Kemarin 21 April, baru saja dirayakan peringatan Hari Kartini, apa tuh? anak2 se Indonesia juga tahu apa itu. Itu adalah hari dimana2 anak sekolah diwajibkan menggunakan baju adat/daerah untuk menghormati R.A Kartini. Nama Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2 Mei 1964. Pertanyaan mendasarku tentang perayaan hari Kartini adalah apa hubungannya kepahlawanan Kartini dengan kewajiban make baju adat?????
Jadi siapa Kartini? Wanita Indonesia yang konon adalah seorang pencerah, yang membawa wanita Indonesia dari kegelapan menuju terang benderang. Benarkah?
Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 putri adipati Sosroningrat, meninggal 17 September 1904 di Rembang 4 hari setelah melahirkan putra tunggalnya. Dalam kisah kehidupan Kartini diceritakan ia seorang yang memiliki pergolakan batin terhadap kondisi kaum wanita di sekitarnya.
Tidak ada pemberitaan fenomenal mengenai kematian Kartini ketika itu, selain bahwa seorang istri bupati Rembang telah meninggal pada tahun 1904. Nama Kartini mulai mencuat setelah beberapa suratnya dipublikasikan dalam oleh JH Abendanoon tahun 1911 di Belanda dengan judul “Door Duisternis Tot Licht”. Kumpulan surat Kartini ini menyita perhatian publik di Belanda yang ketika itu tengah menggembar-gemborkan politik etis/politik balas budi yang dipelopori Pieter Brooshooft seorang wartawan De Locomotief dan Van Deventeer. Pada tahun yang sama bulan Juni surat kabar De Tijd dalam resensi buku Kartini menyimpulkan “lihatlah, kami orang Belanda juga bisa melahirkan pribadi pintar dan tercerahkan”. Baru pada tahun 1922 muncul versi bahasa Melayu dan dilanjutkan 1938 oleh pujangga baru Armijn Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kartini adalah figur yang tepat untuk menunjukkan bahwa pemerintah Belanda telah mampu menghadirkan pemikir modern di Hindia Belanda lewat surat2 Kartini, tentu saja ini tidak lepas dari pengaruh Abendanoon yang menjabat menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan, Pieter Broshofft dan para penggiat politik etis lainnya. Sosok Kartini muncul sebagai sosok yang tepat dan disaat yang tepat untuk ditunjukkan pada dunia.
Kartini selalu ditampilkan sebagai wanita bersanggul dengan baju adat jawa, juga beberapa foto dengan saudara2 & kerabat yang sering direferensikan sebagai foto asli keluarga Kartini, benar atau tidak entahlah, tapi pada peringatan Kartini tahun lalu muncul lukisan tiga wajah Kartini yang seolah di pribumi-sisasi, saya lupa sumbernya. Seorang wanita jawa yang berpenampilan ala nyonya Belanda yang kemudian di pribumikan seolah2 lukisan ini merupakan sindiran sosok Kartini bersanggul, bahwa ia, dengan pergaulan Belandanya, agar benar2 terlihat membela kepentingan kaum pribumi maka harus divisualisasikan dalam bentuk potret pribumi. Atau sebaliknya, lukisan itu menandakan bahwa Kartini mampu menempatkan diri diantara orang Belanda dan Inlander?
Apa yang dilakukan Kartini di masanya sebagian besar adalah curhat kepada sahabat2nya, yang kemudian dipublikasikan, sebagian, yang sekiranya bisa mendukung sebuah ide politik etis. Dari perhatian orang2 Belanda inilah kemudian mereka lewat Van Deventeer membentuk Yayasan Kartini dan mendanai berdirinya Kartini School di Semarang pada 1912, delapan tahun sejak kematiannya, dan kemudian bermunculan di beberapa kota lainnya di Pulau Jawa.
Nama besar Kartini terus diperjuangkan sebagai simbol oleh para penggerak politik etis, bukan hanya mengundang perhatian kalangan barat, tetapi juga pejuang2 Indonesia lainnya. WR Supratman bahkan membuat lagu khusus untuk mengenangnya. Kenangan yang bisa jadi merupakan gambaran keberhasilan pencitraan tokoh Kartini oleh politik etis.
Benarkah Kartini berjuang untuk bangsanya? sebelum kematiannya Kartini dikabarkan sempat mendirikan sekolah wanita di kompleks kantor bupati Rembang. Tetapi propaganda tentang emansipasi Kartini jelas tidak dilakukan dia sendiri, orang2 kelompok etis seperti Abendanoon, Van Deventeer, Stella Zeehandelaar dan Broshooft lah yang menggaungkan perjuangannya, bisa jadi hanya untuk melegitimasi keberhasilan politik balas budi Belanda. Pemerintah kolonial tidak luput untuk memberikan dukungan dalam perayaan2 peringatan Kartini di era kolonial, di hari yang sama dengan yang kita peringati juga saat ini.
Surat2 asli Kartini konon adalah misteri, apakah masih disimpan keturunan keluarga Abendanoon atau disimpan dalam museum negeri Belanda? entahlah. Menarik karena kita tidak pernah tahu apakah surat itu benar2 ada atau tidak, apakah isi suratnya memang sama dengan yang dipublikasikan Abendanoon, atau telah mengalami proses penyuntingan dan redaksional agar mendukung kepentingan Belanda atas pribumi di Indonesia?
Sehingga saat ini muncul beberapa pro kontra mengenai sosok Kartini, Pertama, apa yang diperjuangkan Kartini? sampai dia mendapatkan kehormatan begitu besar dari pemerintah Belanda, bahkan Indonesia? sementara pahlawan2 Indonesia lainnya seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Nyi Ageng Serang, Nyi Ahmad Dahlan, bahkan tidak pernah diperingati secara khusus.
Surat2 yang dipublikasikan Abendanoon dalam bukunya diragukan netralitasnya mengingat jabatan yang dimiliki Abendanoon ketika itu. Juga tidak semua surat Kartini dituliskan, dalihnya karena beberapa surat isinya mirip, tetapi dalam surat2 yang dikirimkan ke Stella Zeehandelaar dan tidak termuat dalam publikasi Abendanoon ada kecurigaan dan kecenderungan bahwa pemikiran Kartini telah disusupi gerakan feminisme, bahkan paham illuminati – Yahudi.
Kartini adalah sosok rekaan, yang diciptakan dan dikendalikan agar memenuhi tujuan politik etis, yaitu adanya pribumi yang tercerahkan, tetapi tidak mengobarkan semangat perang terhadap Belanda. Soekarno, Hatta, dan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia sendiri dasarnya adalah tokoh2 yang lahir di masa politik etis, mengenyam pendidikan dari kebijakan politik ini, tetapi mereka tidak akan berguna untuk campaign pemerintah kolonial karena memiliki ide perjuangan dan kemerdekaan.
Dalam surat2nya disebutkan Kartini menginginkan pendobrakan budaya Islam – Jawa, agar wanita Indonesia dapat menjadi wanita modern, tetapi mengapa justru kita memperingatinya dengan menggunakan pakaian adat? yang justru merupakan simbol yang ingin dilawan oleh Kartini? Aku kok merasa ini semacam bidah kebangsaan.
Tapi saat ini Kartini sudah terlanjur diakui sebagai penggerak emansipasi wanita, banyak wanita Indonesia terinspirasi oleh perjuangannya dan menjadi wanita2 yang lebih baik untuk bangsanya. Itu tidak salah, sosok Kartini memang misteri, dan mitos masih menyelubunginya, tetapi kenyataan bahwa banyak orang menjadikannya inspirator untuk menjadi orang yang lebih baik tidak perlu kita permasalahkan.
Bukankah sebagian dari kita pun belajar nilai2 kebaikan dari tokoh2 fantasi dari komik/ serial manga? apakah ketidaknyataan tokoh itu lantas menghapus nilai2 baik yang memang pantas kita teladani? Bagi kita tidak masalah siapa Kartini dan apa yang dilakukannya ketika itu, hari ini kita mengenalnya sebagai inspirasi untuk wanita2 Indonesia.
Tetapi bagi para sejarawan, sosok Kartini dan surat2nya masih merupakan persoalan sejarah yang menarik untuk diteliti dan dibuktikan, kita tidak perlu alergi terhadap kritik sejarah agar ia tidak menjadi mitos dalam kehidupan kita.
Jadi masalah bidah kebangsaan itu, anggap saja semacam kenapa harus ada pohon Natal dan ketupat Lebaran
Gagasan baru yang menarik dan masuk akal 🙂
Uraian yang menarik, Mas.
Berarti, buku yang judulnya Habi gelap terbitlah terang, diragukan ya? hmmm
buku itu dterbitkan di Belanda oleh rekan korespondensi Kartini setelah Kartini meninggal, kita tidak tahu apakah surat itu diterbitkan apa adanya atau telah diubah redaksinya sebagai propaganda untuk mendukung politik etis Belanda waktu itu
jadi cuma mitos yaa gan?
tapi terlepas dari itu emansipasi wanita jaman kini menurut ane beda dengan yg digaungkan oleh kartini di jaman itu yaa
mitos bukannya masih perlu penelusuran lebih lanjut mbak ira, iki nulis beginian goro2 gambar 3 wajah kartini sik di tweet kang marto 1-2 taun wingi