Penerapan pajak impor untuk alat kesehatan di Indonesia, meskipun dimaksudkan untuk mendongkrak pendapatan negara dan melindungi industri dalam negeri, seharusnya tidak diterapkan secara sembarangan. Kenyataannya, pajak impor untuk alat kesehatan justru berpotensi membebani sektor kesehatan di Indonesia, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat luas. Dalam artikel ini, akan dibahas alasan mengapa alat kesehatan seharusnya tidak dikenakan pajak impor, kecuali untuk alat yang dapat diproduksi di dalam negeri.
1. Keterbatasan Sumber Daya dan Teknologi di Industri Kesehatan Dalam Negeri
Salah satu alasan utama mengapa pajak impor untuk alat kesehatan harus dipertimbangkan dengan hati-hati adalah keterbatasan kemampuan industri alat kesehatan dalam negeri. Meskipun Indonesia memiliki beberapa produsen alat kesehatan, kapasitas produksinya sering kali terbatas dan tidak mencakup seluruh jenis alat kesehatan yang diperlukan oleh sektor medis. Banyak alat kesehatan, terutama yang berteknologi tinggi seperti alat diagnostik canggih, mesin pencitraan medis, hingga perangkat bedah khusus, tidak diproduksi di Indonesia.
Pajak impor pada alat kesehatan ini bisa membuat harga alat kesehatan menjadi lebih mahal, menghambat akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas, dan mempengaruhi ketersediaan alat yang penting. Beberapa produk medis canggih hanya dapat diperoleh melalui impor, dan penetapan pajak impor untuk barang-barang ini akan membuatnya semakin sulit dijangkau, terutama oleh rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang beroperasi di daerah terpencil.
2. Dampak Pada Biaya Kesehatan dan Aksesibilitas Layanan Kesehatan
Impor alat kesehatan menjadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan alat medis yang tidak bisa diproduksi dalam negeri. Penerapan pajak impor akan berdampak langsung pada harga alat kesehatan, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya layanan kesehatan. Biaya kesehatan yang lebih tinggi akan membebani pasien, terutama masyarakat dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, yang pada akhirnya dapat memperburuk kesenjangan akses terhadap layanan medis yang layak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kesehatan, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai di berbagai daerah, terutama di daerah terisolasi. Misalnya, di banyak rumah sakit di luar Jakarta, alat kesehatan seperti ventilator, CT scan, dan alat diagnostik lainnya masih bergantung pada impor. Dengan harga alat kesehatan yang lebih tinggi akibat pajak impor, rumah sakit di daerah ini akan kesulitan untuk menyediakan alat medis yang dibutuhkan, yang akhirnya dapat mengurangi kualitas perawatan kesehatan yang diterima pasien.
3. Beban pada Sistem BPJS Kesehatan
Pajak impor alat kesehatan juga memiliki dampak besar terhadap sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan, yang merupakan program pemerintah untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, bergantung pada keberlanjutan dana untuk menyediakan fasilitas kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika alat kesehatan yang digunakan di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dikenakan pajak impor, biaya yang harus ditanggung oleh BPJS akan meningkat.
Dengan meningkatnya biaya pengadaan alat kesehatan, BPJS Kesehatan mungkin terpaksa menaikkan iuran bulanan atau mengurangi cakupan layanan kesehatan, yang akan sangat merugikan peserta, terutama mereka yang bergantung pada sistem ini untuk perawatan dasar. Oleh karena itu, membebani sektor alat kesehatan dengan pajak impor hanya akan memperburuk kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat.
4. Meningkatkan Beban Industri Kesehatan yang Sudah Terkendala
Saat ini, sektor kesehatan di Indonesia sudah menghadapi banyak tantangan. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan swasta maupun milik pemerintah sudah berjuang untuk memenuhi standar kualitas perawatan yang baik, terutama di tengah pandemi dan situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Penerapan pajak impor untuk alat kesehatan akan menambah beban operasional yang harus ditanggung oleh institusi kesehatan, sehingga mengurangi anggaran yang bisa digunakan untuk memperbaiki fasilitas atau menambah tenaga medis yang berkualitas.
Pajak impor ini juga dapat menyebabkan penundaan dalam pengadaan alat kesehatan, yang pada akhirnya berdampak pada kecepatan dan efisiensi dalam penanganan pasien. Dalam situasi darurat medis, keterlambatan pengadaan alat kesehatan bisa mengarah pada risiko yang lebih tinggi terhadap keselamatan pasien.
5. Alternatif Kebijakan: Pengecualian Pajak Impor untuk Alat Kesehatan yang Tidak Bisa Diproduksi di Dalam Negeri
Sebagai solusi atas masalah ini, pemerintah seharusnya hanya menerapkan pajak impor pada alat kesehatan yang bisa diproduksi di dalam negeri. Pemerintah harus memberikan insentif untuk mendorong industri alat kesehatan dalam negeri berkembang, namun tidak seharusnya membebani sektor kesehatan dengan pajak pada alat yang masih bergantung pada impor.
Untuk alat kesehatan yang memang hanya bisa diproduksi di luar negeri, seharusnya diberlakukan tarif pajak impor yang lebih rendah atau bahkan dibebaskan sama sekali, demi memastikan masyarakat Indonesia mendapatkan akses penuh terhadap alat kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Kebijakan ini akan mendukung peningkatan layanan kesehatan secara keseluruhan tanpa mengorbankan anggaran yang ada.
6. Kesimpulan
Penerapan pajak impor untuk alat kesehatan di Indonesia perlu dievaluasi lebih lanjut dengan mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap sektor kesehatan dan akses masyarakat terhadap layanan medis yang berkualitas. Pemerintah seharusnya memprioritaskan kepentingan kesehatan masyarakat dengan memberikan pengecualian atau tarif yang lebih rendah pada alat kesehatan yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Dengan cara ini, kita dapat menjaga kualitas perawatan kesehatan dan memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat dapat menikmati akses kesehatan yang setara tanpa hambatan biaya yang berlebihan.
referensi: https://idibuntok.org