Hari Selasa sore aku berangkat menuju Hotel Jambuluwuk yang ada di sebelah timur Kali Code, keberangkatanku kesana untuk memenuhi undangan dari Java Promo untuk melakukan Famtrip ke 4 Kabupaten Kota yang ada di wilayah Provinsi DIY, keempat daerah tersebut adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, Bantul dan terakhir Sleman.
Java Promo sendiri merupakan kolaborasi travel agent di wilayah Jawa bagian tengah yang kemudian diikuti oleh empat kabupaten kota di Jogja. Dengan demikian kami akan melakukan eksplorasi destinasi wisata di empat kabupaten kota selama dua hari. Hari pertama kami mengeksplorasi Kota Jogja dan Kabupaten Gunung Kidul. Dilanjutkan trip hari berikutnya mengunjungi destinasi wisata di Kabupaten Bantul dan Sleman.
Seminar Travel Pattern bareng Java Promo Tour
Sebelum kami berangkat mengeksplorasi kekayaan alam dan budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta, kami mengikuti seminar terlebih dahulu bertempat di ballroom Java 1,2,3 Jambuluwuk Malioboro Hotel.
Seminar Travel Pattern tersebut dibuka oleh Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti sebagai keynote speaker. Selanjutnya diskusi pariwisata dimoderatori oleh Ike Janita Dewi, Ph.D dengan pembicara GKR Bendara selaku Ketua Badan Promosi Pariwisata DIY, Direktur Pemasaran Badan Otorita Borobudur Agus Rochiyardi, Sekretaris Daerah Kota Jogja, Aman Yuriadijaya serta ketua ASITA Jateng, Joko Sutarno.
Menurut GKR Bendara, promosi pariwisata pasca pandemi membutuhkan strategi yang berbeda dari segi keamanan dan kenyamanan, juga perlunya keunikan dan diferensiasi destinasi di wilayah DIY dan Jateng.
Dalam diskusi tersebut, juga terjadi pembahasan mengenai beberapa hal yang sempat viral mengenai pariwisata Jogja. Misalnya, masalah tarif parkir nuthuk Rp. 350 ribu yang ternyata terjadi karena bus pariwisata menggunakan lahan parkir ilegal, peristiwa Bukit Bego dan tentu saja masalah relokasi PKL di Teras Malioboro.
Walikota menjelaskan pemindahan PKL tersebut sebagai upaya untuk merevitalisasi Malioboro sebagai warisan Cagar Budaya, guna memastikan perekonomian tetap berjalan maka pemerintah kota mengupayakan para PKL dapat tetap berjualan dengan memanfaatkan Teras Malioboro 1 dan 2 yang disiapkan untuk para PKL Malioboro.
Eksplorasi Wisata Kota Jogja Melihat Wajah Malioboro di Pagi Hari
Esok paginya, pukul 5 pagi kami berangkat dari Jambuluwuk menuju Taman Parkir Abu Bakar Ali, disana, sudah tersedia sepeda untuk mengeksplorasi jalan Malioboro, kami bersepeda menuju Teras Malioboro 1, yang berlokasi di seberang Pasar Beringharjo, tepatnya eks bioskop Indra. Just info, buat kalian yang ingin berwisata dengan sepeda di Malioboro kalian bisa menghubungi instagram Jogja.Bike untuk informasi penyewaan sepeda dan titik lokasi penyewaannya ya.
Tentu saja saat kami sampai di Teras Malioboro 1 itu para PKL belum memulai aktivitas mereka, namun kami sudah para peserta sudah bisa melihat dimana posisi para PKL tersebut. Sebagai informasi, Teras Malioboro 1 berada di Jalan Margo Utomo atau Ahmad Yani, yang masih satu ruas jalan dengan jalan Malioboro.
FYI, Jalan Malioboro, bermula dari pertigaan sebelah timur Stasiun Tugu, sampai perempatan Pajeksan-Suryatmajan. Sementara itu, Ramai Mall, Ramayana, Pasar Beringharjo, Gedung Agung dan Benteng Vredeburg terletak di jalan Margo Utomo. Meski demikian karena masih satu ruas kawasan tersebut lebih dikenal sebagai kawasan Malioboro.
Teras Malioboro 2 berada di Jalan Malioboro, tepatnya menempati eks Dinas Pariwisata Provinsi DIY. Jadi tidak tepat jika relokasi PKL ini disebut penggusuran kata Walikota Jogja, jika digusur, itu artinya diusir dan tidak diberi tempat berjualan lagi, sementara rekan PKL Malioboro masih difasilitasi dengan Teras Malioboro 1 dan 2.
Taman Pintar, Wisata Edukasi untuk Anak
Perjalanan kami dan tim Java Promo diteruskan dengan menyusuri jalan Margo Utomo, melewati bangunan-bangunan cagar budaya lain seperti Gedung Agung, Benteng Vredeburg, Kantor Pos Besar, Bank Indonesia dan berakhir di Taman Pintar. Di Taman Pintar, kami memasuki Gedung Oval.
Gedung Oval dimulai dengan lorong akuarium berisi berbagai ikan dan selanjutnya kami disambut oleh wahana purba, patung Dinosaurus dan juga tampilan Augmented Reality berupa tampilan CCTV para pengunjung dengan tambahan dinosaurus yang bergerak liar sesekali tampil di layar.
Setelahnya kami menuju ruang Oval, ya Gedung Oval dinamai dari bentuk ruangan Oval yang berisi berbagai atraksi fisika menarik salah satunya adalah harpa tanpa dawai, dimana para pengunjung dapat menaruh jarinya di tengah harpa dan bisa memetiknya dan menghasilkan suara tertentu.
Kemudian kami naik ke atas dan menuju berbagai atraksi kecanggihan yang sangat baik untuk memacu keingin tahuan anak. Ada berbagai wahana sains yang bisa dilihat disini, mulai dari sepeda listrik, bola listrik, pembiasan cahaya, cermin pengganda dan lain sebagainya.
Di Gedung Kotak kami mendapati beberapa wahana yang bekerjasama dengan instansi atau perusahaan lain misalnya dengan Danone, Pemerintah Kota dan lain sebagainya.
Di sisi luar ada area permainan air mengarungi sungai maupun pancuran. Oh ya di area outdoor juga ada permainan seperti rambat bunyi dan juga taman bermain. Taman bermain ini terbagi menjadi dua dan bisa diikuti oleh anak usia pra-sekolah dasar. Dari Taman Pintar kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Wisata Prenggan di KotaGede.
Kampung Wisata Prenggan, Kotagede
Kotagede merupakan salah satu situs yang tidak dapat dipisahkan dari kejayaan Mataram Islam. Kotagede merupakan salah satu bekas ibukota Mataram Islam sebelum berpindah ke Kartasura. Di Kotagede kita bisa menemukan berbagai peninggalan Mataram Islam.
Meski secara administratif terletak di Yogyakarta, Kotagede sebenarnya adalah wilayah enclave Kasunanan Surakarta sebelum 1952. Wilayah enclave adalah wilayah negara yang dikelilingi oleh negara lain. Beberapa wilayah enclave yang ada di Yogyakarta antara lain Desa Mangunan Dlinga dan makam raja-raja Imogiri, merupakan enclave Kasunanan Surakarta, sedangkan kraton Mangkunegaran juga memiliki wilayah enclave di DI Yogyakarta, tepatnya di wilayah Ngawen dan Nglipar Gunungkidul.
Museum Intro Living Kotagede
Kami disambut di Museum Intro Living Kotagede, Museum intro digunakan sebagai pintu masuk Kotagede untuk wisatawan, bagi mereka yang ingin mengenal wilayah Kotagede, terutama Kampung Prenggan bisa mengunjungi museum yang terletak di jalan Tegal Gendu ini.
Dari penjelasan tour guide museum, kami baru mengetahui bahwa di Kotagede kita bisa menjelajahi empat jenis klaster pariwisata yaitu
- Situs arkeologi dan lansekap sejarah
- Kemahiran tradisional
- Sastra, seni, pertunjukan dan adat istiadat
- Sosial kemasyarakatan
Museum Intro Living Kotagede sendiri saat ini sudah dilengkapi dengan berbagai perangkat audio visual memanfaatkan projector yang dilengkapi audio guna memberikan penjelasan kepada pengunjung mengenai situs Kotagede.
Beberapa peninggalan yang ada di museum ini adalah Serat Centini Kotagede, Al Quran Klasik peninggalan Masjid Agung Kotagede, museum ini lebih dikenal sebagai Rumah Kalang, adalah milik BH Noerijah anak sulung dari Pawiro Suwarno, yang dikenal sebagai orang kalang Kotagede.
Sebagai rumah kalang, museum ini memiliki perpaduan gaya Indisch dan Jawa, dengan hiasan rumah menggunakan ornamen bergaya art Deco dan art Neuveau. Sebagai informasi, BH Noerijah turut menyumbangkan 6000 gulden untuk kas negara di masa awal kemerdekaan Indonesia.
Oh ya di Kampung Prenggan, kita bisa menemukan berbagai destinasi wisata, seperti kerajinan Perak, restaurant Omah Dhuwur dan lain-lain. Perjalanan kami dilanjutkan ke Shinta Accessories.
Shinta Accessories Kotagede
Berlokasi di jalan Nyi Pembayun No. 12 Prenggan, Kotagede, Shinta Accessories mungkin sedikit berbeda dengan berbagai perajin perak yang tersebar di wilayah Prenggan dan Kotagede.
Shinta Accessories lebih berkutat pada pembuatan aksesoris, baik yang berbahan perak maupun berbahan tembaga. Uniknya, aksesoris Shinta ini sudah banyak digunakan oleh industri perfilman nasional, misalnya untuk aksesoris Opera Van Java, maupun sinema-sinema laga atau tradisional Indonesia.
Shinta Accessories memang fokus untuk membuat aksesoris tubuh tradisional, tidak hanya gagrak yogya atau solo saja kok. Bahkan tersedia mahkota pernikahan adat untuk wilayah lain seperti Lampung, Minang, Toraja dan lain sebagainya.
Permintaan aksesoris ini biasanya diminta oleh masyarakat keturunan Jawa yang sudah bermukim di berbagai wilayah nusantara lainnya. Maka tidak heran jika Shinta Accessories ini sudah memiliki pelanggan dari seluruh Indonesia. Selain membuka toko offline di Jalan Nyi Pembayun, Shinta Accessories juga menjual aksesoris tersebut secara online.
Selepas dari Shinta Accessories kami dijamu di Pendapa Ganesha, pendopo ini masih merupakan bangunan milik Shinta Accessories yang digunakan sebagai ruang tamu bagi wisatawan yang berkunjung ke kampung Prenggan. Dengan dihibur penyanyi lokal kampung Prenggan kami menikmati sajian khas penganan khas Kotagede. Pendapa Ganesha sendiri memiliki bentuk bangunan Joglo dengan taman bonsai dan ayam jago.
Sayangnya, hari itu kami tidak menjumpai salah satu jajanan khas Kotagede, yaitu Kipo, yang berasal dari kata Iki Opo (ini apa) Makanan ini hanya ada di pasar Kotagede dan hanya bisa didapatkan di pagi hari saja. Namun tentunya banyak hal yang kami pelajari dari Kampung Prenggan di Kotagede.
Setelah merasa cukup beristirahat di Pendapa Ganesha. Rombongan Java Promo pun melanjutkan perjalanan menuju kabupaten kedua, Gunungkidul.