Sebentar lagi, bulan Qamariyah akan segera berganti dan kita akan menyambut kedatangan bulan yang suci, Ramadhan. Bulan yang penuh rahmat dan ampunan bagi setiap umat muslim di seluruh penjuru dunia. Bulan dimana setan-setan dibelenggu dan pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946 dalam hadits keutamaan puasa dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Puasa adalah satu-satunya ibadah yang disebutkan Tuhan untukNya sendiri, bukan shalat, bukan pula zakat dan ibadah haji. Karena sesungguhnya sangat sulit bagi seorang manusia untuk benar-benar mengetahui apakah orang yang bertemu dengannya benar-benar telah berpuasa. Tidak seperti sholat dan zakat yang bisa terlihat oleh mata yang kasat, puasa seseorang tidak bisa kita lihat dan nilai, Tuhanlah yang menilainya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, berdasar pengalamanku, bulan puasa adalah bulan yang kering dan berat untuk sebagian besar rumah makan, kebanyakan orang hanya membeli takjil untuk buka puasa yang sifatnya ringan, terkadang bahkan memanfaatkan momentum safari buka puasa dengan mencari takjilan gratis di masjid terdekat. Makan sahur bagi mereka yang berkeluarga biasanya sudah disponsori oleh ibu rumah tangga masing-masing yang ingin memberikan penghormatan lebih bagi keluarganya yang menjalankan ibadah ini.
Di waktu siang, praktis tidak banyak penjaja makanan siap saji, jika pun ada jumlahnya berkurang secara drastis, tertutup dan sembunyi-sembunyi. Terkadang hal tersebut adalah keinginan pemilik rumah makan yang ingin menghormati datangnya bulan suci ini dengan tidak memberikan lebih banyak cobaan pada orang-orang yang sedang menghadapi ujian lapar dan dahaga.
Akan tetapi, sangat disayangkan jika mereka tidak membuka layanannya hanya karena takut dengan ormas islam yang akan membredel barang dagangan mereka saat berpuasa. Siapalah para penjual makanan itu sampai harus dikasari oleh ormas2 kita sendiri?
Bukankah puasa itu untuk Tuhan? dan ibadah itu ditujukan untuk mencari ridho-Nya? mengapa masih mengharapkan orang lain agar mau menghormati rasa lapar kita? Apakah kita beribadah hanya untuk dihormati orang lain? Tidakkah itu termasuk dalam perbuatan golongan orang riya?
Mari kita lihat, berapa banyak orang tua kita yang tidak mampu menjalankan ibadah ini, anak-anak kecil kita, istri-istri dan adik-adik perempuan kita yang berhalangan, orang-orang sakit, dimana mereka harus mencari sesuap nasi yang bisa mengganjal perut mereka dan menjaga mereka tidak sakit karena kelaparan? Sedangkan mereka mungkin tinggal jauh dari orang tua, tidak punya peralatan untuk memasak, ditinggal orang tuanya bekerja jauh dari rumah, sedang sakit dan lain sebagainya.
Apankah kalian mengambil tanggung jawab untuk menyediakan mereka makanan? Tidak, dan mungkin tidak terpikirkan oleh kalian, jadi mengapa kalian mempersulit saudara-saudara kita yang membutuhkan? Bukankah kalian yang berteriak dengan keras dan lantang “Lakum dinnukum walliyaddin” lalu mengapa memaksa mereka yang imannya berbeda untuk menghormati sesuatu yang mereka tidak ada sangkut pautnya dengan iman kita? Jika mereka memang ingin menghormati kita, maka itu adalah hak mereka, bukan kewajiban dan bukan pula karena paksaan.
Apakah kalian sendiri merenungi seberapa tinggi kualitas puasa kalian sendiri, karena hanya Tuhan dan kalian yang mengetahui kebenaran kalian berpuasa / tidak. Kalianlah yang bisa menilai apakah tindakan kalian di siang hari mengurangi pahala atau membatalkan ibadah kalian?
Mungkin sebagian besar dari kita hanya lulus dalam ujian menahan lapar nya saja, lulus untuk mampu melewati jarak antara imsak dan magrib tanpa sesuap nasi dan setetes air. Akan tetapi luluskah kalian dalam menahan hawa nafsu? amarah? keinginan bergunjing? mengambil hak orang lain?
Mari bersama-sama merenungi kualitas puasa kita, akankah Ramadhan ini akan menjadi kali terakhir kita mengecapnya, dan mampukah kita menjadikannya lebih baik lagi dari segi amalan dan perbuatan kita, seperti yang benar-benar diharapkan Allah untukNya.