calon haji/umrah) demi kepentingan rakyat katanya. Mereka berteori atas nama kapitalislam.
Mereka nyinyir dengan menyamakan ibadah haji dengan kegiatan turis melancong ke luar negeri.
Kalo mau fair … coba buka data berapa banyak turis di Indonesia yang melancong ke Eropa setiap tahunnya. Melancong untuk bersenang-senang, bukan beribadah.
Saya baca di sini: http://travel.kompas.com/read/2014/10/14/152300527/Tiap.Tahun.8.9.Juta.Turis.Indonesia.Melancong.ke.Eropa
Ada 8,9 Juta Turis Indonesia ke Eropa Per Tahun!
Itu baru Eropa, belum bicara skala Asia, Australia, Amerika, dan Afrika.
Faktanya … jumlah yang melancong ke luar negeri jauh lebih banyak daripada yang beribadah ke Mekah setiap tahunnya.
Kalo mau fair, mestinya ranah “melancong” itu yang perlu mereka kritik, bukan menyasar ke orang-orang yang menabung keras dan berdarah-darah mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk beribadah haji sbg bentuk totalitasnya kepada Allah Yang Maha Kuasa.
itu dia mas, klo mereka naik haji pake duit negara sih, monggo saja negara mau mengalokasikannya buat kepentingan umum yang lebih urgent, tapi ini kan duit pribadi, bukan duit yang bisa dikorupsi bareng-bareng dengan dalih kesejahteraan rakyat
Sependapat sekali. Oh ternyata Ade Armando itu dosen ya? Ckckck….. Ngenes bgt.
dosen UI klo gak salah mbak
Dosen di Universitas Paramadhina mas Priyo
Di beberapa media ditulis ade armando dosen UI dan paramadina juga mbak