Pagi itu, aku dan Disma, salah satu rekan blogger bergerak ke arah kota Jogja. Jalan menuju kota Jogja dari arah Sleman sudah penuh sesak, beberapa jalan utama nampak telah dibarikade oleh kepolisian. Ya, hari itu, tanggal 19 Juli 2018 kami bermaksud untuk menyaksikan salah satu pra event olahraga terbesar di Asia, yakni Torch Relay Asian Games XVIII. Sebagai warga Jogja, kami berbangga hati karena kota ini mendapat kehormatan sebagai kota pembuka dari perjalanan obor Asian Games yang akan melewati 53 kota dan kabupaten di 18 provinsi di seluruh Indonesia.
Pesta olahraga terbesar di Asia ini akan menghadirkan 45 cabang olahraga, 10 ribu atlit, 5,5 ribu official, dua ribu undangan VVIP, 20 ribu relawan dan 5 ribu media dalam dan luar negeri serta 45 broadcaster dari seluruh dunia yang akan meliput Asian Games XVIII.
Suasana Tugu Golong Gilig atau lebih dikenal sebagai Tugu Jogja, pusat kota Jogja sudah nampak dipenuhi warga masyarakat yang terlarut dalam kegembiraan menyambut torch relay. Kami pun memarkirkan kendaraan di salah satu hotel di area tersebut dan membaurkan diri dengan masyarakat Jogja. Dari kabar yang kami terima semalam, rute torch tersebut tadinya akan bermula dari Tugu Jogja dan berakhir di Kraton rupanya berubah. Mengingat Api abadi dari India dan Mrapen, Grobogan diinapkan di Kraton Jogja, maka rutenya pun dibalik, dari Kraton, diarak secara estafet mengelilingi kota Jogja dan berakhir di kawasan Tugu.
Disana-sini nampak antusiasme masyarakat Jogja yang ingin menyaksikan torch relay Asian Games, maklum saja, Indonesia terakhir menjadi tuan rumah Asian Games IV tahun 1962. Artinya sudah setengah abad lebih Asian Games tidak diselenggarakan di Indonesia, tidak heran jika warga nampak antusias menyambut pesta olahraga terbesar di Asia ini.
Para pembawa obor ini adalah para pejabat, atlit dan tokoh masyarakat yang sudah dikenal, beberapa bahkan memiliki prestasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dan, salah satu pembawa torch tersebut adalah Nanda Mei Sholihah. Gadis kecil kelahiran Kediri 19 tahun yang lalu ini adalah seorang atlit paralympic cabang atletik. Seperti kita tahu paralymic adalah sebutan untuk olimpiade bagi atlit difabel.
Masa Kecil Nanda
Nanda terlahir dengan kondisi difabel, tanpa setengah lengan kanan. Kondisi ini membuat masa kecilnya penuh dengan cobaan. Sejak kecil Nanda merasa berbeda dengan teman lainnya, tidak jarang ia diperolok temannya karena kondisinya. Namun ia dan keluarganya mencoba bersabar dan memaklumi teman-temannya. Mereka mungkin belum memahami kekurangan Nanda. Dia sendiri pernah merasakan ditolak masuk TK dan disarankan untuk masuk SLB karena kekurangannya tersebut. Beruntung, guru sekolahnya sangat sabar dalam membimbing Nanda,
Titik balik Nanda terjadi saat ia duduk di kelas 5 SD, saat mengikuti Try Out persiapan SMP, ia ditawari oleh ketua National Paralympic Commite of Indonesia cabang Kediri untuk menjadi atlit atletik. Keraguan dan cemoohan kerap diterima Nanda, tapi ia sendiri tidak menghiraukan itu, dengan dukungan orang tuanya, Nanda mulai berlatih di Lapangan Bawang, Pesantren, Kota Kediri. Disana ia bertemu rekan-rekan atlit penyandang disabilitas lainnya. Setelah dua bulan berlatih, Nanda mengikuti lomba pertamanya, Kejurda Walikota Cup Surabaya dan berhasil menyabet medali emas.
Medali Emas Asian Para Games
Berbekal kemenangan itu, Nanda semakin optimis menjadi atlit atletik. Kerja kerasnya terbayar tuntas, tahun 2013, Nanda menyabet medali emas Asian Youth Para Games 2013, kemudian disusul medali perak dan perunggu Asian Para Games 2014. Tahun berikutnya prestasi Nanda melambung lebih tinggi lagi, di ajang Asian Para Games 2015, ia berhasil membawa pulang 3 medali emas sekaligus. Prestasi yang sama ia ulangi di Asian Para Games 2017 dengan 3 medali emas ia persembahkan untuk Indonesia.
Prestasi Nanda tentunya masih akan terus bertambah mengingat usianya yang masih belia. Ia merupakan salah satu atlit masa depan Indonesia. Setelah melaksanakan tugas membawa obor Asian Games XVIII di Jogja, Nanda harus cepat-cepat kembali ke Solo untuk mempersiapkan diri mengikuti Asian Para Games 2018 6-13 Oktober mendatang.
Terimakasih Nanda, darimu kami belajar, bahwa kekurangan bukanlah alasan untuk kita tidak berprestasi. Semoga semangat, kerja keras dan optimismemu selama ini bisa menular ke anak-anak muda lain di seluruh bumi pertiwi.
Tabik.