Marah? gak ada orang yang suka marah, kecuali emang udah hobi dari sono, apalagi klo dimarahin jelas gak ada yang hobi, apalagi sekedar suka. Marah itu gak enak, apalagi dimarahin, Jelas kuwi!
Soal kemarahan ini, aku terhitung orang yang jarang meluapkan emosi dalam bentuk kemarahan, waktu aku marah sebisa mungkin aku menghindar untuk bicara, namanya emosi apa yang diucapkan bisa out of control dan aku gak mau mengeluarkan kata2 yang dibumbui emosi, pepatah mulutmu harimaumu, klo dalam kondisi marah bisa jadi mulutmu dinosaurusmu.
Bukan hanya dari segi kelabilan aja tapi juga efek buruknya. Ketika omongan kita terlalu tajam untuk sebuah alasan kemarahan yang jika dirunut logika secara tenang bisa kita sebut keterlaluan, apalagi orang yang kita marahin?
Jelas berdampak banget, karena manusia akan lebih mudah mengingat kata2 yang menyakitkannya daripada sekedar nasihat2 doang. Dan mungkin perkataan itu masih akan terus terngiang sampe nanti, aku gak pengen orang mengingatku dari kata2 menyakitkan yang aku ucapkan.
Tapi tentu saja setiap orang punya batas variatif tentang anger management, tidak semua orang memiliki batas kesabaran yang sama dan bisa menahan diri untuk enggak misuh ketika menghadapi sebuah persoalan. Begitulah beberapa hari ini aku terpaksa harus mengeluarkan kemarahan di kelas karena kelakuan beberapa anak didik yang udah kelewatan dan berulang2 diperingati secara baik2 tetap saja ndablek.
Aku ingat seorang guruku dulu pernah dipisuhi gurunya saking begonya, eh pada akhirnya guruku itu terpancing untuk melakukan pembuktian positif, dan keduanya bertemu kembali di sekolah pascasarjana dimana ketika ujian dia dicontekin mantan gurunya habis2an. Gw gak mau suatu saat gw bakal menghadapi kondisi geek dan memalukan semacam itu karena aku sadar, kemampuan tiap manusia di suatu masa sifatnya hanya sementara.
Guru, dosen, dan siapapun mereka yang berdiri di depan kelas dengan kapur dan spidol di tangannya tidak selalu lebih hebat dari anak2 didiknya, hanya saja seringkali mereka hanya lebih dahulu tahu dibanding murid2nya, mereka seringkali hanya lebih dulu belajar tentang pelajaran tersebut dibanding murid2nya, karena tidak ada yang bisa menjamin ketika di usia yang sama kualitas keilmuan si murid akan tetap di bawah gurunya tersebut.
Guru dikelas hanya berfungsi sebagai media transmisi pengetahuan, fasilitator dan manajer untuk membuat anak didiknya belajar, bukan hanya tentang pengetahuan tapi juga soft skill seperti tata krama, kedisiplinan, budaya belajar dan lain sebagainya. Jika sebagai penghukum aku sama sekali enggak menikmatinya, yang bisa aku lakukan hanya mengarahkan mereka dengan cara yang paling membuat mereka nyaman, tapi jika tidak, sedikit kemarahan mungkin akan lebih efektif untuk membuat mereka sadar dengan kesalahannya. Yah, semoga saja, karena mungkin saja aku salah dan kemarahanku justru berimbas negatif pada mereka, who knows? tapi aku tetap berharap yang terbaik untuk mereka, dan juga caraku memperlakukan mereka sebagai manusia2 yang sedang belajar dan memperbaiki diri dari kesalahan2 mereka.
Nah teman, boleh sharing tentang anger management kalian nggak? cara efektif untuk mengeluarkan kemarahan tanpa menimbulkan efek negatif berlebihan.
gambar dari sini
wah, saya ga bisa share ini, soalnya saya tipe yang bisa meledak, terutama pada tanggal-tanggal tertentu setiap bulan 😛
kek detonator yang udah diset bakal meledak tiap bulan yo mbak 😀
Kadang marah perlu loh yo, asal porsinya pas yang di kasih marahpun jadi ngerti kalau lo marah karena “sayang”. Yang susah dan keren tuh marah tanpa kebencian! Marah karena ingin menyingkirkan “energi negatif” yang menempel di orang yang lo marahin.
*bahasa sok keren gini hahaha
hahaha kampret ndadak nganggo bahasane mario teguh, angel kuwe mo, jenenge nesu ya mesthi ana jalarane sik marakna mangkel