Hari Selasa kemarin aku berkunjung ke Surabaya, kedatanganku kesana untuk belajar mengenai kecanggihan teknologi yang ada di Terminal Teluk Lamong. Saat aku memperoleh informasi bahwa di Teluk Lamong merupakan sebuah green port, aku jadi penasaran, sejauh apa konsep green dapat diimplementasikan dalam sebuah pelabuhan. Yang kedua, aku tertarik untuk mempelajari teknologi yang digunakan di dunia pelabuhan. Dunia yang cukup jauh dari bidangku saat ini, pendidikan, tapi memiliki core yang sama dengan keahlianku yakni teknik.
Surabaya merupakan gerbang untuk distribusi logistik, terutama untuk wilayah Indonesia bagian timur. Terminal Teluk Lamong merupakan sebuah pelabuhan di bawah PT Pelindo III. Teluk Lamong dibangun sebagai antisipasi terhadap peningkatan volume perdagangan yang melewati Pelabuhan Tanjung Perak. Dengan adanya fasilitas Terminal Teluk Lamong ini, diharapkan nantinya tidak terjadi stagnasi di Pelabuhan Tanjung Perak. Saat ini dermaga Teluk Lamong menerima bongkar muat kontainer menggunakan Ship to Shore dan bongkar muat food and feed grain menggunakan Grab Ship Unloader.
Teknologi Semi Otomatis pada Fasilitas Crane Yard
Terminal Teluk Lamong merupakan first green port dan first semi automated port di Indonesia yang mengedepankan teknologi ramah lingkungan dalam operasional perusahaan. Kecanggihan teknologi di Teluk Lamong dapat dilihat dari penggunaan Automated Stacking Crane atau disingkat ASC. ASC digunakan untuk melakukan proses penataan kontainer dan proses receive and delivery kontainer. Teknologi ini adalah teknologi semi otomatis yang menggunakan sedikit keterlibatan manusia. ASC merupakan teknologi dari Australia yang memungkinkan penataan kontainer di lapangan penumpukan (crane yard) dapat dilakukan secara otomatis tanpa memerlukan campur tangan manusia. Proses lift on dan lift off dilakukan by system. Penggunaan ASC ini memungkinkan efisiensi 2,7 x dari terminal konvensional yang menggunakan teknologi Rubber Tyred Gantry. Saat ini terdapat 10 blok dalam container yard yang setiap blok terdiri dari dua unit ASC. Nantinya pada tahap ultimate, akan tersedia 33 blok container yard untuk meningkatkan kelancaran arus keluar masuk container.
Sebagai sarjana elektronika yang pernah menggeluti otomasi, ASC ini sangat menarik, pertama adalah dari segi teknologinya. ASC akan berhenti bekerja pada saat mendeteksi kehadiran makhluk hidup di crane yard. Itulah mengapa, supir truk yang akan mengambil kontainer harus dimasukkan ke kabin khusus agar tidak terdeteksi oleh ASC. Dengan ketinggian ASC sekitar 30 meter, butuh sensor yang cukup kuat untuk mendeteksi adanya manusia. Kedua, saat kontainer masuk ke dalam container yard, sistem ASC akan melakukan registrasi terhadap peti kemas, kemudian menyusunnya sedemikian rupa agar lebih mudah diambil. Maksudnya adalah, saat ASC akan melakukan perhitungan urutan penumpukan peti kemas berdasarkan kemungkinan urutan pengambilan peti kemas oleh supir truk. Dengan demikian, saat truk siap mengambil, posisi peti kemas sudah berada di tumpukan paling atas, atau tidak berada di bawah kontainer lain dan bisa langsung diambil oleh sistem. Proses ini terjadi by system, tanpa melibatkan manusia untuk melakukan pemilahan dan pemindaian posisi kontainer.
Sementara untuk proses receive and delivery, masih dibutuhkan operator untuk memastikan proses pengangkatan dan penurunan kontainer ke truk tidak bermasalah. Untuk meningkatkan tingkat keselamatan kerja, di area crane yard juga tidak terdapat manusia. Manusia yang ada disana hanyalah supir truk yang bertugas mengangkut kontainer dari delivery area. Operator ASC sendiri bekerja dari lantai 4 ruang kontrol yang disebut Workshop, terletak disamping container yard. Pengoperasiannya juga terbilang mudah, bahkan Putri Indonesia Jatim 2017 turut mencoba kecanggihan teknologi ini. Dengan minimnya keterlibatan manusia di area crane yard membuat tingkat kecelakaan kerja di Terminal Teluk Lamong dapat ditekan seminimal mungkin.
Green Technology di Dermaga Terminal Teluk Lamong
Bicara masalah green technology, kita tidak sekedar berbicara mengenai efisiensi dan peningkatan kapabilitas melalui alat-alat modern, tetapi juga mempertimbangkan dampak lingkungan akibat penggunaan teknologi tersebut. Untuk proses pengangkutan kontainer dari dan ke dermaga misalnya, TTL hanya mengijinkan truk berbahan bakar gas atau truk yang memiliki standar emisi Euro 3 yang dapat masuk ke dermaga. Saat ini Teluk Lamong mengoperasikan truk berbahan bakar Compressed Natrium Gas dan Combined Terminal Tractor (CTT). CTT merupakan truk otomasi yang digunakan untuk mengangkut petikemas dari dan ke kapal, CTT memiliki sensor yang dapat menangkap sinyal tanpa pengemudi. Sasis truk bersifat hidrolis dan mempermudah peletakan peti kemas di docking system untuk mempermudah peletakan peti kemas ke crane yard. Sistem docking ini juga menjadikan TTL pioner pelabuhan pertama di dunia yang menggunakan teknologi ini.
Konsep green juga diimplementasikan dalam penggunaan Ship to Shore serta Grab Ship Unloader. Kedua teknologi ini menggunakan sumber tenaga listrik yang bebas polusi. STS digunakan untuk mengangkut kontainer dari dan ke kapal. STS ini termasuk dalam mobile tower crane, karena memiliki roda kaki yang bergerak di atas railway. Penggunaan railway memungkinkan STS untuk menempatkan diri sesuai dengan letak kapal bersandar. Ada 10 STS yang beroperasi di Teluk Lamong, 5 digunakan untuk melayani kapal domestik, 5 lainnya yang memiliki kemampuan twin lift digunakan untuk melayani kapal internasional.
Kemarin kami juga sempat mencoba menaiki crane STS dan ikut menyaksikan petugas yang bekerja di kabin STS di ketinggian 35 meter memindahkan kontainer dari kapal ke truk CTT. And kesimpulannya adalah… sangat tidak direkomendasikan untuk mereka yang gampang pusing dan takut pada ketinggian. Operator STS sendiri harus bekerja di lingkungan kerja yang menurutku termasuk ekstrem. Karena harus tahan dalam guncangan selama 4 jam saat melakukan proses pemindahan kontainer. Empat jam adalah batas maksimal operator STS bekerja untuk mengurangi dampak kecelakaan kerja akibat terlalu lama bekerja dalam kondisi ekstrim.
Di sisi barat laut dermaga terdapat dua unit GSU, unit ini digunakan untuk melakukan bongkar muat curah kering. Sebagai terminal ramah lingkungan, Terminal Teluk Lamong saat ini hanya melayani komoditi food and feed grain. Untuk peningkatan pelayanan curah kering, digunakan conveyor bertenaga listrik sepanjang 250 meter yang menghubungkan dermaga ke gudang penyimpanan curah kering dan silo. Saat ini kapasitas gudang penyimpanan adalah 120.000 ton dan kapasitas silo 80.000 ton.
Green Power Plant
Untuk mensupplai power yang dibutuhkan di Terminal Teluk Lamong, saat ini masih menggunakan listrik PLN dan juga mengoptimalkan pembangkit listrik sendiri. Komitmen mengurangi penggunaan bahan bakar fosil di Teluk Lamong juga ditunjukkan dengan pembangunan power plant. PT Lamong Energi Indonesia, selaku anak usaha PT Terminal Teluk Lamong menjadi penanggung jawab untuk pembangungan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLMTG) yang melayani kebutuhan listrik di Terminal Teluk Lamong. Saat ini terdapat dua unit mesin PLTMG yang berkapasitas total 6,6 MW dan masih akan terus diperbesar sampai tahap ultimate pembangunan Terminal Teluk Lamong yang direncanakan berakhir pada tahun 2030.
Terminal Teluk lamong
Jl. Raya Tambak Osowilangon, KM 12 Surabaya
+62 31 99001500 fax +62 31 99001490
humas@teluklamong.co.id
Terminal Teluk Lamong memang keren! Indonesia harus berbangga nih punya Terminal Peti Kemas secanggih ini!
Bener mas keren n modern sekali
bener banget mas priyo, TTL ini kebanyakan sudah semi otomatis dan tidak sembarang truk diijikan masuk.. ya sudah komitmen menjadi pelabuhan yang ramah lingkungan, kan?
iya mas, untuk operasional di dermaga semua truk yang beroperasi harus punya spesifikasi minimal euro 3
seru ya, dan kecanggihan itu juga untuk kemanan dan kenyamanan ya
nggih mbak, unsur keamanan dan kenyamanan juga perlu untuk diperhatikan
ndredeg disko pasti naik ke ketinggian segitu. Tapi pasti tetep ngerasa amanlah, cz disana kan aspek safetynya termenej dg baik. Ha..ha.. seru!
aman sih mbak, cuma aku tetep horor klo ngebayangin 4 jam sendirian disono. cuma limabelas menit ikutan ngangkutin kontainer aja perut rasanya udah mual hahaha