Love Language Anak

Memahami love language anak dapat membantu orang tua memberikan kasih sayang secara tepat sehingga anak merasa benar-benar dicintai. Ini juga membantu memperkuat hubungan emosional antara orang tua dan anak, yang sangat penting dalam berbagai tahapan perkembangan mereka, baik dalam membangun rasa percaya diri, kemampuan bersosialisasi, maupun daya tahan emosional ketika menghadapi tantangan.

Bimbel Sinotif sebagai salah satu personalized online learning course di Indonesia, berupaya memberikan layanan terbaik tidak hanya bagi peserta didiknya saja, tetapi juga orang tua agar dapat memberikan dukungan yang lebih sesuai dengan kebutuhan putra putrinya di rumah. Oleh karenanya, Sinotif bersama Riksa Suci Imaniah, M.Pd menggelar sesi webinar untukmemberikan wawasan pada orang tua agar dapat memenuhi kebutuhan anak dalam setiap tahap perkembangan.

Ketika berbicara tentang perkembangan anak, selain jarang orang tua memahami apa love language anak, orang tua sering dihadapkan pada tantangan memahami kebutuhan emosional anak yang terus berubah sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya. Salah satu teori yang dapat membantu orang tua memahami kebutuhan ini adalah teori perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson. Teori ini menjelaskan delapan tahap perkembangan manusia, masing-masing dengan konflik atau tantangan yang harus diselesaikan untuk mencapai keseimbangan emosional dan sosial yang sehat.

Informasi teori ini disampaikan oleh Riksa Suci Imaniah, M.Pd dalam sesi webinar bersama  agar

Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson

Teori perkembangan psikososial menurut Erik Erikson adalah salah satu teori psikologi yang menjelaskan tahapan perkembangan manusia sepanjang hidupnya. Erikson percaya bahwa setiap individu melalui delapan tahapan perkembangan psikososial, di mana setiap tahap melibatkan konflik atau tantangan utama yang harus diatasi untuk mencapai perkembangan yang sehat. Konflik-konflik ini berkaitan dengan aspek psikologis individu dan interaksinya dengan lingkungan sosial.

tahap perkembangan psikososial erik erikson

Berikut adalah delapan tahapan dalam teori Erikson beserta penjelasannya:

1. Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (Trust vs. Mistrust)

  • Usia: 0–1 tahun (bayi)
  • Krisis utama: Bayi harus membangun rasa percaya kepada orang-orang di sekitarnya, terutama pengasuh utama, seperti ibu atau ayah.
  • Hasil positif: Jika bayi merasa kebutuhan fisik dan emosionalnya terpenuhi (misalnya diberi makan, dihibur, dan dirawat), ia akan mengembangkan rasa percaya pada dunia.
  • Hasil negatif: Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara konsisten, bayi dapat menjadi tidak percaya pada dunia dan orang lain.

2. Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu (Autonomy vs. Shame and Doubt)

  • Usia: 1–3 tahun (balita)
  • Krisis utama: Anak mulai mengeksplorasi dunia dan mengembangkan kemandirian.
  • Hasil positif: Anak yang didukung untuk mencoba hal baru (misalnya belajar berjalan atau makan sendiri) akan merasa percaya diri dan mampu.
  • Hasil negatif: Jika terlalu sering dilarang atau dihukum karena mencoba sesuatu, anak dapat mengembangkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya sendiri.

3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (Initiative vs. Guilt)

  • Usia: 3–6 tahun (usia prasekolah)
  • Krisis utama: Anak mulai mengambil inisiatif untuk bermain, bertanya, atau menyusun rencana.
  • Hasil positif: Jika anak diberikan kebebasan untuk berinisiatif tanpa rasa takut dihukum, ia akan merasa kreatif dan percaya diri dalam mengambil tindakan.
  • Hasil negatif: Jika inisiatifnya sering dihentikan atau dikritik, anak mungkin merasa bersalah dan ragu untuk bertindak.

4. Produktifitas vs. Rasa Rendah Diri (Industry vs. Inferiority)

  • Usia: 6–12 tahun (usia sekolah)
  • Krisis utama: Anak mulai mengembangkan keterampilan dan membandingkan dirinya dengan orang lain.
  • Hasil positif: Jika anak merasa berhasil dalam tugas sekolah atau kegiatan lainnya, ia akan merasa kompeten dan termotivasi untuk belajar lebih banyak.
  • Hasil negatif: Jika ia sering gagal atau merasa kalah dari teman-temannya, ia dapat mengembangkan rasa rendah diri atau minder.

5. Identitas vs. Kebingungan Peran (Identity vs. Role Confusion)

  • Usia: 12–18 tahun (remaja)
  • Krisis utama: Remaja mencari tahu “siapa dirinya” dan bagaimana perannya di dunia.
  • Hasil positif: Jika mereka menemukan jati diri, nilai-nilai, dan tujuan hidupnya, mereka akan merasa memiliki identitas yang jelas.
  • Hasil negatif: Jika mereka merasa bingung atau tidak menemukan jati diri, mereka dapat mengalami kebingungan peran atau krisis identitas.

6. Keintiman vs. Isolasi (Intimacy vs. Isolation)

  • Usia: 18–40 tahun (dewasa awal)
  • Krisis utama: Individu mencari hubungan yang erat dan penuh komitmen dengan orang lain.
  • Hasil positif: Jika mereka berhasil membangun hubungan yang sehat, mereka akan merasakan cinta dan keintiman.
  • Hasil negatif: Jika tidak, mereka mungkin merasa terisolasi dan kesepian.

7. Generativitas vs. Stagnasi (Generativity vs. Stagnation)

  • Usia: 40–65 tahun (dewasa tengah)
  • Krisis utama: Individu berfokus pada kontribusi kepada masyarakat dan generasi berikutnya, seperti mendidik anak atau memberikan kontribusi dalam pekerjaan.
  • Hasil positif: Jika berhasil, mereka merasa produktif dan bermakna.
  • Hasil negatif: Jika gagal, mereka mungkin merasa stagnan, tidak berguna, atau terputus dari orang lain.

8. Integritas vs. Keputusasaan (Integrity vs. Despair)

  • Usia: 65 tahun ke atas (usia lanjut)
  • Krisis utama: Individu merefleksikan hidupnya dan menerima perjalanan hidup mereka.
  • Hasil positif: Jika mereka puas dengan pencapaian dan pengalaman hidupnya, mereka akan merasa damai dan memiliki integritas.
  • Hasil negatif: Jika merasa hidupnya penuh penyesalan atau tidak bermakna, mereka mungkin mengalami keputusasaan

Untuk perkembangan anak sendiri, Riksa Suci membatasi hanya sampai di tahap kelima yaitu di usia  12-18 tahun saja. Disinilah peran krusial orang tua penting untuk mengerti apa kebutuhan anak di setiap tahap psikososial mereka.

Sementara itu, Riksa juga menghadirkan tahapan perkembangan sosial anak menurut Dr. Aisyah Dahlan, dimana peran setiap figur dalam proses ini pun penting diperhatikan orang tua. Karena dalam teori Dr. Aisyah Dahlan ini, siapa influencer terbesar dalam tahap perkembangan manusia menjadi perlu diperhatikan.

  1. Usia 0-6 tahun: Apa kata ayah/ibu aku;Peran orang tua sangat penting dalam memberikan nilai-nilai dasar yang akan menjadi fondasi pemahaman mereka sejak awal. Anak akan cenderung mengikuti apa yang diberikan / dilarang oleh orang tua mereka
  2. Usia 7-12 tahun: Apa kata guru aku;Pada usia ini, anak mulai mendengarkan apa kata guru mereka, mereka mendapatkan ide untuk percaya pada orang lain selain kedua orang tua, berdasar pengalaman mereka saat belajar di sekolah. Terkadang mereka mulai berani mengkonfrontir nilai-nilai yang didapat dari guru dan dari orang tua mereka.
  3. Usia 12-20 tahun: Apa kata teman aku;Di tahap remaja anak mulai membentuk kelompok sosial mereka sendiri, dan lebih mendengarkan nasihat dari temannya. Di sini orang tua perlu mengajarkan pada anak cara memilih teman yang baik untuk mereka.
  4. Usia 20-35 tahun: Apa kata saya;Pada tahapan ini manusia mulai membentuk idealisme dan prinsip mereka sendiri, mereka lebih mendengarkan sudut pandang diri mereka sendiri. Dan mereka tidak segan memperjuangkan ide-ide mereka.
  5. Usia di atas 35 tahun;Apa kata Tuhan; ini adalah tahapan akhir dari idealisme manusia yang kemudian berkompromi dengan realitas yang ada.

Lalu apa hubungan teori psikososial di atas dengan love language? Dalam konteks ini, memahami love language atau bahasa cinta anak menjadi salah satu cara orang tua dapat memberikan dukungan yang tepat pada setiap tahapan perkembangan psikososial tersebut.

Apa Itu Love Language dan Mengapa Penting dalam Parenting?

Love language dalam tahapan perkembangan anak merujuk pada cara spesifik anak menerima dan merasakan kasih sayang dari orang tua atau orang-orang di sekitarnya. Konsep ini berasal dari teori love languages yang pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Gary Chapman dalam konteks hubungan antar pasangan, tetapi konsepnya juga dapat diterapkan pada hubungan orang tua dan anak. Dalam tahapan perkembangan anak, memahami love language mereka sangat penting karena setiap anak memiliki kebutuhan emosional yang unik untuk merasa dicintai dan dihargai, yang pada akhirnya mendukung tumbuh kembang fisik, emosional, dan sosial mereka.

Love language adalah cara seseorang menerima dan merasakan cinta. Dr. Gary Chapman memperkenalkan lima jenis love language yang dapat diterapkan pada hubungan orang tua dan anak:

  1. Ada lima love languages utama yang bisa diidentifikasi pada anak-anak, yaitu:

    1. Kata-kata afirmasi (Words of Affirmation):
      Anak merasa dicintai ketika menerima pujian, dukungan verbal, atau ungkapan kasih sayang seperti “Ibu bangga padamu” atau “Ayah sayang kamu.”

    2. Waktu berkualitas (Quality Time):
      Anak merasa dihargai ketika mendapatkan perhatian penuh dari orang tua melalui aktivitas bersama, seperti bermain, membaca, atau sekadar berbincang tanpa gangguan.

    3. Sentuhan fisik (Physical Touch):
      Anak merasa nyaman dan disayangi melalui pelukan, ciuman, atau sentuhan lembut seperti mengusap kepala mereka.

    4. Tindakan melayani (Acts of Service):
      Anak merasakan cinta ketika orang tua membantu memenuhi kebutuhan mereka, misalnya membantu mengerjakan tugas atau menyiapkan hal yang membuat mereka merasa didukung.

    5. Pemberian hadiah (Receiving Gifts):
      Anak merasa diperhatikan ketika menerima hadiah kecil yang bermakna, bukan hanya dari nilainya, tetapi dari pemikiran di balik pemberian tersebut.

Setiap anak memiliki love language utama yang berbeda, dan memahaminya dapat membantu orang tua memberikan dukungan emosional sesuai kebutuhan psikososial anak pada setiap tahap perkembangan.

Menggabungkan Teori Erikson dengan Love Language dalam Parenting

Berikut adalah bagaimana orang tua dapat menggunakan konsep love language untuk mendukung anak sesuai dengan tahap perkembangan psikososial mereka:

1. Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)

Pada tahap ini, bayi belajar apakah dunia adalah tempat yang aman dan apakah orang tua dapat dipercaya. Love language yang paling relevan pada tahap ini adalah sentuhan fisik dan tindakan melayani.

  • Sentuhan fisik: Pelukan, menggendong, dan kontak kulit-ke-kulit membantu bayi merasa aman dan dicintai.
  • Tindakan melayani: Merespons tangisan bayi dengan cepat, memberikan ASI, atau mengganti popok dengan penuh kasih menunjukkan bahwa kebutuhan mereka diutamakan.

Dengan memberikan perhatian yang konsisten, bayi akan mengembangkan rasa percaya, fondasi penting untuk hubungan di masa depan.

2. Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)

Anak pada usia ini mulai mengeksplorasi dunia dan mencoba melakukan berbagai hal sendiri. Mereka membutuhkan dukungan untuk membangun rasa percaya diri.

  • Waktu berkualitas: Orang tua dapat memberikan perhatian penuh saat anak mencoba hal baru, seperti belajar berjalan atau makan sendiri. Berikan dorongan dan biarkan mereka belajar dari kesalahan.
  • Kata-kata afirmasi: Ucapkan hal-hal seperti, “Kamu hebat sudah mencoba sendiri!” untuk memperkuat rasa percaya diri mereka.

Dengan memberikan kebebasan yang terarah, anak akan mengembangkan otonomi tanpa rasa takut untuk gagal.

3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai mengambil inisiatif dalam bermain dan belajar. Orang tua perlu mendukung kreativitas mereka tanpa terlalu banyak kritik.

  • Kata-kata afirmasi: Dorong anak dengan pujian seperti, “Ibu suka dengan cerita yang kamu buat!” atau “Bagus sekali kamu berani mencoba.”
  • Waktu berkualitas: Ikut serta dalam permainan imajinatif mereka atau luangkan waktu untuk membaca buku bersama.
  • Sentuhan fisik: Pelukan atau tepukan di bahu dapat memberikan rasa aman dan dorongan.

Jika inisiatif anak dihargai, mereka akan merasa percaya diri dalam mengeksplorasi dunia di sekitar mereka.

4. Produktifitas vs. Rasa Rendah Diri (6-12 tahun)

Anak usia sekolah mulai fokus pada pencapaian akademis dan keterampilan. Mereka ingin merasa kompeten dan dihargai atas usaha mereka.

  • Kata-kata afirmasi: Berikan penghargaan verbal atas usaha mereka, seperti “Kamu sudah bekerja keras untuk tugas ini, dan hasilnya luar biasa!” atau taruh catatan di kotak makan siang mereka.
  • Tindakan melayani: Bantu mereka ketika mereka merasa kesulitan, misalnya membantu mengerjakan proyek sekolah tanpa mengambil alih tanggung jawab mereka sepenuhnya.
  • Waktu berkualitas: Hadir di acara sekolah mereka atau luangkan waktu untuk mendiskusikan apa yang mereka pelajari.

Ketika anak merasa didukung, mereka akan tumbuh menjadi individu yang percaya diri dengan kemampuan mereka.

5. Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun)

Tahap remaja adalah periode pencarian jati diri. Remaja membutuhkan ruang untuk bereksplorasi tetapi tetap merasa didukung.

  • Waktu berkualitas: Habiskan waktu bersama remaja dengan berbicara tentang minat mereka atau sekadar mendengarkan cerita mereka tanpa menghakimi.
  • Kata-kata afirmasi: Berikan dukungan verbal seperti, “Aku bangga dengan pilihanmu,” untuk membantu mereka merasa percaya diri.
  • Acts of Service: Membantu mereka mempersiapkan diri untuk kegiatan yang penting bagi mereka menunjukkan bahwa Anda peduli.

Remaja yang merasa dihargai dan didukung akan lebih mudah menemukan identitas mereka dan menghadapi tantangan.

Teori perkembangan psikososial Erik Erikson memberikan kerangka kerja yang sangat baik untuk memahami kebutuhan emosional anak di setiap tahap kehidupan. Riksa menggabungkan teori ini dengan konsep love language yang mudah dipahami, sehingga dapat membantu orang tua dapat memberikan dukungan yang lebih personal dan efektif sesuai dengan kebutuhan anak. Baik itu melalui sentuhan fisik, kata-kata afirmasi, waktu berkualitas, tindakan melayani, atau pemberian hadiah, setiap bentuk cinta memiliki peran penting dalam membangun fondasi emosional anak. Sebagai orang tua, memahami tahapan psikososial anak dan bahasa cinta mereka adalah langkah besar menuju menciptakan hubungan yang hangat, mendukung, dan penuh cinta.

Namun, jika Anda masih penasaran dan ingin mencari tahu bahasa cinta Anak, silahkan bisa mengklik banner berikut untuk mengikuti Love Language Test dari Sinotif

love language test Sinotif

 

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini