Setiap Harga Punya Cerita

Cuma gitu aja kok harganya mahal bener ya?
Edyan lhe ngasih harga gila gilaan

Mungkin kita sering ngucapin hal2 macem itu, ketika naksir barang jebul harganya jauh di atas ketebelan dompet kita. Untuk beberapa kasus, maka harga bukanlah halangan, yang penting dapet.

Contoh sebut saja jaman lagi musim anthurium jemani, ha mbok diharga 200juta masih ada orang gemblung yang mau beli, lebih baru dari itu ada lagi orang super tolol yang mau dengerin kicauan tokek dengan harga puluhan juta, please deh pak silahkan tangkep tuh tokek di atas kamar gw, tak kasih gratis wis

Harga karena faktor hobby, barang memorabilia biasanya dihargai lebih mahal dari harga semestinya, karena dianggap sebagai barang unik, langka dan menyimpan nilai tertentu, mungkin hari ini harga mainan tradisional masih begitu rendah, bahkan cenderung enggak laku, karena tetap dijual sebagai mainan anak2, bukan sebagai barang memorabilia atau barang koleksi. Mbah2 yang dari masa mudanya terbiasa menjual mainan tersebut sekarang tentu kesusahan menjual mainannya, tergerus oleh kemajuan mainan plastik made in China, yah, seperti pepatah bilang, Tuhan menciptakan alam semesta, sisanya buatan China.

Setiap Harga Punya Cerita imagesAndai saja barang2 itu dijual di website, sebagai barang memorabilia tentu harganya lebih tinggi, setidaknya mampu memberikan senyuman cerah untuk simbah2 yang mungkin memang hanya keahlian tersebutlah yang ia andalkan selama ini.

Lain barang, lain pula jasa. Meskipun untuk harga rata2 jasa kita bisa memilih mana yang keterlaluan pengen cari untung, mana yang murah gak berkualitas, mana yang termasuk kategori value, mana yang profesional. Tapi sering juga kita mendapati harga skill itu gila2an.

Silahkan hubungi jasa konsultasi skripsi, untuk urusan yang bagi kita2 yang dah lulus, cuma begituan, enggak bagi yang belum lulus, soal harga gak jadi soal sing penting entuk skripsi siap pakai njuk lulus. Belum skill lain, semacam pembuatan web atau aplikasi tertentu.

Setiap harga punya cerita, setiap harga punya dasar mengapa bisa seharga ini dan seharga itu. Aku sendiri sebagai orang teknik nggak bisa ‘ngarani’ ketika orang teknik lain menjual kemampuannya dengan harga tinggi, karena aku sadar meskipun mungkin sama2 belajar dari basic yang sama, bagaimana ia belajar, sejauhmana kemampuan troubleshootnya dan sejauhmana softskillnya adalah sesuatu yang susah diukur dengan harga.

Dulu aku sempat ketemu dengan seorang pegawai BPPT yang sedang studi S3 di UGM, dia nawarin aku buat ngebuatin aplikasi atau ngejalanin aplikasi yang asalnya dari antah berantah. Setiap aplikasi yang aku buat dihargai satu juta, berhubung jaman baheula ilmunya cuma ilmu labil aku cuma berani nyoba yang ngejalanin aplikasi, total ada 5 aplikasi yang enggak tau gimana cara makenya, mana ada yang pake bahasa belgia, norwegia klo enggak yo mbuh masih butuh apa lagi gak tau, intinya gak ada satupun aplikasi itu berhasil kujalanin, parah. Wes padahal nek sukses siji wae paling ora ngesaki 350ewu. Mungkin begitu juga yang terjadi dalam dunia per-akuntan-an atau per-pengacara-an, ketoke mung ngono2 kuwi ning rak dewe ra ngerti sejauhmana kemampuan dia menguasai disiplin ilmunya.

Dan aku merasa, sangat rugi ketika kita bisa belajar sebanyak mungkin di bangku sekolah/kuliah tapi tidak kita manfaatkan sebaik mungkin, karena jika kita serius, maka kita bisa menentukan sendiri berapapun harga yang kita tawarkan, kita tidak akan kehilangan pelanggan, karena orang yang membutuhkan tetap akan mencari kita, berapapun harganya

Tapi heran deh sama orang2 di senayan itu, otak gak ada, skill gak punya kok gajinya tinggian sana mulu ya? turunkan harga gaji dewan dong!

gambar diambil dari sini

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini