Mempertanyakan Colak Colek Ala Lelaki Gagah Melambai, Mungkinkah Bisa Diperkarakan?
Manusia mempunyai ketertarikan kepada lawan jenis, ketertarikan ini sebenarnya sangat lumrah terjadi pada organisme seperti manusia maupun makhluk lain yang berkembang biak dengan cara kawin. Pertemuan antara zigot dan ovum kemudian berkembang menjadi individu-individu baru yang akan melanggengkan kelestarian hayati dari organisme tersebut.
Ketertarikan lawan jenis pada manusia sendiri biasanya dimulai dari tahap suka pada pandangan pertama, ketemu-ketemu alay ala abege sampai dengan ungkapan-ungkapan sayang non verbal yang menjurus pada perilaku seksual. Umumnya, ketertarikan seksual ini memiliki dua jenis tanggapan, ditolak mentah-mentah atau terlarut dalam aktifitas seksual yang lebih dalam.
Jika kita melihat, banyaknya kasus pelecehan seksual kepada wanita di tempat publik, kita lebih banyak berkutat pada salah si wanitanya atau ah emang dasar laki gak bisa liat barang bagus dikit main embat. Terlepas dari wanita selalu benar dan pria selalu salah, fakta justru menempatkan wanita selalu dalam posisi yang dipersalahkan, salahmu dewe pake baju minim, jangan pulang malam-malam, jangan main sendirian, pokoknya disebalik semboyan wanita selalu benar, justru merekalah yang kerap menjadi obyek sasaran dan dipersalahkan dalam sudut pandang patriarkis.
Pun demikian, hukum positif sedikit banyak menempatkan wanita sebagai korban dan laki-laki sebagai pelaku yang harus dihukum ketika melakukan pelecehan seksual, ya dibanding wanita, lebih banyak laki-laki yang jadi pelaku pelecehan seksual ketimbang jadi korbannya. Mereka yang tertangkap massa, bisa dapet bonus bogem mentah dan bahkan bisa berakhir sebagai pesakitan di hotel prodeo.
Tapi itu jika berbicara hubungan antara pria dan wanita
Bagaimana dengan lelaki gagah melambai? Kita tahu lelaki yang terdisorientasi seksualnya justru lebih tertarik pada sesama lelaki dibanding pada perempuan, kita mengenalnya dengan berbagai istilah, homo, gay, waria, banci, lekong, dan lain sebagainya, atau kemudian lebih banyak disatukan dalam istilah LGBT.
Banyak orang yang bilang, jangan mendiskriminasikan orang transgender, waria dan mereka yang memilih berbeda orientasi seksual dengan orang kebanyakan, mereka menganggap diri mereka sebagai minoritas yang kerap ditindas dan diperlakukan tidak adil oleh masyarakat. Mereka kemudian banyak yang bergabung dalam komunitas dan menyuarakan untuk tidak mendiskriminasi orang-orang LGBT. But, in some case, memang betul diskriminasi dan pelecehan tersebut terjadi. But in some other case, bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya.
Pernahkah duduk di warung pinggir jalan dan kemudian datanglah lelaki gagah melambai menyanyikan lagu orkes yang memekakkan telinga? Meski tidak semuanya, mereka cenderung memaksa para pengunjung warung, utamanya kaum adam untuk memberikan tips atas hiburan yang mereka berikan. Biasanya jika ada lelaki ganteng disitu mereka bakalan seneng banget nggodain si babang ganteng, tidak jarang juga mereka mencolak colek si babang ganteng, mulai dari colek wajah, peluk, sok ngasih sun, or ya tau sendiri lah, kadang ada yang entah beneran lagi mabok hormon estrogen or gimana tangannya mencoba meluncur ke arah selangkangan si babang.
Menurut aku, hal tersebut adalah jenis pelecehan seksual juga, karena memang mereka-mereka ini emang napsunya ama babang ganteng, masalahnya adalah, gimana treatment menghadapi pelecehan seksual semacam ini? Klo korbannya adalah cewek dan pelakunya cowok, tinggal laporin polisi dan biarin si cowok berurusan dengan hukum positif. Lha klo pelakunya banci dan korbannya cowok?
Kebanyakan orang di sekitar tempat kejadian perkara justru mentertawai, korban sendiri dalam posisi dilematis, klo dilawan dengan kekerasan, si banci biasanya malahan lebih galak dan gak bakalan mundur klo diajak berantem, menang memalukan, kalah apalagi, klopun mau ngebalas nyolek si banci, ya enak di lu gak enak di gw, skor 2-0 buat si banci kan ya?
Moon maap aja karena kelainan seksual ini tidak bisa diwariskan dan diturunkan, aku sih males klo harus ada di deket orang yang punya kelainan semacam ini, keberadaan mereka di deketku aja udah secara tidak langsung mengintimidasi, takut ntar dijadiin samsak colak colek mereka atau malah sekalian ditawarin jadi downline, kan tobiat.
Tapi temenku enggak kek gitu lho kak, aku temenan sama mereka biasa aja sih, gak pernah gitu, coba deh kamu temenan juga or kenal lebih baik sama mereka, ya mungkin sama kamu biasa, tapi belum tentu juga sama aku, lagipula aku emoh e deket-deket gitu, takut terbawa suasana, bahaya hehe. Toh, bukankah aku juga merasa punya hak untuk enggak diganggu sama mereka? Bahkan sekedar memilih untuk tidak berteman?
Bisa gak sih komunitas itu melakukan edukasi ke kelompok mereka sendiri untuk enggak asal nyolek or mengganggu cowok-cowok di warung dan pinggir jalan please? aku takutnya adalah ketika mereka diakui oleh negara, terus merasa makin punya kebebasan buat colak colek sana sini. Meski emang misal di Jogja ada pengajian untuk waria dan juga bagaimana memberdayakan mereka untuk berkontribusi positif di masyarakat, tetap aja sih ketakutan itu ada, apalagi ya emang lelaki gagah melambai yang sering mangkal di perempatan punya kecenderungan melakukan seksual abuse pada para pengendara ganteng yang lewat.
So, pertanyaannya? Klo terjadi pelecehan seksual oleh banci misalnya? sebenernya apa sih langkah yang paling baik? Lapor ke polisi, didiamkan atau emang udah getok palu sama ratain aja jangan ada banci diantara kita? Atau ya udah kepiye meneh?
NB: Postingan ini bisa saja memicu pro kontra, but, tolong digarisbawahi, pro dan kontra jika disampaikan dengan cara baik, bisa memberikan sudut pandang baru, alih-alih cuma mengungkapkan kemarahan dengan misuh-misuh