Dalam suasana diantara dua kemerdekaan ini enggak ada salahnya berbagi cerita tentang kemerdekaan, memperingati kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah bangsa, dan merayakan kemerdekaan dari hawa nafsu selama sebulan terakhir, sebenernya sekalian diikutkan dalam lomba juga tapi sepertinya sudah berakhir semalem.
Alright lah klo begitu, merdeka, kebanyakan orang mengidentikan kemerdekaan adalah perayaan menjelang 17 agustus yang datang setahun sekali. Bagi sebagian orang merdeka tidak lebih dari slogan rutin setiap tahunnya, sementara para PNS dan anak sekolah diharuskan dengan mengikuti upacara bendera di lingkungan mereka, dan masyarakat kampung melakukan banyak perlombaan atau tirakatan untuk memperingatinya.
Tanah Indonesia secara resmi memang merdeka, tetapi mungkin tidak bagi sebagian besar rakyatnya, merdeka dari kemiskinan, merdeka dari pengangguran, merdeka dari kapitalisme dan sikap konsumerisme. Setidaknya ketidakmerdakaan itu bisa kita lihat dari logo kemerdekaan yang masih tidak pernah berubah dari tahun ke tahun, yang berubah cuman angkanya mulu, kucluk banget!
Fine, katakanlah pada diri sendiri belanda masih jauh, melawan kemiskinan, melawan pengangguran dan melawan sikap konsumerisme adalah hal yang tidak mudah, namun ada hal lain yang lebih tidak mudah untuk ditaklukan yaitu melawan diri kita sendiri.
Begitulah yang sering diingatkan oleh Nabi kita tercinta, lebih berbahaya musuh yang berada di dalam hati kita daripada ribuan tentara farsi/romawi di seberang sana. Kita bisa menyerang dan mengelak dari musuh yang bisa kita indra dengan mudah, tetapi kita akan mudah ditundukan oleh musuh yang tidak mampu kita deteksi kehadirannya dengan panca indra kita.
Penyakit hati adalah musuh terbesar kita, bisa berujud hawa nafsu atau rasa takut pada hal yang tidak kita ketahui. Sebulan lamanya kita berjuang melawan hawa nafsu, hampir setiap tahunnya bagi umat muslim di seluruh dunia, tidak jarang kita menang, tidak jarang pula kita luput mengendalikannya. Tapi pada akhirnya kita sampai juga dipenghujung ramadhan.
Dan kemerdekaan selanjutnya adalah kemerdekaan berpikir dari rasa takut, inilah yang banyak membuat kita terbelenggu untuk maju. Berapa banyak dari kita merasa tidak mampu untuk merebut cita2 yang lebih tinggi? berapa banyak dari kita merasa ragu bisa menembus tes masuk perguruan tinggi? tes seleksi calon pegawai negeri sipil? Rasa minder, takut, ragu, kurang percaya diri, tidak pantas, penuh kekurangan…
Banyak hal yang mempengaruhinya, baik dari keseharian kita, lingkungan keluarga maupun stigma yang telah mengurat di dalam benak kita. Yang membuat kita merasa takut untuk melangkah.
Teman, tahukah kalian? banyak orang yang telah merdeka dari kekurangan mereka sendiri, berapa banyak orang2 cacat yang lebih berprestasi dari kita? sedangkan kita dikaruniai kesempurnaan yang lebih dari mereka, apakah kesempurnaan kita menjadikan kita lebih berguna bagi sesama dibandingkan mereka? Sebut saja Xu YueHua dari China, seorang wanita tanpa kedua kaki yang membesarkan 130 anak2 terlantar di sebuah lembaga sosial. Almarhumah Yusnita Febri, dengan semboyannya jadikan kekuranganmu, tidak membuat ketunarunguannya menjadi halangan terus memberikan semangat pada anak2 dan keluarga tunarungu melalui tulisan2 di blognya.
Jika kita merasa tidak mampu, maka lihatlah mereka, tirulah semangat mereka, perjuangan kita tidak akan lebih berat dibanding mereka, kita mungkin tidak akan melewati fase dipandang sebelah mata, dicibir, direndahkan seperti yang mungkin mereka terima di awal perjuangan mereka.
Yah jika pikiran mereka terjajah oleh cemoohan orang2 disekitar mereka, mereka akan menjadi sosok2 yang akan memerlukan belas kasihan sepanjang masa, tapi mereka tidak! sama sekali tidak, mereka memilih memerdekakan pikiran mereka dari tatapan2 orang disekitar mereka dan memfokuskan diri pada apa yang mereka cita2kan.
Mereka mampu karena jauh di dalam hati mereka, mereka telah menemukan arti merdeka yang sesungguhnya.