Pada jaman dahulu kala, medio 90 dan sebelumnya, ketika jalan2 dikampung belum diplester, dan jalanan raya di daerah2 masih belum semulus sekarang, bahwa setiap musim hujan sudah pasti jalanan becek. Untuk beberapa titik, jalan tersebut tidak bisa dilalui dengan sendal, ya model sendal ketika jaman Soeharto cukup seragam, klo enggak merk swallow ya skyway. Klo berani make sendal dijamin sendale bakal putus gara2 gak kuat nahan beban waktu ditarik dari dalam tanah.
Jadilah ketika itu, nyekermen adalah solusi sendalan terbaik ketika hujan dan menghadapi jalanan yang super ‘cebrik’ dan oleh karena itu hampir disetiap depan rumah tersedia bak air baik dalam bentuk gentong air , batu yang dilubangi ataupun bak semen kecil untuk keperluan mencuci kaki para tamu yang berkunjung.
Bak air ini punya fungsi lain juga selain mencuci kaki para tamu. Yaitu untuk menandai datangnya hujan. Dari sinilah ungkapan udan kethek ngilo berasal. Udan kethek ngilo dalam bahasa Indonesia berarti Hujan Monyet Bercermin. Pada saat langit terlihat cerah, suasana masih cukup terang, sementara orang2 diluar berteriak hujan, maka orang yang ada di dalam rumah cukup mendongakkan kepala ngecek empang mininya. Klo air di dalam bak air itu beriak berarti hujan turun.
Nah, nongolnya kepala orang di dalam rumah itu yang disebut kethek ngilo, ya buat olok2 klo ada monyet pengen bercermin di bak air untuk ngecek beneran lagi hujan apa enggak.