Pemilu legislatif telah selesai dilakukan, beberapa daerah masih melakukan pemungutan suara ulang karena ada permasalahan yang terjadi, bukan hanya putri saja yang bisa tertukar di sinetron, tapi surat suara juga.
Distribusi logistik pemilu di daerah pinggiran sering kali terkendala masalah medan yang sangat berat. Ya memang ini permasalahan utama negeri ini, infrastruktur yang berat sebelah, semua serba jakarta yang diurusin, sementara kampung nelayan di pinggiran papua tidak akan menjadi soal klopun masih akan tetap kumuh, susah dijangkau bahkan sampe satu dekade mendatang.
Anggaran dana pemilu memang besar, digunakan untuk pengadaan barang logistik baik surat suara, formulir2 pendukung, tinta dan lain sebagainya. Apakah hasilnya maksimal? Oh tentu seperti biasa, mimpi kali ye
Sebenarnya ada terobosan yang bisa kita lakukan sebagai makhluk Indonesia terhadap kepemiluan ini. Solusinya ada di tangan kita semua, ya sebuah senjata bernama hape, henpon, seluler.
Berapa puluh juta orang Indonesia yang sudah memegang hape? Banyak. Meski tidak seluruhnya dan tidak merata di seantero pelosok nusantara. Tapi setidaknya, jumlah ini adalah potensi untuk dilirik KPU dalam meng-IT-kan pemilunya.
Pemilihan umum seharusnya bisa saja dilakukan menggunakan hape untuk menghemat biaya pengadaan logistik, tapi ya kita butuh server yang punya kemampuan mampu melakukan penanganan puluhan juta query dalam satu hari. Atau kalo memungkinkan gak masalah kok dibikin pemilu selama seminggu, toh gak akan mbayar biaya uang lelah KPPS dan para panitia pemungutan suara :))
Proses pemungutan suara dapat menggunakan beberapa cara, pertama dengan web based baik desktop/mobiles, kemudian via sms operator, cukup ngetik *123# misalnya ntar dapet menu pilihan 1-5 mau pilih DPR-DPRD1-DPRD2-DPD-GOLPUT, habis itu baru dikasih pilihan partai, dan kemudian tampilan nomer urut caleg sesuai partai pilihan. Yang ketiga menggunakan applikasi hapeh baik android, windows phone atau iphone. Yang terakhir menggunakan sarana social media yang ada, twitter, facebook, atau aplikasi mobile chat seperti BBM/whatsapp.
Lah gimana cara verifikasi pemilihnya klo metodenya semacam itu???
Kita kan udah pada ngerekam data di e-KTP, nah data utama pemilihnya berasal dari data hasil perekaman e-KTP yang entah sampai sekarang sudah digunakan buat ngapain aja sama pemerintah. Setahu aku cuma dipake bank untuk keperluan verifikasi nasabah waktu ngambil duit.
Dari data e-KTP, sistem langsung dapat mengetahui dia berada di dapil mana, siapa saja caleg yang berada di dapilnya dan bisa dia pilih, gak lucu kan klo alamatku sleman dikirimin daftar caleg DPRD maluku utara.
Proses verifikasi suara dengan menggunakan nomer NIK pada KTP dan nomer token yang dikirimkan langsung via seluler, email, atau secara manual lewat undangan via pemerintah setempat. Dengan adanya token ini, sebuah nomor NIK hanya dapat melakukan satu kali pemungutan suara. Jadi jangan kuatir klo dia bakalan milih berkali2 menggunakan beberapa sarana yang disediakan.
Penghitungan suara juga bisa berlangsung lebih cepat karena tidak butuh quick count, bisa langsung diakses di website KPU secara realtime, bahkan lembaga survei bisa gulung tikar karena gak bisa mengira2 hasil pemilihan di TPS2 terdekat.
Disisi server, setelah hari pemungutan berakhir maka sistem bisa langsung melakukan konversi data untuk memunculkan siapa caleg yang lolos ke kursi parlemen dan yang tidak.
Pun, pelaksanaan secara menyeluruh hampir dipastikan tidak akan dapat terjadi dalam waktu 5 tahun mendatang. Alasannya masih sama klasiknya. Infrastruktur, kesenjangan sosial & birokrasi.
Infrastruktur karena jaringan2 seluler hanya tersedia dengan sinyal mumpuni di pulau jawa dan sekitarnya. Dan tidak semua pemilih memiliki hape untuk melakukan pemilihan langsung. Tetap pemerintah harus menyediakan TPS untuk mereka2 yang tidak memiliki akses terhadap teknologi. Sementara untuk orang2 sepuh yang tidak pernah bersentuhan dengan teknologi mungkin akan gagap jika harus memilih dengan media asing, terpaksanya dibantu petugas maka proses pemilihan menjadi tidak lagi rahasia.
Dari segi administrasi pemerintahan, proses demokrasi ini membutuhkan dukungan prima terutama dari instansi kependudukan. Ketika seorang pemilih meninggal dunia, seberapa cepat sistem mampu menghapus hak pilihnya, atau ketika seseorang pindah domisili, seberapa cepat sistem mampu beradaptasi dalam menampilkan daftar caleg sesuai domisili terbarunya. Semua ini butuh informasi real time dari dinas kependudukan terkait, setidaknya mulai dari level kecamatan ke atas.
Yah, perjalanan meng-IT-kan proses demokrasi di negeri ini masih sangat jauh rasanya, tapi bukan sesuatu yang tidak mungkin, bahwa terobosan2 semacam ini kelak akan muncul ke permukaan, memotong arus birokrasi yang mengambil keuntungan atas ketidaktahuan masyarakatnya
Priyo Harjiyono iyo bener bener
apik malah mas, sik nampa duit ning ora nyoblos sik ngekei iso langsung konangan :))
sebenarnya bisa, tp menjadi tidak LUBER hanya LUBE, Rahasianya kagak. karena dari nomor NIK bisa langsung ketahuan siapa milih siapa