Dulu sekali, aku dalam kondisi bingung setengah mati, antara pilihan menikah atau lulus kuliah, sebuah drama yang sebenernya enggak ada penting-pentingnya buat diceritain. Unfaedah lah kata kids jaman now. But let me tell you, terkadang kita belajar dari kisah dan ketololan orang lain. Jadi aku rasa, selagi kalian berusaha mencerna kata-kataku dan tidak sempat mendebat, kulanjutkan saja ceritanya.
Aku menikah tanggal 19 Juni 2011. Sebelas hari sebelum punahnya masa studi sarjanaku. Yep, aku masuk di kampus tujuh tahun sebelumnya, that’s meaning klo aku telah menghabiskan empat belas semester kesia-siaan di kampus. Errr sebenernya gak sia-sia amat sih, karena sebagai warga negara yang baik aku menghabiskan jatah subsidi negara di bidang pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Tanggal sembilan belas aku menikah, tanggal 21 kami rapat akbar bersama dosen pembimbing, masih ada beberapa belas makhluk bergelar mahasiswa yang harus menyelesaikan studi dalam waktu 9 hari. Di antara kami ada yang belum menyelesaikan skripsi, TA, bahkan laporan PKL. Brengsek? Yes absolutely.
Normalnya, tidak ada yang bisa selesai dalam waktu sesingkat itu, aku sendiri menyangsikan jika kami akan lulus atau dalam tanda kutip diluluskan. Aku menemui ketua jurusan dan menanyakan adakah dispensasi untuk penambahan masa studi, dijawab dengan tegas tidak. Yang terpikir ketika itu adalah mengajukan surat pengunduran diri dan pindah haluan ke kampus lain sebelum keluar surat sakti yang mengandung kata kunci DO.
Tapi dosen pembimbing dan ketua jurusan kami menginginkan lain, kurang lebih pesannya adalah jika kami harus DO, setidaknya, DO lah dengan kepala tegak, berjuang sampai tidak ada yang tersisa untuk diperjuangkan dan waktu kami tidak tersisa sedetikpun. Ini lebih seperti misi menyelamatkan muka alih-alih memperoleh gelar sarjana.
Sampai hari terakhir, tanggal 30 Juni, aku berusaha menyelesaikan semua laporan, menemui dan berkonsultasi dengan setiap dosen pembimbing, sampai siang itu ada informasi baru, kebijakan dispensasi selama satu bulan, bener-bener, penambahan sebulan itu adalah kartu As yang kami tunggu-tunggu. Dalam kurun waktu itu aku sudah menyelesaikan penelitian, ujian TA dan persiapan ujian skripsi, hanya tinggal menunggu waktu sampai seluruh nilai mata kuliah lain muncul sebagai syarat pengajuan ujian skripsi.
Di akhir bulan Juli, kami mendapat tambahan angin segar lagi, kampus menyetujui menambah dispensasi kami satu bulan, tidak benar-benar efektif sebenarnya, karena terhitung tanggal 20 Agustus sudah memasuki masa libur lebaran. Dan disitulah keajaiban tercipta, ujian skripsi, yudisium dan pendaftaran wisuda periode September berhasil aku jalani semuanya. Di akhir September, aku sudah bisa menggenggam apa yang sudah aku cita-citakan tujuh tahun sebelumnya.
Setelah menikah, istri tau klo yang paling urgent buat aku ketika itu bukanlah bulan madu, tapi menyelesaikan kuliah secepat-cepatnya. Jadilah aku bulan madunya sama dosen-dosen pembimbing di ruang-ruang dosen. Dari teman-teman yang dikumpulkan dosen, ada beberapa yang akhirnya benar-benar DO. Ya aku sendiri gak bisa berbuat apa-apa, sudah bantu ngasih semangat, tapi ya semua kembali pada diri sendiri apakah mau berproses atau tidak.
Dari drama sarjana itu ada beberapa catatan sih
- Lakukan hal produktif yang mendukung semua step menuju tujuan yang kita inginkan
- Aku mengenal karakter dosen-dosenku, bagaimana mereka ingin diperlakukan, apa yang mereka inginkan ketika mahasiswa bimbingan mereka menghadap
- Setiap step harus dijalani dengan baik dan benar, makanya aku selalu punya catatan hal terkecil yang diperlukan mulai sejak persiapan ujian TA – wisuda, mulai dari hal remeh seperti bentuk cover CD, foto 3×4, 4×6, dan hal remeh lain sudah aku persiapkan jauh-jauh hari
- Rayakan setiap step yang berhasil dicapai, yess, berikan apresiasi pada diri sendiri untuk menghindari stress
- Selalu menguatkan diri dan berdoa. Aku yakin kok, secara logis, aku harusnya tidak lulus, tetapi Tuhan, punya cara untuk menyelamatkan namaku dengan caraNya sendiri
Dan tahukah kalian, drama sarjana itu juga yang meloloskanku enam tahun berikutnya dari sekuel berikutnya, drama magister