Haryo Suman, begitulah nama seorang tokoh ganteng dari negeri Gandhara, yang datang bersama saudara dan saudarinya Gendari untuk mengikuti Sayembara di negeri Mandura guna memenangkan Dewi Kunthi. Sayangnya bukannya ia berhasil memenangkan Dewi Kunthi, justru dia kehilangan kegantengannya setelah dihajar habis2an oleh Pandu dan harus merelakan saudarinya diperistri Pandu. Sementara saudaranya mati sia – sia di tangan Pandu.
Harapannya agar saudarinya Gendari bisa menjadi permaisuri Pandu agar ia bisa menguasai Astina justru menelan pil pahit setelah Pandu yang sudah menggandeng Dewi Kunthi dan Madrim malah mempersembahkan Gendari untuk Destarata yang berwajah jelek lagi buta, Gendari akhirnya menutup matanya dengan seutas kain agar ketika ia melayani Destarata tidak perlu jijik melihat mukanya.
Sangkuni seharusnya bisa pulang menjadi raja di negerinya, tetapi sebaliknya ia memilih mengikuti Gendari ke Astina. Ya, Astina negeri yang Agung, sementara Gandara hanyalah negeri kecil yang tidak diperhitungkan dalam percaturan politik saat itu.
Di Astina, ia kemudian naik pangkat setelah Pandu meninggal dan Destarata diangkat menjadi raja sementara, ia dikenal dengan nama patih Sangkuni, Sengkuni atau Shakuni. Sangkuni adalah simbol keculasan dan sifat licik.
Sangkunilah yang meracuni para Kurawa agar memusuhi Pandawa, menguasai tahta Astina, menelanjangi Drupadi, membakar Balai Sigala -gala, dan merebut Indraprasta. Dialah man behind the gun, seorang sutradara di balik perang maha besar Bharatayuda. Di mata Kurawa, Sangkuni tampil sebagai seorang sosok pengayom, pembesar hati dan peneduh. Semua Kurawa patuh dan menghormati perkataan Sangkuni, tanpa mereka sadari apa yang dikatakan Sangkuni bukan untuk kebaikan mereka, tapi karena Sangkuni ingin balas dendam pada Pandu dan putra2nya.
Kurawa, dunia pedalangan dan orang2 saat ini melihat mereka sebagai sosok yang jahat, adigang adigung adiguna, tapi tentu saja orang seharusnya melihat siapa penghasut mereka, karena pada dasarnya kurawa itu hanyalah budak kecil yang mengikuti arahan paman mereka, wayang yang tanpa daya dijungkir balikan oleh dalang mereka. bahkan sampai pada kematian mereka tidak ada satupun Kurawa yang menyadari kebusukan otak Sangkuni. Duryudana adalah pelindung bagi adik2nya, Dursasana adalah adik yang setia dan menghormati kakaknya, sata kurawa adalah saudara yang memiliki solidaritas tinggi, dan semua kebaikan mereka di mata sejarah rusak hanya karena misi balas dendam Sangkuni.
Sangkuni memang telah mati, mulutnya disobek-sobek Tukul Arwana Werkudara, tapi rupanya tidak begitu dengan jiwanya, masih banyak Sangkuni2 yang bersikap seolah2 pelindung tapi menjerumuskan, menasehati padahal menghasut, berlagak mriyayi padahal bajingan tengik.
Aku berlindung pada Tuhan dari godaan Sangkuni yang terkutuk
Yen dipikir-pikir kok sampean kaya Sudjiwo Tedjo sing biasane nulis ing Jawa Pos.
huwahahaha lha kalah adoh no nek karo Sudjiwo tedjo lha dia budayawan kene mung budaya tangi awan