Dua jenis algoritma yang umum digunakan dalam routing adalah algoritma Distance Vector (vektor jarak) dan algoritma Link State (keadaan tautan). Meskipun keduanya bertujuan untuk mengoptimalkan routing, mereka memiliki perbedaan mendasar dalam cara kerja dan pendekatan yang digunakan.
Kita akan membahas setiap algoritma tersebut, mulai dari karakteristik, cara kerja hingga keunggulan masing-masing algoritma peroutingan yang digunakan.
Pengertian Algoritma Distance Vector
Algoritma Distance Vector adalah sebuah algoritma routing yang digunakan untuk menghitung jalur terbaik dan jarak terpendek dari suatu titik ke tujuan di dalam jaringan. Setiap router dalam jaringan Distance Vector memiliki tabel routing yang berisi informasi mengenai jarak (distance) ke tujuan tertentu. Algoritma ini bekerja dengan cara bertukar informasi routing dengan router tetangga dan menghitung jalur terbaik berdasarkan jarak yang diketahui.
Prinsip Kerja Algoritma Distance Vector
Prinsip kerja algoritma Distance Vector didasarkan pada pertukaran informasi routing periodik antara router tetangga. Setiap router mengirimkan tabel routingnya yang berisi informasi jarak ke tujuan tertentu kepada router tetangga yang terhubung langsung. Informasi tersebut mencakup jarak ke tujuan dan identitas gateway (next hop) yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Setiap kali router menerima tabel routing dari router tetangga, router akan memperbarui tabel routingnya berdasarkan informasi yang diterima. Jika ada perubahan pada jarak ke tujuan tertentu, router akan mengupdate tabel routingnya dan memilih jalur terbaik yang memiliki jarak terpendek. Proses ini berulang terus-menerus, dan setiap router akan mencoba memperbarui tabel routingnya hingga konvergensi tercapai.
Metrik dalam Algoritma Distance Vector: Hop Count
Dalam algoritma Distance Vector, metrik yang umum digunakan untuk mengukur jarak atau kualitas jalur adalah hop count (jumlah hop). Hop count merupakan jumlah router yang harus dilewati untuk mencapai tujuan. Setiap hop akan menambah 1 ke hop count. Router akan memilih jalur dengan hop count terkecil sebagai jalur terbaik ke tujuan.
Namun, hop count memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, hop count tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kecepatan atau beban lalu lintas pada jalur. Kedua, hop count terbatas dalam menghadapi topologi jaringan yang besar atau kompleks, karena akan mencapai batas maksimum hop count yang bisa ditangani.
Kelebihan dan Kekurangan Algoritma Distance Vector
Algoritma Distance Vector memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya populer dalam jaringan komputer:
- Sederhana dan Mudah Dipahami: Algoritma Distance Vector memiliki konsep yang relatif sederhana dan mudah dipahami, sehingga memudahkan implementasi dan konfigurasi pada router.
- Efisien dalam Jaringan Kecil: Algoritma Distance Vector cenderung lebih efisien dalam jaringan kecil dengan topologi yang sederhana.
Namun, algoritma ini juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan:
- Lambatnya Konvergensi: Algoritma Distance Vector memiliki konvergensi yang lambat. Proses pertukaran informasi periodik antara router dan perhitungan ulang tabel routing membutuhkan waktu yang cukup lama, terutama dalam jaringan yang besar.
- Keterbatasan dalam Mengoptimalkan Jalur: Algoritma Distance Vector cenderung memilih jalur berdasarkan hop count terkecil, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kecepatan atau beban lalu lintas pada jalur. Hal ini dapat mengakibatkan pemilihan jalur yang tidak optimal.
Pengertian Algoritma Link State
Algoritma Link State adalah sebuah algoritma routing yang digunakan untuk memperoleh informasi lengkap mengenai keadaan jaringan dan menghitung jalur terbaik menuju tujuan berdasarkan informasi tersebut. Dalam algoritma ini, setiap router dalam jaringan mengumpulkan informasi mengenai status tautan (link) di sekitarnya dan mengirimkan informasi tersebut ke seluruh router dalam jaringan. Dengan informasi ini, setiap router dapat membangun pemetaan topologi lengkap dari jaringan.
Prinsip Kerja Algoritma Link State
Prinsip kerja algoritma Link State didasarkan pada pertukaran informasi mengenai keadaan tautan di seluruh jaringan. Setiap router mengumpulkan informasi mengenai status tautan yang terhubung langsung dengan router tersebut. Informasi ini mencakup identitas tetangga, biaya tautan, dan keadaan (up/down) tautan tersebut. Router kemudian mengirimkan informasi ini kepada semua router dalam jaringan melalui pesan Link State Advertisement (LSA).
Setiap router yang menerima pesan LSA akan memperbarui database Link State-nya. Database ini berisi informasi lengkap mengenai topologi jaringan, termasuk informasi keadaan tautan dan biaya tautan. Setiap router menggunakan database ini untuk membangun pemetaan topologi lengkap jaringan.
Setelah memiliki pemetaan topologi lengkap, setiap router menggunakan algoritma Dijkstra untuk menghitung jalur terpendek dari router tersebut ke tujuan yang ditentukan. Dalam algoritma Dijkstra, biaya tautan digunakan sebagai metrik untuk menentukan jalur terbaik. Router akan memilih jalur dengan biaya terkecil sebagai jalur terbaik ke tujuan.
Kelebihan dan Kekurangan Algoritma Link State
Algoritma Link State memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya populer dalam jaringan komputer:
- Optimalitas Routing: Algoritma Link State memungkinkan setiap router memiliki pemahaman yang lengkap tentang topologi jaringan. Dengan informasi yang akurat, router dapat menghitung jalur terbaik dengan metrik biaya tautan, menghasilkan routing yang lebih optimal.
- Konvergensi Cepat: Algoritma Link State memiliki konvergensi yang cepat. Setelah menerima informasi Link State dari semua router dalam jaringan, router dapat langsung membangun pemetaan topologi lengkap dan menghitung jalur terbaik. Hal ini mengurangi waktu konvergensi dibandingkan dengan algoritma routing lainnya.
- Skalabilitas: Algoritma Link State bersifat skalabel, artinya dapat digunakan dalam jaringan yang besar dan kompleks. Setiap router hanya perlu menyimpan informasi mengenai tetangga dan keadaan tautan langsung, sehingga penggunaan sumber daya lebih efisien.
Namun, algoritma ini juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan:
- Penggunaan Bandwidth: Pertukaran informasi Link State antar router dapat menggunakan bandwidth yang signifikan, terutama dalam jaringan yang besar. Pesan LSA harus dikirimkan secara periodik, dan perubahan dalam keadaan tautan dapat menghasilkan pengiriman pesan yang berulang-ulang.
- Kompleksitas Konfigurasi: Algoritma Link State memerlukan konfigurasi yang lebih rumit daripada algoritma Distance Vector. Setiap router harus diberikan identitas dan konfigurasi yang tepat, termasuk pembuatan pesan LSA dan perhitungan Dijkstra.
Perbedaan Algoritma Distance Vector dan Link State
Tabel berikut ini dapat memberikan gambaran singkat tentang perbedaan utama antara algoritma Distance Vector dan Link State. Namun, penting untuk dicatat bahwa setiap algoritma memiliki variasi dan protokol yang berbeda (misalnya, RIP dan OSPF).
Kapan Sebaiknya Menggunakan Distance Vector dan Kapan Menggunakan Link State
Sebagai seorang network administrator, penting untuk mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan jaringan yang ada saat memilih antara algoritma Distance Vector atau Link State. Berikut adalah beberapa pertimbangan yang dapat membantu Anda dalam memilih algoritma yang tepat:
Gunakan Distance Vector ketika
- Jaringan berukuran kecil atau sedang: Algoritma Distance Vector cenderung lebih efisien dalam jaringan kecil atau sedang dengan topologi yang sederhana. Ini karena algoritma ini memiliki overhead yang lebih rendah dalam pertukaran informasi dan perhitungan jalur.
- Konvergensi yang cepat tidak menjadi faktor kritis: Algoritma Distance Vector memiliki konvergensi yang lambat, terutama dalam jaringan yang lebih besar atau kompleks. Jika kecepatan konvergensi bukanlah faktor kritis dalam jaringan Anda, algoritma Distance Vector dapat digunakan.
- Penggunaan sumber daya yang lebih rendah: Algoritma Distance Vector memiliki kebutuhan penggunaan sumber daya yang lebih rendah dalam hal CPU dan bandwidth. Jika Anda memiliki batasan sumber daya di jaringan Anda, algoritma Distance Vector dapat menjadi pilihan yang lebih baik.
Gunakan Link State saat
- Jaringan berukuran besar atau kompleks: Algoritma Link State cenderung lebih cocok untuk jaringan yang lebih besar atau kompleks dengan banyak router dan topologi yang rumit. Ini karena algoritma ini mampu memberikan informasi yang lengkap mengenai keadaan tautan di seluruh jaringan.
- Konvergensi yang cepat diperlukan: Algoritma Link State memiliki konvergensi yang cepat karena setiap router memiliki informasi lengkap tentang topologi jaringan. Jika kecepatan konvergensi menjadi faktor kritis dalam jaringan Anda, algoritma Link State dapat memberikan keuntungan.
- Optimasi jalur yang lebih baik diperlukan: Algoritma Link State memungkinkan penghitungan jalur terpendek dengan metrik biaya tautan yang lebih akurat. Jika Anda perlu mengoptimalkan jalur berdasarkan faktor-faktor seperti kecepatan, beban lalu lintas, atau keandalan, algoritma Link State dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Penting untuk diingat bahwa tidak ada satu algoritma yang cocok untuk semua situasi. Jaringan yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda, dan keputusan menggunakan algoritma Distance Vector atau Link State harus didasarkan pada pemahaman yang baik tentang jaringan yang sedang dikelola. Selain itu, ada juga protokol spesifik seperti RIP (Routing Information Protocol) yang menggunakan algoritma Distance Vector, dan protokol seperti OSPF (Open Shortest Path First) yang menggunakan algoritma Link State. Memahami fitur dan fungsionalitas protokol tersebut juga penting dalam membuat keputusan yang tepat.