Sebagai orang yang tinggal di kawasan area pedesaan, bisa dibilang, banyak sekali orang yang berlalu lalang menggunakan motor tetapi tidak mengenakan helm. Biasanya, masyarakat abai mengenakan helm karena tidak ada polisi yang bertugas di jalanan desa. Ya, berbeda dengan wilayah mendekati Jogja kota, dimana hampir setiap persimpangan utama didirikan pos polisi berikut satuan petugasnya. Bisa di bilang di desa adem ayem, tidak ada polisi genit yang cari gara-gara dengan menilang mbak-mbak emesh yang lewat di depan posnya.
Ketiadaan polisi ini emang jadi salah satu faktor utama yang membuat masyarakat tidak mau mengenakan atribut safety riding selama menggunakan moda transportasi ini di wilayah desanya. Mumpung ora ono sik nilang.
Tapi sebenernya, helm itu sendiri bukan alat untuk mencegah tilang oleh polisi, gak ada gunanya pake helm klo masih tetep main trabas lampu merah, ya tetep aja ketilang. Helm adalah salah satu komponen safety riding. Btw ngomongin soal safety riding tuh apa aja sih?
Poin dalam safety riding sendiri terbagi menjadi beberapa unsur, kendaraan, perlengkapan keselamatan, surat-surat serta pengendara itu sendiri. Dari sisi kendaraan, misal kita punya motor Honda Beat, nah Honda Beat ini sudah punya standar keamanan yang layak, double spion, lampu sein, klakson, rem cakram, dll selain fitur kenyamanan yang dimiliki.
Tapi gak heran sih di masyarakat kadang ada aja yang usil, udah motor baru, standar keamanannya lengkap eh malah dikurangin, spion dicopot satu yang kiri, abis itu diganti dengan ukuran yang lebih kecil. Anak-anak muda usia SMA-kuliah ganti knalpot dengan yang bising dan berdebu, ban motor diganti menggunakan ban sepeda yang lebih kecil dan kurang stabil untuk menanggung beban penumpang.
Padahal, setiap motor yang keluar dari pabrikan, katakanlah Honda, itu sudah memenuhi unsur standar keselamatan lha kok ya orang kita tuh masih aja seselonya buat mretheli motor.
Unsur keamanan kedua adalah perlengkapan keselamatan berkendara. Apa aja tuh? Yang paling familiar sama kita adalah helm. Ya helm berfungsi melindungi bagian paling penting dari tubuh kita dari resiko kecelakaan selama mengendarai kendaraan bermotor. Gapura desaku terletak di perempatan jalan yang menghubungkan jalur alternatif dari Magelang menuju Kulon Progo, di persimpangan itu, sering terjadi kecelakaan, biasanya sih tabrakan, meski berada di jalur alternatif yang tidak seramai jalan raya, tetap saja sih beberapa kali kecelakaan disana terbilang fatal, penyebabnya apa? pengendara tidak menggunakan helm. Nah tuh, namanya di dunia nyata enggak ada tombol undo or CTRL+Z, jadi sebelum terjadi hal yang buruk sih mending melakukan pencegahan dengan mengenakan helm.
Perlengkapan keselamatan lain adalah jaket, jaket tidak hanya berfungsi untuk menahan hawa dingin selama berkendara, tetapi juga berfungsi untuk mengurangi kemungkinan babak belur dan lecet saat terjadi kecelakaan. Jaket standar untuk bermotor umumnya terbuat dari kulit, tebal dan memiliki pelindung siku. Selain jaket, sepatu dan kaos tangan adalah perlengkapan keselamatan lain. Keduanya sama seperti jaket selain berfungsi untuk menahan hawa dingin juga untuk meminimalisir resiko pada saat terjadi kecelakaan. Jika memungkinkan kita masih bisa mengenakan pelindung lutut juga. Tapi jika tidak sebenarnya empat poin itu udah cukup kok, helm, jaket, sarung tangan serta sepatu.
Yang ketiga adalah surat-surat. Ya ini berkaitan dengan legalitas kita saat mengendarai kendaraan bermotor. Dan di desa, ini sama parahnya dengan tidak mengenakan helm, STNK dan SIM seringkali ditinggal pada saat berkendara di seputaran desa, lagi-lagi alasannya sama, ngapain dibawa, orang gak ada polisi yang nyegat di pinggir sawah?
Padahal kedua surat itu punya fungsi yang cukup berguna terkait dengan keselamatan. STNK berfungsi untuk memberikan legalitas bahwa motor yang dibawa memang bukan motor curian. Jangan salah, aku sering menemukan polisi menggelar razia di malam hari di beberapa titik, setelah mendapat laporan adanya curanmor. Nah sementara itu, SIM selain sebagai alat bukti bahwa pengendara memiliki legalitas dan kemampuan minimal mengoperasikan kendaraan juga dapat digunakan sebagai alat bantu pihak kepolisian untuk dapat segera menghubungi keluarga korban pada saat terjadi kecelakaan. Coba deh tanya saudara, kerabat, atau kenalan yang bekerja sebagai polantas, seberapa sering mereka pusing saat menangani kasus kecelakaan dimana tidak ada identitas korban yang ditemukan di lokasi kejadian.
Hal terakhir dari unsur safety riding yang sering dilupakan di desa dan bahkan di kota adalah, faktor pengendara itu sendiri. Yha, faktor ego bener-bener menjadi salah satu penyebab mengapa kecelakaan sering terjadi, gak terima disalip anak sekolah yang motornya lebih baru, sein kanan belok kiri ala emak-emak, ngebut cuma biar enggak kena butiran air hujan, dan hal-hal yang sebenarnya bisa kita hindari dengan mengendalikan diri. Di desa orang sering lupa ngasih tanda sein pada saat belok, halah ming neng ndeso jih sepi, ntar giliran ketabrak baru deh protes, ngapain masnya banter-banter?
Kecelakaan yang terjadi di wilayah pedesaan sebenarnya tidak kalah fatal dengan yang terjadi di wilayah perkotaan, masing-masing punya dampak yang sama kepada para korbannya. Yang membedakan di desa sering kali tidak tersebar secara viral, sehingga masih banyak orang-orang desa yang tetap mengabaikan safety riding selama berkendara. Padahal, keamanan berkendara itu bukan soal di wilayah sendiri atau saat perjalanan jauh, itu adalah soal bagaimana kita mengamankan diri kita dan orang lain dari resiko yang lebih fatal.