Tidak ada merk kecap manis nomor 2, setidaknya itu adalah pakem resmi dari promosi segala jenis produk yang ditawarkan para produsen dipasaran. Entah itu merk shampo, odol, susu balita, atau bahkan sosis. Semua berlomba menjadi nomor satu, memposisikan diri sebagai nomor 1 bagi pelanggan, meskipun toh pada akhirnya, penghargaan semacam Top Brands awards menjadi tolak ukur bagaimana kesuksesan produk mereka bisa jadi top of mind di kalangan masyarakat.
Tidak sekedar produk saja yang enggan jadi nomor dua, manusia juga enggak mau jadi nomor dua, enggak mau diduain, apalagi ditinggalin pas lagi sayang-sayange. Semua ingin jadi juara dan jadi yang utama. Secara psikologis, keinginan untuk selalu jadi yang utama ini, kemudian diadopsi oleh para sutradara opera sabun lokal (baca: shitnetron) yang diejawantahkan dengan tokoh utama yang serba baik dari segala sisi, ganteng, cantik, manis, sopan, baik hati, tidak sombong, rajin menabung, hemat pangkal kaya, tapi goblok, lha buktinya sepanjang ratusan episode dia lebih seperti pesakitan yang terus diusik para antagonis. Makin panjang episodenya, makin oon berarti tokoh utamanya.
Sama halnya seperti di dunia anime, manga, superhero, tokoh utama adalah orang terbaik, meskipun jelas mereka digambarkan selalu punya kekurangan, yang enggak selalu juga dalam bentuk goblok seperti tokoh utama di sinetron. Entah itu gampang banget disuap pake scooby snack, atau sekedar kue dorayaki.
Di dunia fiktif, kita kenal ada sosok tanggung seperti Son Goku, Naruto, dan tokoh-tokoh utama lain yang punya kekuatan terbesar dan akhirnya bisa menjadi pahlawan bagi semua orang. Mereka seolah dikutuk untuk memiliki karakter yang punya beban berat, harus bisa menyenangkan semua orang di dunia fiksinya dan mereka yang gemar membaca animenya.
Pun begitu, aku hampir tidak pernah mengidolakan orang pertama di cerita fiksi macam itu, aku lebih menyukai sosok kedua. Sebut saja Bezita. Anti hero di dunia dragon ball ini adalah tandem sekaligus musuh bebuyutan Son Goku, tampil dingin, tanpa perasaan, cuek, namun selalu berlatih lebih keras agar bisa mengalahkan Goku. Atau katakanlah Sasuke, yang memilih meninggalkan Konohagakure untuk mencapai mimpinya sendiri.
Dua orang ini, setidaknya memiliki sudut pandang berbeda dengan tokoh utama, mereka hadir bukan untuk menyenangkan semua orang, mereka adalah orang-orang yang sadar, bahwa untuk mencapai mimpi, perlu banyak hal yang harus dikorbankan, perlu perjuangan yang lebih keras, dan tentu saja, perlu keberanian untuk menjadi berbeda. Keteguhan, dan keinginan yang sangat kuat terhadap mimpinya adalah pembeda yang membuat mereka lebih spesial bagiku dibanding tokoh utama.
It’s okay for being number 2, coz you’ve got another reason which the first didn’t have, a great revenge