Kita dan secangkir masa lalu

Dus wedus, klo mo nulis kok ya mendadak ilang sinyal idenya pas di depan laptop, padahal udah sesorean ini kepikiran segera menuntaskan hajat untuk di bloggingkan. Tapi untunglah, malam ini masih bisa miscall ide buat cepetan pulang ke dalam otak.

Jadi begini ceritanya sodarah sodarah, pada suatu ketika, di masa kita masih unyu unyunya jadi anak kecil orang tua sering kali memberikan apresiasi positif kepada tingkah laku kita, biarpun yang kita lakukan hanya berhasil mencopot celana tepat sebelum boker sembarangan.

Pada waktu jaman TK – SD mungkin sebagian dari kita punya otak yang lumayan encer, sering jadi juara kelas dan jadi idola para guru, tapi itu kan dulu??? menginjak masa masa SMP, SMA sampai kuliah sedikit demi sedikit prestasi kita seolah menguap dan menipis.

Yang dulunya SD langganan ranking 1 jaman SMA mbolosan, jaman kuliah terancam DO, jaman lulus jadi pengangguran, entah deh apa dulu kepintarannya ketinggalan di bangku SMP apa gimana mbuh juga.

Pada akhirnya, kita melihat teman2 yang dulunya kurang pintar dibanding kita, mungkin malah yang paling bego sekelas, justru dia sekarang jauh lebih sukses dibanding kita. Teman yang dulu rumahnya cuman dari bilik bambu sekarang sudah punya mobil mercy, si itik kecil buruk rupa yang sering kita ejek sekarang sudah berubah menjadi bidadari nan jelita.

Sure, tentu ini bukan perkara kita tidak menghargai apa yang sudah Tuhan berikan sampai usia kita saat ini, tetapi dengan pencapaian yang kita dapat dengan pencapaian yang ia dapat, sering kita mengakui perkembangan pencapaian kita cenderung relatif menurun dibandingkan dia yang terlihat semakin menanjak.

Ada anekdot pekok2an jaman aku masih kecil dulu, klo manusia di dunia hidupnya kere, maka di akhirat akan kaya raya, begitu juga sebaliknya yang di dunia kaya, di akhirat kere mendadak, entah itu pepatah asbun darimana tapi setelah kupikir2 agak tolol juga yang bikin pepatah kek gitu. Apalagi yang ngomong orang kere, lha nek kuwi sih pancen dasare males, emange Gusti Allah mau ngasih warisan gratis di akherat pa? mbok ya o urip neng ndunya ki sik mempeng usaha ben iso sugih sak urung diuncalke neng kuburan.

Fine, lupakan ketololan itu, mari kita fokus pada apa yang sebenernya salah dengan diri kita dibanding kesuksesan teman kita? Teman, pernahkah kalian merasa diri sudah cukup? cukup pintar? cukup kaya? cukup terpenuhi kebutuhannya? merasa bahwa kalian telah berada dalam zona nyaman dalam pandangan masyarakat dan diri kalian sendiri??? Ya, sebenernya disinilah letak kesalahan kita, terlalu nyaman dengan kondisi yang ada sehingga lupa untuk terus meningkatkan diri.

Kita dan secangkir masa lalu sesal

Kecerdasan dan kekayaan kita sifatnya hanyalah sementara, hasil yang kita peroleh sifatnya hanya sementara, tahun ini kita juara lomba olimpiade, tahun depan mungkin kita hanya akan jadi pesakitan dikalahkan oleh peserta2 lainnya.

Kita sering lupa bahwa anugerah yang diberikan Tuhan pada kita memiliki term of service, kita harus sering2 mengikuti aturan tersebut agar anugerah tersebut dapat kita manfaatkan semaksimal mungkin. Teruslah belajar meskipun pandai, teruslah bersedekah meskipun kaya, teruslah berolahraga meskipun sehat.

Jika hari ini kita miskin dan bodoh, percayalah, kemiskinan dan kebodohan itu sifatnya hanya sementara, Tuhan menunggu kita dengan tangan terbuka, dengan segepok berlian dan sebongkah kecerdasan untuk kita tambang dengan kegigihan. Bukankah para pengusaha kaya itu adalah orang2 yang di awalnya mereka mengais2 rejeki dengan berbagai cara tanpa kenal menyerah??? Bukankah Einstein adalah anak tertolol di kelasnya dalam pelajaran fisika???

Tolol, dan papa bukan kutukan, kebodohan dan kemiskinan bukan warisan, seperti halnya iman. Tidak ada istilah sudah bodo dari sononya, miskin karena faktor keluarga, sama halnya tidak ada istilah mandul tujuh turunan. Kitalah yang harus memperjuangkan diri agar lebih cerdas, lebih hebat dan lebih sejahtera dibanding orang tua kita. Kitalah yang menentukan kehidupan kita selanjutnya akan lebih baik atau tidak dari hari ini.

Finansial, Bakat, Kecerdasan, hanya berperan sangat kecil dalam kesuksesan kita, secangkir masa lalu hanya sebagai pengingat, tidak ada seorangpun yang bisa menjamin dirinya tetap akan sama selamanya, setiap orang akan berubah, lebih baik atau sebaliknya, hanya niat dan usaha yang sungguh itulah yang akan menentukan kesuksesan kita hari ini dan nanti.

gambar dari sini

17 pemikiran pada “Kita dan secangkir masa lalu”

  1. dulu waktu SD sy selalu ranking 10 besar, tp memang stlh SMP & SMA acak2an nilainya.. Apalagi kelas 3 SMA hehehe.. Pelan2 mulai di perbaiki ketika kuliah. Dan memang yg bs merubah nasib kita rs kita sendiri dulu yg mulai ya 🙂

    Balas
  2. Jaman saiki mah simple, pengin sugih yo kerjo sing semangat, pengin pinter yo belajar.

    Wong ndeso rejeki kuto udah bukan mitos lagi kok yo, itu bisa diwujudkan 😛

    Balas
  3. wait.. wait…wait… *niuppeluit*
    gw bingung.. ini korelasi antara gambar dan postingan apa yah, un?

    eniwei, tulisan d atas ini semua kalau kita berpikir postitif pasti akan ketemu jawabannya "rejeki". rejeki org siapa yang tau kedepannya, un :). Gw ajah zaman SD gak banget, un.. sering masuk ruang BP krn nonjok teman yg ga bisa jaga mulutnya! dan ortu sempat miris kalo gw ga bakalan bisa meraih cita2..
    but, who knows our life? hehehehe

    Balas

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini