Sebelum Semua Ini Berakhir

Seorang nelayan nampak datang ke pinggir pantai, ia membawa beberapa perkakas. Hari itu, ia tidak melaut, sedang musim badai di tengah laut, sebagai seorang nelayan ia memahami, hari itu ia tidak bisa bekerja mencari nafkah di tengah lautan. Ia memilih memperbaiki jaring penangkap ikannya selama tidak dapat melaut.

Seperti halnya nelayan tersebut, hari ini, sebagian besar dari kita mengalami masa yang sama dengannya. Kita, tidak bisa lagi bekerja, beribadah dan bersekolah di masa merebaknya wabah corona.

Teguran Halus Tuhan Untuk Semua

Terkadang, aku merasa wabah ini teguran terhalus dari Tuhan untuk semua, ada yang merasa sebagai kekuatan utama dunia, tak bisa terkalahkan oleh negara manapun, ada yang merasa bisnisnya tak akan hancur, ada yang merasa jabatannya akan abadi selamanya, ada pula yang merasa ibadahnya seribu kali lebih baik dari orang-orang di sekitarnya.

social distancing wabah-corona-sebelum-semua-ini-berakhir.jpg

Untuk orang yang menuhankan materi, mereka merasa lebih susah dari para buruh lepas karena tak dapat penghasilan, untuk orang yang menuhankan jabatan, kekuatan, mereka tidak berdaya menghadapi ini, rudal-rudal nuklir mereka tidak berguna menghadapi makhluk Tuhan yang paling kecil ini. Untuk mereka yang menuhankan gaya hidup, mereka tak lagi bisa menikmati asyiknya menjadi sosialita, rumpi-rumpi, pamer traveling ala jetset, ngedugem, kongkow, nongkrong, nonton, dan aktifitas-aktifitas komunal gaya hidup lainnya.

Sementara, untuk mereka yang menuhankan agama, mungkin ini sindiran paling menonjok dari Tuhan, yang ingin kita kembali mencintai Tuhan, bukan menuhankan ritualnya, bukan mencintai kebiasaan tradisinya, bukan mencintai perayaannya, bukan mencintai hal-hal kecil yang menyelimutinya.

Ancamannya nyata, virus ini tidak hanya menyerang kita saja, tapi berdampak pada orang-orang disekeliling kita, dan sayangnya, ancamannya tidak pernah terlihat hingga semuanya sudah terlambat.

berani libur berlebaran 2020 tidak mudik?

Pemerintah, telah bergerak dengan terus melakukan upaya agar dapat menghambat pergerakan corona, pun dengan masyarakat yang berinisiatif secara komunal melakukan barikade kampungnya, aktif memberikan informasi seputar gaya hidup sehat serta melakukan penyemprotan desinfektan di lingkungan kampung masing-masing.

Tenaga medis, ya mereka yang paling berjibaku dengan virus ini, melawan di garda terdepan, mulai berjatuhan sebelum semua ini berakhir. Namun lihatlah, mereka tak pernah pantang menyerah, meski sebagian masyarakat menganggap mereka agen penularan, meski sebagian kecil lagi menolak pemakaman mereka, mereka tak pernah berhenti berada di barisan terdepan demi kita semua.

Sudah enam minggu berlalu sejak pemerintah mengumumkan kasus pertama corona di Indonesia, hingga saat ini pergerakannya cukup besar, meski banyak faktor juga yang mampu menahan penyebaran corona agar tidak separah negara-negara eropa. Banyak anomali mulai terasa

Semua orang semakin waspada dengan kegiatannya sehari-hari, bagaimana agar ia bisa tetap mencari sesuap nasi namun tetap terhindar dari infeksi corona, sayangnya, tidak semua jenis pekerjaan menerapkan work from home, sebagian justru terkena dampak yang lebih pahit, pemutusan hubungan kerja.

Kegiatan ekonomi hampir terhenti, perusahaan menghentikan produksi, kantor dan sekolah meliburkan aktifitas, pekerja pabrik yang terkena phk serta buruh harian lepas yang tak bisa mendapatkan upah lagi.

Tidak ada lagi foto-foto trip my adventure dan nongkrong di cafe, sembari update foto selfie di instagram, pesawat-pesawat yang dikandangkan, tidak ada turis yang mampir sekedar membeli cinderamata dan oleh-oleh. Ini adalah masa dimana travelgram, vlogger, influencer, blogger dan ribuan jenis profesi lainnya berubah menjadi kaum rebahan.

Pertanyaannya apa yang kalian lakukan wahai kaum rebahan?

Kembali ke awal artikel ini, tentang seorang nelayan yang memperbaiki jaringnya saat keadaan memaksanya berhenti melaut. Maka, seharusnya itulah yang kita lakukan sekarang ini.

Sebelum Semua Ini Berakhir

Semakin banyak waktu kita dirumah, semakin banyak waktu yang kita miliki untuk mengupgrade skill dan kemampuan kita, bisa dengan membuat project-project rumahan, menonton youtube, belajar ilmu-ilmu terbaru yang berkorelasi dengan pekerjaan kita.

Lalu bagaimana dengan mereka yang terkena phk? buruh harian lepas?

Tidak semua dari kita memiliki cukup dana cadangan untuk menghadapi masa pandemi semacam ini, tidak saat semua tempat di dunia menghadapi pertempuran yang sama. Ini bukanlah bencana alam yang terjadi hanya di satu daerah saja, ini bencana seluruh manusia di muka bumi.

Mengharapkan bantuan dari pemerintah mungkin naif, kita tak pernah tahu kapan akan turun, dan apakah kita termasuk yang akan dapat atau tidak. Namun, setidaknya kekuatan komunal masyarakat sudah mulai terlihat disana sini.

Banyak yang membagikan masker, sembako dan kebutuhan lain secara gratis, baik untuk para pekerja medis, korban phk, buruh lepas, atau tetangga mereka sendiri.

Ada aktifitas crowd funding di dunia maya, penggelontoran dana CSR yang disalurkan lebih dulu, pengalihan anggaran pemerintah untuk penanganan corona. Ada yang bergerak secara individu, lokal, maupun secara nasional.

Di pedesaan sudah mulai muncul lumbung desa, terutama untuk desa yang memiliki warga positif covid, mengingat keluarga dari pasien positif diwajibkan karantina total di rumah, warga berinisiatif membantu mereka menyediakan kebutuhan pokok selama karantina.

Krisis ini adalah krisis kemanusiaan kita bersama, bukan krisis yang dihadapi para pasien, dokter, ojol, buruh lepas, korban PHK, maka semestinya kita terus bisa saling bergotong royong bahu membahu dengan lingkungan terdekat kita. Jikapun ada tetangga yang terkena PHK mungkin kita bisa ikut membantu sedikit rejeki yang dititipkan pada kita.

Mungkin memang benar jika semua itu tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, tapi percayalah kita memiliki Yang Maha Kaya, Yang Maha Mencukupkan. Tak ada yang tak mungkin bagi Yang Maha Kuasa. Bersyukurlah pada nikmat-nikmat yang mungkin kita abaikan semasa pandemi ini.

Untuk mereka yang terkena PHK, jangan pernah menyerah, memang saat ini tak ada perusahaan yang akan menerima karyawan baru di sebelum semua ini berakhir, gunakan semua daya upaya kita di masa yang serba terbatas ini untuk bisa tetap bertahan, dan sebenarnya, yang terbaik adalah berusaha tetap meningkatkan kemampuan kita agar kelak, setelah semua ini berakhir, kita bisa dengan cepat melesat, dengan kemampuan baru kita.

Pada akhirnya, tetaplah tenang, bersabarlah, karena kita akan selalu bersama-sama menghadapi ini semua. Selagi kita terus bergotong royong dan bergandengan tangan, kita tak akan pernah jatuh sebelum semua ini berakhir.

Satu pemikiran pada “Sebelum Semua Ini Berakhir”

  1. iya, dari bencana ini kita belajar manusia sebesar apapun tetap nothing. Tapi bisa jadi something yang sangat berharga bagi sesamanya ketika ia memberi manfaat, misalnya para tenaga kesehatan yang berjuang menghadapi pasien covid

    Balas

Tinggalkan komentar

(Note, links and most HTML attributes are not allowed in comments)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ingin produk/website Anda kami ulas? Silahkan klik tombol dibawah ini